Raperda PPA Dianggap Belum Mewakili Akar Masalah Kekejaman Pada Perempuan dan Anak di Jombang

  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Rancangan Peraturan Daerah mengenai perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak masih disusun oleh Pemerintah Kabupaten dan DPRD Jombang.

Peraturan ini sangat penting bagi kesejahteraan perempuan dan anak. Mereka berhak nyaman di lingkungan sekitarnya tanpa ada kekejaman atau intimidasi. Angka kekejaman terhadap perempuan dan anak di Jombang tahun 2024 menyentuh angka 225 kasus kekejaman.

Baca Juga

Fuad Abdilah, koordinator Aliansi Inklusi Jombang menilai bahwa di dalam substansi Raperda masih terdapat beberapa hal yang belum sesuai dengan kondisi atau keperluan di lapangan.

“Rancangan Peraturan Daerah mengenai perlindungan perempuan dan anak yang masih dalam proses penyusunan. Menurut kami ada beberapa poin yang belum menjawab sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Kami yang langsung terjun ke lapangan sehingga kami mengetahui secara pasti apa yang diperlukan saat ini,” tegas Fuad.

Terdapat 6 Catatan poin-poin kritis dari Aliansi Inklusi untuk memberikan masukan atas Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak.

Catatan tersebut berharap bisa menjadi bahan diskusi oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dan DPRD Jombang ketika menyusun peraturan daerah.

“Pertama struktur pelaksana kebijakan masih berfokus pada satu payung kelembagaan dan mengabaikan prinsip pelayanan terpadu yang integratif. Kedua lemahnya elemen kunci perlindungan korban. Ketiga rumah aman yang belum aman secara prinsip. Keempat pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi sebagai urgensi pencegahan masih gagal dipahami. Kelima sistem perlindungan korban belum terintegrasi dengan sistem kesehatan dan jaminan perlindungan sosial. Keenam lemahnya mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Raperda PPA,” jelas Fuad.

Tim Alisan Inklusi Jombang mengapresiasi terkait peran pemerintah Jombang dalam menyusun peraturan perlindungan perempuan dan anak. Namun masih perlu adanya tambahan atau koreksi.

“Kami sangat mengapresiasi tindakan pemerintah Jombang, namun masih ada yang perlu dibenahi karena kami yang langsung turu mengadvokasi mereka jadi kami lebih paham akan hal tersebut,” ucap Fuad.

Fuad menegaskan, 6 catatan kritis salah satunya mengenai pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi masih sangat minim disinggung atau disoroti.

“Ada salah satu OPD yang mengganggap pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi cukup hanya di mapel IPA saja. Hal itu yang menegaskan saya bahwa pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi harus di buat mapel sendiri atau minimal ekstrakurikuler wajib. Sekalipun sudah ada mapel IPA nyatanya sampai saat ini masih banyak korban-korban yang nihil akan kesehatan seksual dan reproduksi. Tercatat ada 1.932 total korban akibat ketidak tahuan mereka mengenai pentingnya menjaga kesehatan seksual dan reproduksi,” tegas Fuad.

Aliansi Inklusi juga menyoroti kurangnya elemen kunci perlindungan terhadap korban. Draft Raperda dinilai masih belum optimal hanya sebatas memuat penyedia informasi layanan.

“Memang dalam Raperda belum terintegrasi secara pelayanan terpadu. Seharusnya aturan tersebut ditambahkan mengenai BAB yang mengatur hak-hak korban seperti hak atas pendampingan hukum, pemulihan psikologis, rehabilitasi, pelindung hukum dan restitusi serta tidak terbatas pada orang HIV positif maupun disabilitas melalui penyediaan akomodasi khusus,” ujar Fuad.

Selain itu, Aliansi Inklusi mengapresiasi atas tindakan pertemuan ketua DPRD Jombang Hadi Atmaji dari fraksi PKB dengan tim organisasi Aliansi Inklusi Jombang pada Sabtu ( 12/4) .

“Kami mengapresiasi atas undangan dari salah satu fraksi yakni PKB yang ketuanya menjabat sebagai ketua DPRD Jombang. Kami sudah menyampaikan sebagian catatan kritis kami. Namun, seharusnya dialog Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak di adakan di gedung DPRD Jombang dan dihadiri oleh semua fraksi partai bukan hanya perwakilan dari partai PKB saja,” ucap Fuad.

Perlu diketahui bahwasanya untuk merubah atau memberikan masukan terkait Raperda harus dilakukan tidak hanya di wakilkan dari satu partai saja, melainkan harus semua fraksi partai membahas mengenai usulan catatan kritis dari Aliansi Inklusi Jombang.

Harapan Aliansi Inklusi Jombang agar catatan kritis mereka diharapkan bisa memberikan masukan atau pembenahan terkait draft Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak. Sesuai dengan kebutuhan korban saat ini.

” Kami berharap Raperda ini ditinjau apa yang sudah menjadi catatan kami dan sudah kami sampaikan, agar bisa menjadi bahan usulan atau bahan peninjauan. Harapannya setelah Pemerintah memperhatikan usulan dari catatan kritis kami peraturan perlindungan anak dan perempuan lebih maksimal untuk membersamai korban. Perlu diketahui harapan kami mengenai Peraturan Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak bukan hanya bersifat kuratif penangan korban, tetapi bersifat preventif pencegahan, ” jelas Fuad.

Langkah kedapan Aliansi Inklusi Jombang akan terus melakukan pengawalan atas catatan kritis yang mereka berikan.

“Dalam langkah dekat kami akan kembali ke gedung DPRD Jombang, dan akan melakukan advokasi atas tuntutan catatan kritis kami. Sekalipun kemarin sudah diwakili oleh fraksi PKB namun hal itu belum cukup bagi kami. Selain itu, kami akan ke Jombang Satu untuk mengadukan terkait temuan-temuan kami dilapangan,” tutupnya

Berita Terkait