KABAR JOMBANG – Meski diwarnai banyak interupsi pada sidang sebelumnya. Sekitar pukul 21.40 WIB, muktamirin kembali melanjutkan sidang pleno pembahasan tata tertib (Tatib). Tetapi kembali macet setelah sampai pada pembahasan Pasal 19 Tatib Muktamar NU ke 33 yakni, BAB VII tentang Pemilihan Rois Aam dan Ketua Umum.
Bersamaan dengan dibacakannya poin-poin berisi tentang materi pemilihan oleh Pimpinan Sidang, situasi mulai tidak kondusif. Drs KH Slamet Effendi Yusuf MSi, selaku pimpinan sidang kuwalahan. Akhirnya, ia meminta peserta usul satu persatu melalui tulisan. Seketika itu peserta menulis, kurang lebih ada seratus lima puluh peserta yang minta bicara, mereka ingin menyampaikan pendapatnya terkait sistem AHWA dalam draf tatib Muktamar.
Reporter Kabar Jombang di arena Muktamar, menyaksikan sebagaian besar peserta menolak sistem AHWA dengan beragam alasan. Alasan paling penting, menurut mereka, adalah sistem AHWA belum diatur dalam AD/ART Nahdlatul Ulama.
“Saya minta pimpinan sidang kembali ke AD/ART agar pembahasan tatib Muktamar segera selesai. Pada AD/ART tidak ada sistem AHWA, pimpinan sidang jangan paksakan kehendak,” kata salah seorang peserta minta suaranya didengarkan.
Rupanya, pimpinan sidang tetap ingin agar Muktamirin mau menerima sistem AHWA. Karena itu, SC Muktamar ini tidak mau menghapus pasal yang dipermasalahkan Muktamirin tersebut. Tak heran jika muktamirin pun menganggap Kyai Slamet telah sengaja mengulur-ulur waktu sidang sehingga situasi semakin panas dan tidak terkendali.
Ada juga peserta yang mengatakan, Pimpinan Sidang tidak taat dan sengaja melanggar AD/ART NU. “Ke-NU-an pimpinan sidang patut diragukan, karena sengaja menabrak AD/ART NU sendiri,” teriak peserta.
Slamet juga berkali-kali diingatkan agar memberi kesempatan yang sama kepada semua peserta, seperti janji yang dia katakan sendiri pada awal memimpin sidang, “Saya akan beri kesempatan yang sama kepada peserta Muktamar, tetapi ada usul juga agar usulan dibatasi atas nama wilayah saja,” kata Slamet.
Sebagain besar peserta Muktamar tetap menolak sistem AHWA. Meski begitu peserta mempersilahkan jika panitia menghendaki sistem AHWA dibahas dalam Muktamar kali ini, “Mari AHWA kita bahas di Muktamar kali ini, agar Muktamar akan datang sistem AHWA dapat kita dilaksanakan,” kata peserta lagi.
Interupsi terakhir membuat sidang benar-benar deadlock. Muktamirin dari Kepulauan Riau (Kepri) dengan tegas menolak AHWA. Bahkan penolakan itu dia buktikan dengan membuat surat perjanjian di depan Notaris. Utusan dari Kepri ini juga menyayangkan adanya praktik politik uang yang dilakukan oknum kyai yang berusaha mensukseskan AHWA.
“Apa dengan operasi uang itu yang disebut menghargai ulama dan kyai. Itu justru menginjak-injak AD/ART NU,” tanya utusan Kepri tanpa minta jawaban.
Belum selesai utusan Kepri menyampaikan pendapatnya, pimpinan sidang menyetop dan akan mengkonsultasikan kepada Rois Aam terkait persoalan yang mengakibatkan macetnya sidang pleno pembahasan Tatib Muktamar pada seasion kedua ini.
Sekitar pukul 23.54 WIB, peserta bubar tanpa ada penjelasan kapan sidang dilanjutkan kembali. Pimpinan sidang pun keluar begitu saja, namun peserta tidak pusing, mereka berpatokan pada jadwal sidang sebelumnya, “Ya kita mengacu jadwal sebelumnya, besok kita kesini lagi,” kata salah seorang peserta serius.
Reporter: Abah Rani