JOMBANG, KabarJombang.com – Abdul Muhaimin Iskandar atau akrab dengan nama panggung Cak Imin menyedot banyak perhatian publik. Pria kelahiran Jombang ini kemungkinan kuat akan menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Anies Baswedan.
Beberapa hari kebelakang, pria yang lagi pada 24 September 1966 di Jombang ini, malang melintang di media massa usai Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ia pimpin menerima pinangan Partai NasDem sebagai Cawapres Anies.
Cak Imin bukan tokoh baru di perhelatan panggung politik Indonesia, ia juga bukan orang biasa. Ayahnya Muhammad Iskandar adalah seorang guru di Pesantren Mamba’ul Ma’arif. Ibunya, Muhasonah Iskandar kemudian menjadi pemimpin pesantren tersebut.
Cak Imin kecil memang dekat dengan presiden Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur. Ia mengenal Gus Dur sebagai guru dan pedagang kacang, dan Gus Dur juga pernah mengajarinya bermain sepak bola.
Saat memperingati wafatnya Gus Dur pada tahun 2016, Cak Imin dalam editorial majalah Tempo bercerita tentang ayahnya yang menguburkan seorang muslim abangan, menjadikannya sebagai contoh perilaku yang manusiawi.
Ia menambahkan, tulisan itu ‘membuat ayahnya terkenal’, ia dan Gus Dur mempunyai hubungan kekerabatan jauh, Iskandar sering disebut sebagai keponakan Gus Dur.
Pria yang menjadi pasangan hidup Rustini Murtadho serta ayah dari tiga anak ini, menulis pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah Negeri Jombang dan Madrasah Aliyah (MA) Negeri 1 Yogyakarta.
Setelah lulus dari Aliyah tahun 1985, ia melanjutkan pendidikan sarjananya di FISIP Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selesai pada 1992 dalam usia 26 tahun. Skripsinya berjudul Perilaku Kapitalis Masyarakat Santri: Telaah Sosiologi tentang Etos Kerja Masyarakat Desa di Jawa Timur.
Cak Imin kemudian melanjutkan masternya 10 tahun kemudian di Universitas Indonesia (UI) bidang komunikasi dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2017, dirinya memperoleh doctor honoris causa dari Universitas Airlangga Surabaya.
Selain di bangku kuliah, Cak Imin juga aktif berorganisasi sejak menempuh pendidikan di perguruan tinggi dengan bergabung bersama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Pada era reformasi, dia ditunjuk sebagai Sekjen PKB yang baru didirikan pada 1998.
Sejak saat itu, kariernya di dunia politik terus melaju dan beberapa kali menduduki jabatan tinggi di pemerintahan. Mulai dari menjadi Wakil Ketua DPR RI, Wakil Ketua MPR RI, hingga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menaker) Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun, pria yang kerap bergonta-ganti nama panggung itu, mulai dari Cak Imin, Gus Ami, hingga sekarang Gus Muhaimin itu bukannya tanpa rekam jejak kelam yang mencoreng namanya.
Dari catatan yang dikumpulkan KabarJombang.com dari berbagai sumber, saat masih menjabat Menakertrans pada era Presiden SBY, nama Cak Imin mencuat karena skandal ‘Kardus Duren’.
‘Kardus Duren’ merupakan tempat uang senilai Rp 1,5 miliar yang ditemukan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi di kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2011.
25 Agustus 2011, KPK pun mencokok Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya dan anak buahnya, bekas Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.
Dua orang tersebut merupakan anak buah Cak Imin, keduanya diduga menerima suap Rp 1,5 miliar dari pengusaha yang bernama Dharnawati terkait dengan program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT).
Dharnawati yang merupakan kuasa direksi PT Alam Jaya Papua juga diamankan petugas KPK dalam operasi tangkap tangan itu. Mengejutkanya ketika itu, Dadong Irbarelawan membuat pengakuan yang memojokkan keterlibatan Cak Imin. Dia mengatakan, commitment fee dari Dharnawati Rp 1,5 miliar diduga memang akan diberikan kepada Cak Imin.
Dadong, saat pemeriksaan terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2012, menyebutkan beberapa fakta tentang keterlibatan Muhaimin. Pada Mei 2011, Nyoman memanggil Dadong datang ke ruangannya. Di dalam ruangan sudah ada Dharnawati dan Dhany S. Nawawi, mantan Staf Khusus Presiden Bagian Tim Penilai Akhir.
Cak Imin sendiri mengaku merasa terganggu dengan mencuatnya kasus suap pembangunan infrastruktur di daerah transmigrasi. “Saya tidak tahu ada yang menjebak atau bagaimana,” kata Muhaimin dalam acara halal bihalal dengan media di Hotel Bidakara, Jakarta, Ahad 4 September 2011, sebagaimanan dilansir Tempo.
Pengacara Dhanawati Farhat Abbas menyebut duit Rp 1,5 miliar yang diberikan kepada dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ditujukan untuk Muhaimin. Pengusaha dari kontraktor PT Alam Jaya Papua, mengaku punya bukti berupa pesan singkat kedua pejabat itu yang mengatasnamakan Muhaimin.
Cak Imin pun menyebut jika pesan singkat itu hanya mengatasnamakan dirinya saja. Sebab, dirinya mengkalim tak pernah sekalipun bertemu dengan tiga tersangka untuk khusus membicarakan proyek bernilai Rp 500 miliar itu.
Kini, namanya Cak Imin kembali mencuat di publik karena kemungkinan ia akan mendampingi Anies Baswedan sebagai Cawapres. Berita ini sontak membuat heboh, pasalnya, selama ini Cak Imin digadang-gadang menjadi Cawapres Prabowo Subianto.
Terbentuknya koalisi bersama Partai Gerindra, yakni Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) semakin membuat namanya kian digaungkan jadi Cawapres Prabowo waktu itu. Saat hadir di Jombang, Cak Imin juga mengatakan ia masih terus berjuang.
“Doakan saja, kami masih berjuang,” katanya saat menghadiri agenda Kementerian Tenaga Kerja di Ponpes Darul Ulum Jombang, beberapa waktu lalu.
Namun, kini angin berbalik, Cak Imin beserta kapal besar PKB nya menerima pinangan Anies Baswedan sebagai Cawapres.