KABAR JOMBANG – Jumpa pers pada Jumat, (31/7/2015) sekitar pukul 16.20 WIB di Media Center Muktamar NU ke-33 sangat istimewa. Bersama Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua Panitia Nasional Muktamar Slamet Effedi Yusuf, Yenny Wahid, putri Gus Dur, Yahya Staquf, didampingi Bupati Jombang Nyono Suherli Wihandoko, dan Ketua panitia daerah Muktamar, Gus Ipul.
Apa yang istimewa? Bukan bertemunya para tokoh tersebut yang istimewa, karena bertemunya para tokoh tersebut bisa dilakukan setiap waktu. Tapi materi pertemuan yang disampaikan itu yang istimewa.
Tidak saja wartawan peliput Muktamar NU yang mendengarkan paparan KH Said Aqil Siroj, tetapi para pengunjung Muktamar, bahkan peserta Muktamar yang kesulitan mencari tempat regrestrasi peserta Muktamar juga ikut nimbrung bareng bersama Kyai Said dan Mbak Yeny. Apa yang dibicarakan?
Kiai Said menjelaskan, bahwa Islam Nusantara harus dipertahankan, karena kalau tidak bisa terjadi perang saudara seperti di Timur Tengah, sesama pemeluk agama Islam perang saudara, “Kita lihat di Timur Tengah sesama pemeluk agama Islam, bahkan sesama Madzhab perang saudara. Di Afganistan, bahkan sesama Sunni, itu semua terjadi karena tidak ada komitmen ingin menjaga keutuhan tanah airnnya,” papar Kiai Said.
Dikatakan lagi, “Sangat benar apa yang digagas oleh Mbah Hasyim Asy’ari yang sangat cerdas ini, Islam saja belum bisa menyatukan ummat, Nasionalisme saja kalau tanpa Islam akan terjadi nasionalisme yang sekuler, idak memasukkan agama sebagai unsur penting dalam kehidupan ini. Oleh Mbah Hasyim Asy’ari, Islam dan Nasionalisme harus pararel, harus jalan bersama. Islam diperkuat sebagai nasionalisme untuk menjaga keutuhan tanah air ini, nasionalisme diisi yang mengandung nilai-nilai islam,” katanya.
“Apalagi di Indonesia ini sangat beraneka ragam, terdiri berbagai madzhab dalam Islam, harus saling menghormati saling menghargai. Nah, kalau kita mampu mempertahankan kelebihan Islam Nusantara, maka kita tidak akan tergilas dengan gelombang arus globalisasi. Kita memiliki jati diri, memiliki watak kepribadian, sebagai umat islam yang mencintai tanah airnya, itulah islam nusantara, yang mengajarkan kerukunan, keramahan dan kesantunan, disebut dengan Islam Nusantara. Bukan madzhab baru, bukan aliran baru, tetapi tipologi (ciri-ciri) tertentu, berbeda dengan Islam yang ada di Timur Tengah,” tambah Kyai Said.
Setelah mendengar statemen Kiai Said Aqil Siroj, salah seorang warga NU yang ikut nimbrung jumpa pers itu merasa terheran-heran. “Apa yang dikatakan Kyai Said itu bagus dan mendidik kita samua pemeluk Islam, agar rukun sesama pemeluk agama Islam, bahkan harus rukun kepada semua pemeluk agama apapun. Tetapi pernyataan itu, bagi saya warga NU deso di Jombang malah membinggungkan, Kyai Said kenapa tidak menyatakan, bahwa semua itu telah diajarkan oleh NU,” katanya.
“Menurut pemahaman saya, NU lah yang selama ini menjaga kerukunan umat, karena NU sangat toleran bukan Islam Nusantara yang menjaga kerukunan. Mana NU-nya Kyai Said?,” lanjutnya.
Penulis: Rani