DIWEK, KabarJombang.com – Fenomena manusia silver merupakan sebuah dilema dalam kondisi sosial masyarakat saat ini. Jika diamati lebih lanjut, manusia silver ini adalah sebuah pelarian masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Terlebih saat di tengah pandemi covid-19 yang dulu banyak orang terpaksa harus di-PHK atau pengurangan jumlah karyawan. Sejak pandemi saat itu, semakin banyak terlihat manusia silver di jalananan.
Manusia silver menggunakan cat yang terdiri dari cat sablon, minyak tanah atau minyak goreng, dan sabun cuci piring. Jika menggunakan minyak tanah, maka warnanya akan terlihat lebih terang. Sementara minyak goreng akan membuat cat tersebut lebih gelap.
Banyak orang yang menjadikan manusia silver sebagai mata pencaharian. Kini manusia silver bisa ditemukan dengan mudah di tempat-tempat wisata ataupun di persimpangan jalan Kabupaten Jombang.
Campuran Cat Dengan Minyak Goreng
Salah satu manusia silver asal Desa Genjong, Kecamatan Ngoro, adalah Pak Untung. Dia menekuni pekerjaan ini sejak tahun 2020 silam. Awalnya Untung bekerja sebagai kuli bangunan, namun karena penghasilannya tak mencukupi, sehingga harus cari tambahan biaya untuk bertahan hidup.
Dalam percakapan Pak Untung dengan Kabarjombang.com saat bertemu di salah satu warung kopi di dekat pertigaan lampu merah cukir tempat Pak Untung bekerja, ia menceritakan kisah perjuangan serta suka duka menjadi manusia silver. Dia mengawali pembicaraan bagaimana mengoleskan cat silver itu di tubuhnya.
“Ini gak kering, jadi dicampur minyak, paling kalau udah terlalu mungkin minyaknya nyerap jadi lebih sedikit kayak lengket, setelah 3 atau 4 jam. Campurannya minyak sayur, pewarna bubuk silver yang banyak bahannya kadang anak-anak pakai yang dari sablon atau aluminium juga. Nanti kita tes di tangan. Kalau saya tahannya 6 sampai 7 jam, ya paling pagi jam 8 atau jam 9 sampai sore jam 4,” kata Untung.
Jika cat silver, Untung harus mengoleskan lagi sebanyak dua hingga tiga kali dalam sehari. Tak jarang dia kepanasan di bawah terik matahari demi mengedepankan atraksinya di depan orang-orang yang lalu-lalang di jalan. “Aku keringatan, paling luntur sedikit tinggal oles, dua atau tiga kali oles,” ucap dia.
Awali Pekerjaan Sebagai Kuli Bangunan
Pada tahun 2017, Untung bersama temannya menjadi kuli bangunan. Dia libur setiap hari Sabtu dan Minggu dan berkesempatan mencari pekerjaan sampingan demi menambah uang makan.
“Kalau hari sabtu minggu kan kosong, kadang hari biasa juga ada kosong jadi cari kerja buat tambahan jajan dan buat makan. Saya ketemu anak silver, saya main kesitu dan mereka ajak. Awalnya janjian dulu bisa kapan karena mereka kan tiap hari. Saya coba dan diajarin cara pakainya,” tutur Untung lagi.
Untung menjelaskan bahwa ada teknik saat mengoles cat silver ke tubuh. Harus satu arah, agar tubuh terlihat mengkilap dan harus hindari area kelopak mata.
“Harus satu arah olesnya supaya mengkilap, jangan kena mata, makanya pakai kacamata, pedih kalau kena. Aku pernah kena mata awal-awal gak tau jadi saya langsung usap. Jadi pakainya di sekeliling mata aja,” ujar dia.
Suka Duka Jadi Manusia Silver
Untung pernah merasa takut dan malu saat awal-awal menjadi manusia silver. Dia harus beratraksi di tengah jalan atau pinggir jalan yang mana banyak kendaraan berlalu lintas. “Awal-awal deg-degan takut kesenggol mobil atau motor, awalnya malu banget tapi lama-lama biasa aja. Ya udah dilakukan aja,” ucap Untung.
Untung mengumpulkan uang sebanyak Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu selama hampir dua jam. Semakin lama dia beratraksi, semakin bertambah penghasilannya. Untung mengatakan pengendara yang berhenti di lampu merah memberikannya uang mulai dari Rp 500 rupiah hingga paling besar Rp 5 ribu. Sangat jarang uang dengan nominal Rp10 ribu dia dapatkan dari pengguna jalan.
“Hasilnya ya cukuplah. Sehari mulai 20 ribu sampai 25 ribu kalau dua jam. Orang-orang ngasih ada yang 100 perak, sampai 5.000. kalau 10 ribu jarang banget. Lumayan buat nambah-nambah uang makan. Enaknya jadi manusia silver ya ada teman di mana aja, senang aja ketemu orang bikin mereka heran lihat ekspresinya,” tutur Untung menjelaskan.
Untung menuturkan suka duka selama beberapa tahun menjadi manusia silver. Dia sering kelelahan dan kepanasan di bawah terik matahari. Badannya letih dan khawatir dengan kesehatan kulitnya.
“Gak enaknya ya capek, di bawah matahari, pegal. Efek ke kulit juga, sejauh ini kalau di saya gak ada (efek ke kulit), kalau orang ada yang merah-merah dan gatal. Mungkin karena kulitnya gampang gatal,” ungkap dia.
Hingga saat ini Untung masih menganggap menjadi manusia silver adalah hobi. Dia tak memperdulikan omongan orang yang menganggap manusia silver sebagai pengemis. Menurut Untung ada nilai seni saat dia menjadi manusia silver.
“Banyak mbak, di berita kalau manusia silveri itu pengemis. Kalau dari saya, ya mereka gak tau kita menghadapi apa, tergantung kita menjalani aja karena maksudnya ya baik untuk cari uang,” ucap Untung.
Untung merasa saat ini semakin banyak yang menjadi manusia silver. Apalagi sejak pandemi COVID-19 pada awal tahun 2020, orang-orang mulai tertarik menjadi manusia silver sebagai ajang mencari tambahan biaya hidup.
“Orang kan gak tau susahnya bagaimana, kan sekarang makin banyak manusia silver apalagi pas COVID-19,” ungkap dia.
Untung menganggap sah-sah saja jika ada orang yang ingin menjadi manusia silver. Menurutnya, selagi uang yang dihasilkan dengan cara halal tentu tidak akan menjadi masalah besar. Apalagi dengan menjadi manusia silver, Untung jadi punya banyak teman.
“Siapapun bisa jadi manusia silver, kadang ada yang memang buat cari uang. Kalau saya kan udah dapat dua-duanya (cari uang dan untuk hobi) karena sudah dapat teman juga,” ungkap Untung menjelaskan.