PETERONGAN, KabarJombang.com – Rumah ibadah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang berada di Desa Kepuhkembeng, Kecamatan Peterongan, Jombang, disoal warga.
Menurut Aan Ansori direktur LInK (Lingkar Indonesia Untuk Keadilan) mengatakan gereja HKBP yang dilayani Pdt. Raymond Sitorus tengah ditolak warga sekitar dan tidak bisa digunakan untuk beribadah.
“Menurut keterangan yang saya himpun, awalnya warga tidak keberatan dengan keberadaan HKBP. Namun saat ini situasinya berubah,” kata Aan.
Kejadian itu bermula ketika pendeta Raymond Sitorus dan Opung Manurung (pemilik rumah) dibawa ke balai desa. Keduanya dimintai menandatangani surat tidak akan menggunakan rumah untuk beribadah.
“HKBP Jombang juga sempat mendapatkan teror. Raymond mengaku rumah ibadahnya kerap dilempari batu saat malam hari. Hingga saat ini pelakunya belum tertangkap,” tambahnya.
Aktivis GusDurian ini menuturkan jika jemaat HKBP Jombang itu, harus menyewa tempat di tengah kota untuk beribadah.
“Padahal, menurut aturan, pemerintah wajib menyediakan tempat ibadah bagi kelompok yang masih kesulitan membangun rumah ibadahnya,” keluhnya.
Kisah penderitaan HKBP di Jombang merupakan kasus kesekian yang terjadi di Kota Santri. Sudah cukup lama tidak ada kasus seperti ini, sejak mencuatnya peristiwa GBIS Yobel di kecamatan Bareng Jombang tahun 2011.
“Mari kita lihat, sejauhmana persoalan HKBP ini akan menemukan takdirnya. Apakah ia akan menjadi satu-satunya dari 100 lebih rumah ibadah Kristiani yang diganjal di Kota Santri – tempat bersemayamnya kampiun pluralisme Gus Dur,” tanyanya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Kepuhkembeng, Suprapto membenarkan jika warga sekitar menolak adanya ibadah di Dusun Kembeng, Desa Kepuhkembeng, Peterongan, Jombang.
“Iya benar, sudah ada kesepakatan bersama antara pendeta, pemilik rumah, dan warga sekitar yang menolak,” pungkasnya singkat.