JOMBANG, KabarJombang.com – Dibalik kostum badut yang lucu, ada sebuah perjuangan dari seorang kepala keluarga di Jombang, untuk bisa menghidupi keluarganya.
Pekerjaan badut, merupakan salah satu pekerjaan yang menjadi pilihan diantara banyaknya pekerjaan, dari para kaum marjinal demi bisa memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Seperti halnya Sutarno (43), salah satu warga Desa Plosogenuk, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, yang mengaku sudah 1 tahun menjalani pekerjaan sebagai badut ditiap-tiap lampu lalu lintas jalanan yang ada di Jombang.
“Saya menjalani ini ya karena darurat tidak ada pekerjaan untuk menyambung kehidupan sehari-hari. Dan ini sudah saya lakoni sejak ada Corona awal-awal dulu, jadi sudah satu tahun ini,” kata Sutarno saat ditemui di Jalan Diwek, Desa Diwek, Jombang, Minggu (18/4/2021).
Ia juga mengatakan sempat bekerja disalah satu perusahaan besar yang ada di Surabaya sebagai pemancang paku bumi. Disitu ia sempat alami kecelakaan hingga ujung jemarinya putus yang bersamaan adanya pandemi Covid-19 yang membuat ia harus di rumahkan.
“Jadi, demi memenuhi kebutuhan ya sementara gini la, seadanya. Karena kebutuhan ya lumayan, anak saya tiga, yang terakhir masih bayi berusia satu tahun,” ungkapnya.
Pekerjaan menjadi badut memang menjadi salah satu pilihan bagi Sutarno yang dilakoninya dengan ikhlas. Ia berharap agar pandemi Covid-19 ini segera berakhir dan ia bisa bekerja seperti semula lagi.
“Yang penting saya tidak merugikan masyarakat, nyuri. Istilah saya ya sedapat-dapatnya demi nafkahi keluarga,” keluhnya.
Pria berkostum badut dengan rambut berwarna pelangi itu seakan tak pernah letih dan tetap semangat menjalani rutinitasnya mencari nafkah dari lampu lalu lintas satu ke lampu lalu lintas lain.
Meski sedang berpuasa di bulan Ramadan, tak menjadi halangannya untuk tetap mengais rupiah dari tangan-tangan dermawan para pengendara yang sedang berhenti dan melintas dilampu lalu lintas jalanan Jombang.
Terik matahari yang menyengat disepanjang jalanan, tak menjadi alasannya untuk berhenti dan menyerah. Ia tetap melambaikan tangan ramahnya dengan senyum ceria ditopeng badut yang dikenakannya.
Sesekali ia berjalan dan mencoba menghampiri satu persatu pengendara yang sedang berhenti saat lampu merah sedang menyala. Ia tak pernah menyesali dan kecewa jika upayanya itu tak dibalas dengan pemberian koin rupiah dari pengendara yang dihampirinya.
Rasa malu tak pernah dipedulikannya demi keluarga bisa makan dan ekonominya tercukupi. Selain itu, untuk menuju Kota Jombang, Sutarno setiap harinya harus menempuh selama kurang lebih 30 menit dengan mengayuh sepeda ontelnya dari rumah.
“Saya dari rumah ngontel. Soalnya sepeda motor saya kejual untuk kebutuhan sehari-hari. Kalau kita banyak mengeluhnya malah nanti tidak karu-karuan. Ya kita jalani saja hidup ini apa adanya dengan sabar dan tetap optimis untuk menyambung hidup sehari-hari,” ungkapnya dengan suara rintihnya.
Demi menghidupi keluarganya, dalam hidup Sutarno tak ada kata terpaksa. Setiap pulang, ia harus berusaha bisa membelikan keluarganya beras dan membawa pundi-pundi rupiah.
“Saya cuma mikirin kebutuhan anak dan istri saja, bagaimana mereka bisa tercukupi kebutuhannya,” pungkasnya.