JOMBANG, KabarJombang.com – Meski masih menempati gedung sederhana namun kaya intisari keilmuan agama, Ponpes Al Ghozali Bahrul Ulum Jombang. Mampu mengantarkan santri menjadi anggota Paspampres dan Perwira Polisi.
“Alhamdulillah santri-santri kami yang pernah kami asuh, ada dua orang yang bisa menjadi Paspampres dua orang dan juga perwira polisi itu yang menurut kami sesuatu yang beda dengan melihat basik agama,” kata Pengasuh Popes Al Ghozali, Jauharuddin Al Fatih atau biasa dipanggil Gus Ruddin, saat berbincang dengan KabarJombang.com, Kamis (15/4/2021).
Pria yang juga Ketua RMI-NU Jombang ini menuturkan jika sebagian besar santri Ponpes Al Ghozali juga menjadi tenaga pengajar.
“Ada juga dari santri kami menjadi wakil rektor di Perguruan Tinggi Ilmu Alquran Jakarta, dosen, atau guru juga banyak dari santri kami,” imbuhnya.
Hal menarik disampaikan oleh Gus Ruddin dirinya menggunakan filosofi tempat pendidikan yang dia kelola menggambarkan seperti kampus Oxford.
“Saya memberikan contoh dengan kampus-kampus ternama seperti Oxford dan kampus ternama lainnya yang jika kita melihat bangunan masih terlihat lama, tapi sesuatu yang dihasilkan baik keilmuan dan kependidikannya sangat diagungkan,” katanya.
“Jadi saya pun melihat pesantren saya yang sama dengan hal tersebut, Bahrul Ulum salah satu Ponpes yang secara sejarah dan keilmuannya tidak diragukan. Jadi jangan hanya melihat bangunan fisik dalam mencari ilmu namun intisarinya yang jauh lebih penting,” tutur Gus Ruddin.
Ponpes Al Ghozali Bahrul Ulum salah satu asrama diantara 40 asrama yang ada di wilayah Ponpes Bahrul Ulum yang mempunyai santriwan dan santriwati mencapai sekitar 300 an orang dengan keilmuan yang menonjolnya adalah Nahwu dam Shorof.
“Memang dari dulu Al Ghozali yang paling menonjol adalah ilmu Nahwu dan Shorof dari tahun 1982 oleh Ayah saya. Dan menariknya dulu di awalnya selama tiga tahun kita belum ada nama dan hingga pada akhirnya baru ada nama,”ungkapnya.
Terkait kegiatan selama bulan suci Ramadan, Gus Ruddin ingin membuat santriwan dan santriwatinya tidak merasakan jika sedang berpuasa.
“Kita memang buat seperti itu, kegiatan selama Ramadan berbeda dengan hari biasa, setelah sekolah formal biasanya kita ada istirahat dari duhur hingga ashar namun saat Ramadan kita isi dengan pengajian yang tahunya tiba-tiba sudah maghrib,”jelasnya.
Kedekatan personal juga dibangun Gus Ruddin kepada santrinya agar rasa kekeluargaan di dalam pesantren dapat terbangun meskipun santrinya berasal dari sabang hingga merauke dan berjumlah ratusan.
“Salah satu personal approach dari kami, gak tahu saya juga alhamdulillah kekuatan memory saya bagus, saya bisa mengahafal semua nama santri saya bahkan sampai nama orang tuanya yang ini menjadi kedekatan tersendiri bagi saya dengan santri,” pungkasnya.