KABUH, KabarJombang.com- Selain sebagai Kota Santri dan Pesantren, Kabupaten Jombang juga memliki beragam kesenian. Salah satunya adalah Sandur Manduro yang muncul dari Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang.
Dalam perkembangannya, kesenian Sandur Manduro ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda milik Kabupaten Jombang di tahun 2017 silam oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Artinya, Sandur Manduro telah paten memang sebagai warisan milik Jombang dan berasal dari salah satu wilayah yang menjadi bagian Kabupaten Jombang.
Terdapat dua kelompok kesenian Sandur Manduro yang masih menjalani aktifitas pementasan Sandur pada undangan maupun acara-acara ritual di Desa Manduro.
Dua kelompok Sandur tersebut milik Warito dan Sakim. Meskipun dalam kabar terbaru ini alat milik Sakim akan dijual karena krisis penerus kesenian tersebut.
Sandur Manduro sendiri adalah sebuah pementasan pertunjukan tradisional yang didalamnya memiliki banyak sekali instrument. Di antaranya adalah seni musik, seni tari, seni rupa, teater dan sastra.
Hal yang sangat ditonjolkan, pertama kesederhanaan, hal ini tercermin dan terlihat dari aspek tempat pertunjukan, busana, rias, properti, peralatan musik, tari, dan cerita.
Kedua keluwesan, maksudnya adalah mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Keluwesan ini tercermin dari sifat spontanitas dan improvisasi dalam sebuah dialog pertunjukan.
Dialog-dialog yang diceritakan saling berhubungan dengan situasi dan kondisi saat Sandur Manduro dipertontonkan.
Ketiga ketololan dan keintiman, ketololan dalam tradisi Sandur Manduro tercermin dari perpaduan dari beberapa unsur, yang meliputi tari, musik, sastra, kriya, perumpaan, dan seni acting.
Dalam aspek keintiman sendiri terlihat jelas tiadanya jarak antara pemain dan penonton.
Seiring berkembangnya waktu seni Sandur menjadi kesenian yang dijadikan sebagai upacara atau ritual untuk menyambut panen raya. Bukan hanya itu seni Sandur bisa juga dijadikan sebagai pementasan ketika ada acara di desa tersebut.
“Awal mula adanya kesenian Sandur ini adalah warisan dari nenek moyang kami yang memang dari Madura. Makanya semua warga disini bahasa yang dipakai adalah bahasa Madura. Dulu hanya ada disaat ada acara besar di desa dan perkembangannya Sandur dipentaskan dari tempat ke tempat hingga sekarang.”tutur Warito salah satu pimpinan kesenian Sandur pada KabarJombang.com beberapa waktu lalu.
Warito juga menceritakan bahwa dalam pementasan Sandur pada awalnya menggunakan bahasa Madura yang akrab digunakan oleh warga Manduro dalam kesehariannya.
Namun dirinya memodifikasi bahasa yang digunakan agar semua orang khususnya di Jombang bisa menikmati pementasan.
“Kalau awal dulu memang pakain bahasa Madura karena memang disini bahasa yang dipakai itu. Tapi selanjutnya kita modifikasi biar semua orang bisa menikmati dengan bahasa yang bisa dipahami itu waktu mulai diundang kemana-mana.”jelasnya.
Mengenai personil yang dibutuhkan dalam sebuah pementasan. Setidaknya dibutuhkan sebanyak 16 orang yang disebut sebagai tanjak. Mulai dari pemain alat musik, penari hingga pengisi pementasan.
“Sekitar 16 orang yang jadi pemain yang biasa kita sebut tanjak. Mulai dari pemain alat musik, yang nari dan pengisi-pengisi yang lain, begitu dengan durasi waktu yang disepakati.”katanya.
Lanjut Warito, tentang tanjak yang hingga saat ini sulit untuk mencari penerusnya adalah sebagai penari dan peniup terompet.
“Sandur ini kan juga dari Dikbud Jombang pernah ada program untuk pelestarian Sandur. Memang bagian sulit adalah penari dan terompet, terbukti memang kita ngajari yang nari itu susah.”pungkasnya.
Sementara itu, keseluruhan komponen alat yang digunakan mengiringi musik kesenian Sandur Manduro menggunakan bahan dasar bamboo. Terdiri dari kendang, trompet, kendang cimplong, dan gong tiup.
Selain alat musik, atribut lainnya adalah topeng yang ada sejak dulu dengan beragam karakter. Disamping itu juga pakaian yang mempunyai pasanganya sendiri dengan topeng yang ada.