JOMBANG, KabarJombang.com – Pemadaman penerangan jalan umum (PJU) pada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro tahap pertama di Kabupaten Jombang menyisahkan persoalan terkait pajak penerangan jalan (PJJ).
Lantas pajak PJJ di Kabupaten Jombang digunakan untuk apa? Manager PLN ULP Jombang Nur Aini mengatakan, semua transaksi kelistrikan pasti dikenakan pajak penerangan jalan yang diatur pemerintah. Besaran PPJ sangat beragam dan tergantung masing daerah.
“Besaran PPJ di Kabupaten Jombang, untuk tarif non industri 10 persen, dari rekening yang terbit. Misalnya rekening satu bulan habisnya Rp 100 ribu, pajaknya 10 persen jadi Rp 110 ribu. Sedangkan untuk industri tarif pajaknya 3 persen,” ungkapnya pada kabarjombang.com, Selasa (23/2/2021).
Menurut Aini PLN sebagai jasa pungut yang dipercaya Departemen Keuangan entah itu BUMN atau Kementerian Keuangan sebagai pemungut pajak. Sehingga PLN memungut seluruh transaksi listrik baik itu pembelian token, reguler, atau pasca bayar untuk PPJ.
“Awal bulan kurang dari tanggal 10 kita menyetorkan ke Pemda. Untuk besaran berapa perbulan yang kami setorkan saya rasa bukan wewenang saya. Biar Pemda Jombang yang berhak menjawab,” kata dia.
Lebih lanjut Aini menjelaskan lebih banyak pajak yang diterima Pemda dari pada rekening listriknya. Sehingga pendapatan daerah melalui PPJ tidak semua digunakan dalam bentuk penerangan jalan umum. Akan tetapi terdapat pengelolaan tersendiri oleh Pemda Jombang.
“Misalnya dapat Rp 4 miliar satu bulan, mungkin Rp 1 miliarnya saja yang untuk membayar rekening listrik. Sisanya untuk infrastruktur daerah, dan itu kewenangan daerah terserah Pemda,” paparnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bapenda Kabupaten Jombang Eksan Gunajati belum bisa menjelaskan secara rinci terkait berapa pendapatan PPJ per bulan atau per tahun.
“Besuk pagi saya jawab, datanya di kantor. Saya tidak hafal dan perbulan variatif,” singkatnya melalui akun WhatsApp, Selasa (23/2/2021).
Sekedar diketahui pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk memungut pajak penerangan jalan (PJJ). Kewenangan tersebut tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).
Pajak penerangan jalan adalah adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU PDRD, yang menjadi objek pajak penerangan jalan ialah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
Terdapat tiga besaran tarif yang diatur dalam Pasal 55 UU PDRD. Secara umum, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen. Tarif pajak penerangan jalan maksimum 3 persen diberikan atas penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, seperti pertambangan minyak bumi dan gas alam. Ada pula penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dikenakan tarif sebesar 1,5 persen.