JOMBANG, (kabarjombang.com) – Selain Pegawai Negeri Sipil (PNS), profesi sebagai abdi negara seperti Polisi, mungkin sudah menjadi incaran bagi begitu banyak kalangan masyarakat. Pasalnya, kesejahteraaan dan juga masa depan orang tersebut sudah dijamin oleh negara.
Hal itu pula lah yang menjadi impian Brigadir Polisi Dua (Bripda) Fajar Bagus Pangestu, semasa dirinya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), 5 tahun silam.
Dia dilahirkan dengan situasi keluarga yang tidak stabil. Ditambah lagi, dengan kondisi ekonomi orang tuanya yang menengah ke bawah, membuat impiannya untuk menjadi polisi sempat tertunda satu tahun.
Meski begitu, semangat pantang menyerah mengarungi kehidupan berhasil dilalui separo dari kehidupan pemuda asal Dusun Candi Desa Sidomulyo, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang ini. Kehidupan Bintara remaja tersebut sempat terlunta-lunta, karena sejak kecil dirinya sudah hidup mandiri bersama neneknya yang hanya seorang diri.
“Dari kecil saya sudah ikut sama nenek, karena bapak ibu saya sudah tidak bersama lagi,” ujar pemuda berkepala plontos ini saat ditemui di ruangan Humas Polres Jombang, Selasa (5/4/2016).
Selain itu, menurut polisi berperawakan tinggi tegap ini, sebelum menjadi polisi dirinya sempat berjualan es tebu di salah satu pondok di Kecamatan Tambakberas. “Sebelum mendaftar pada 2014 lalu, saya sempat berdagang es tebu bersama teman saya, agar mendapatkan uang saku untuk mendaftar polisi. Selain itu, hal tersebut juga demi menyambung hidup dan juga cita-cita saya untuk menjadi polisi,” katanya sambil menunjukkan wajah berkaca-kaca.
Dengan penghasilan yang tak seberapa, dirinya tetap menjalani profesi tersebut hingga akhirnya dia bisa menjadi angota polisi yang dibanggakan kedua orang tuanya. “Dulu waktu saya berjualan es tebu, sehari paling banyak mendapatkan uang Rp 25 ribu, itupun hasil bersih dan harus saya bagi dengan teman berjualan saya. Jadi sisanya hanya Rp 12 ribu saja,” ungkapnya.
Tak hanya itu, profesi sebagai penjaga Warnet (Warung Internet) juga pernah dilakoni pemuda kelahiran 1996 ini sebelum mejadi polisi. Menurutnya, kehidupan seperti itu mau tidak mau harus tetap dijalaninya, sebab kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan dan juga keinginan kuatnya untuk bisa masuk menjadi anggota polisi tak bisa dibendung lagi.
“Saya sempat juga bekerja sebagai penjaga warnet yang hanya di bayar Rp10 ribu per hari. Karena keluarga kami memang dari kalangan menengah ke bawah, sehingga kehidupan apapun tetap harus dijalani. Namun, dorongan kuat diri serta dukungan dari paman lah yang menjadi anggota polisi juga turut membangun semangat saya, hingga bisa jadi polisi saat ini,” bebernya.
Menurut polisi yang gagal mendaftar dua kali tersebut, polisi memiliki peran aktif dalam menciptakan keamanan kepada masyarakat. Hal itulah yang membuatnya terus berjuang untuk bisa terpilih menjadi anggota polisi.
“Dulu sempat mendaftar tahun 2014, namun gagal pada kesehatan. Dan saya belajar dari pengalaman, sehingga di tahun 2015 saya daftar lagi dan lolos,” ucapnya dengan nada gembira.
Meski saat ini dirinya masih magang dan belum ditempatkan pada unit fungsional Polres Jombang, dia berharap untuk bisa meneruskan karirnya di kepolisian. Selain itu, dirinya juga berharap bisa bergabung di Unit Reserse, sebab menurutnya, unit tersebut dianggapnya sebagai unit yang penuh tantangan.
“Pinginnya nanti kalau memang sudah ditempatkan pada unit fungsional oleh pimpinan, ya di Reserse. Kayaknya unit itu menarik dan juga banyak tantangan,” ujarnya. (ari)