DIWEK, KabarJombang.com – Di era modern seperti ini, metode salaf dalam pengajaran pengetahuan Islam, sudah mulai banyak tergeser di Pondok Pesantren (Ponpes) khususnya di Kabupaten Jombang. Namun, Ponpes Tarbiyatunnasyiin, Dusun Paculgowang, Desa Jatiejo, Kecamatan Diwek ini masih mempertahankan metode salafnya.
Pengasuh Ponpes Tarbiyatunnasyiin, Muhammad Shobih menuturkan, alasan mempertahankan pengajaran metode salaf di pesantrennya, merupakan salah satu bentuk mentradisikan apa yang ditinggalkan pendiri dan penerus Ponpes tersebut. Dan hingga kini, tidak ada pembaharuan dalam pengajarannya.
“Ya karena di antaranya memang mempertahankan apa yang dicita-citakan muasis terdahulu, atau pendiri Ponpes Paculgowang. Yaitu dengan tetap mempertahankan murni belajar ilmu agamanya,” ujar Gus Shobih kepada KabarJombang.com, Jumat (16/10/2020).
Dijelaskannya, Ponpes di Paculgowang tersebut berdiri lebih dulu dibanding Ponpes Tebuireng. Pada awalnya, kegiatannya masih sebatas mengaji. Dan sekitar tahun 85-an, mulai dibentuk sekolah. Namun, sekolah plus diniyah hingga sekarang.
“Justru di pondok manapun, santri semakin berkembang. Begitupun dengan diniyah, juga ada perkembangan bagi para santrinya, termasuk di Paculgowang,” ungkapnya.
Dikatakannya, untuk mengimbangi perkembangan zaman, Ponpes Tarbiyatunnasyiin tetap mempertahannya sekolah formal-nya. Namun tetap mengutamakan diniyah dan salafnya. Dari situ, kata Gus Shobih, selain pengetahuan umum termasuk teknologi, santri tetap mendapatkan pengetahuan Islam secara utuh.
“Ya Alhamdulillah, di samping ada Aliyah, sekarang sudah ada Ma’had Aly dan sudah Mu’adalah, yang ijasahnya sudah diseterakan, dan masih dimulai tahun ini. Di mana diniyah sebenarnya juga ada Mu’adalah yang sudah berjalan sekitar 3 tahunan ini. Tetapi ibadahnya Mu’adalah ya tetap diniyah, kurikulumnya diniyah,” paparnya.
Sementara keseharian santri, juga tetap mempertahankan tradisi tempo dulu tanpa ada pembeda antara santri satu dengan lainnya. Pengajaran yang diambil, lanjutnya, adalah kehidupan sederhana dan kemandirian para santri.
“Dalam pondok atau asrama juga masih seperti asrama orang dulu. Tidak ada kasurnya. Tujuannya memberikan pelajaran pola hidup sederhana. Di pondok juga tidak ada yang dimanjakan. Sekitar 500-an santri putera puteri di sini, perlakuannya semuanya sama,” terangnya.
Terkait ilmu salaf sendiri, kata Gus Shobih, sebagai bentuk pendalaman dalam belajar agama, fokus terhadap ilmu agama tersebut. “Saya juga terus memotivasi para santri agar nanti kalau sudah selesai mondoknya, tetap bisa hadir dan berkumpul dengan masyarakat dan bermanfaat,” katanya.
Dengan banyaknya Ponpes modern saat ini, Gus Shobih berkomitmen untuk tetap mempertahankan salaf di Ponpes yang dipimpinnya tersebut. Pihaknya tidak ingin, pengejaran salaf pudar begitu saja.