JOMBANG, (kabarjombang.com) – Meski memiliki keterbatasan dalam penglihatan, tidak membuat bocah asal Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Kurnia Asih, Kecamatan Ngoro Jombang ini ragu dalam memainkan olahraga catur. Padahal Aprilia Puspita Dewi (16) merupakan penyandang tuna netra.
Hal itu terbukti, saat Aprilia mengikuti Porseni (Pekan Olahraga dan Seni) tingkat SLB (Sekolah Luar Biasa) se-Kabupaten Jombang, Sabtu (12/3/2016), di kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Jombang.
Bahkan, gadis asal Kecamatan Ngoro ini juga berhasil menyabet juara pertama. Jika dilihat, permainan catur kelas tuna netra tidak jauh berbeda dengan peraminan catur seperti biasanya. Bidak catur berwarna hitam dan putih. Begitu juga dengan papan catur. Warnanya juga hitam dan putih. Langkah pion, kuda, benteng, menteri, serta raja juga sama.
Tapi yang membedakan ialah pada ujung bagian atas buah catur warna hitam, yang diberi tanda paku payung kecil atau pines sebagai media yang digunakan untuk meraba dan menandai penyandang tunanetra untuk mengetahui langkah catur yang akan dimainkannya. Sedangkan buah catur warna putih tidak diberi paku.
“Ini untuk membedakan warna hitam dan putih. Yang hitam ada pakunya, sedangkan buah catur warna putih tidak,” kata Aprilia seusai bermain catur.
Sementara pada permukaan papan catur, masing-masing kotak terdapat lubang kecil. Kondisi itu klop dengan bagian bawah buah catur yang terdapat kayu pasak berukuran kecil. Pasak kecil itulah yang dimasukkan ke dalam lubang papan catur. Dengan begitu, bidak catur akan tertancap dan tidak mudah bergeser. “Ini untuk memudahkan mereka saat bermain,” ujar Muhammad Rusik, pendamping tuna netra saat mendampingi Aprilia bermain.
Sebelum memulai langkah, Aprilia terlebih dahulu meraba papan catur. Selanjutnya, dia menyorongkan buah catur itu ke tempat yang dimaksud. Tidak jarang pula, Aprilia meraba-raba ujung atas buah catur terlebih dahulu sebelum menggesernya. Meski begitu, dalam waktu kurang dalam satu jam, Aprilia mampu mengalahkan lawannya. Sehingga dirinya berhasil menjuarai juara pertama dalam pertandingan tersebut.
“Tipsnya hanya harus sering berlatih. Permainan catur itu mengasyikkan. Saya bisa catur sejak kelas VI SDLB,” beber Aprilia dengan wajah menunduk.
Lebih lanjut menurut M Rusik (50), guru SMPLB Kurnia Asih menjelaskan, untuk membina muridnya agar bisa bermain catur dibutuhkan waktu dua bulan. Sebagai awalan, murid akan diberi penjelaskan secara panjang lebar tentang teknik bermain catur. Selanjutnya, Rusik meminta murid-muridnya untuk mempraktikkan teori yang sudah diberikan tersebut.
“Secara umum aturan permainannya sama dengan catur pada umumnya. Namun ada beberapa tanda yang kita berikan agar seorang tuna netra mampu membedakan warna. Alhamdulillah, Aprilia berhasil menjadi juara dalam Porseni tahun ini,” ujar Rusik, guru yang mendampingi Aprilia berlatih catur.
Ditemui di lokasi, panitia penyelenggara Joko Suwono, Kepala Bidang PNFI (Pendidikan Nonformal dan Informal) Disdik Jombang mengatakan, Porseni tingkat SLB itu dalam rangka memperingati HAN (Hari Anak Nasional). Selain itu, juga untuk menggali bakat murid-murid SLB. Dengan begitu, meski murid SLB yang memiliki keterbatasan tidak minder ketika bergaul di tengah masyarakat.
“Selain pertandingan catur, ada pula pertandingan olahraga lainnya. Semisal atletik, bulu tangkis, serta lomba balap kursi roda. Sedangkan untuk bidang seni ada lomba gerak lagu, pantomim, serta fashion show atau peragaan busana,” katanya. (ari)