NGORO, KabarJombang.com – Pondok Pesantren (Ponpes) yang umumnya identik dengan mengaji dan belajar secara formal, ternyata bisa dibranding berbeda dan unik. Contohnya, Ponpes Fathul Ulum, Desa Sidowarek, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang.
Selain membekali pengetahuan agama, Ponpes yang berada di perbatasan antara Desa Puton Kecamatan Diwek dengan Desa Blimbing Kecamatan Gudo dan Desa Sidowarek Kecamatan Ngoro ini, juga membekali santrinya dengan pengetahuan enterpreneur berbasis pertanian, peternakan, dan perikanan.
Pengasuh Ponpes Fathul Ulum, KH Ahmad Habibul Amin menuturkan, yang melatarbelakangi Ponpes berbasis entrepreneur ini, karena kepercayaan masyarakat terhadap pesantren mengalami penurunan. Juga output lulusan pesantren di dunia kerja dianggap kurang menjanjikan.
“Saya cenderung ke petani, karena mayoritas masyarakat Indonesia khususnya Jombang adalah agraris dan banyak petani. Bagaimana menjadi petani yang keren, dan bangga menjadi petani,” kata KH Amin kepada KabarJombang.com, Senin (21/9/2020).
Dari situ, ia berkeinginan santrinya saat sudah lulus dari Ponpes yang berdiri sejak tahun 2006 ini, bisa berguna dan bermanfaat bagi lingkungannya. Menurutnya, seorang santri harus bisa membawa manfaat bagi masyarakat, minimal di lingkup sekitar dia tinggali nantinya.
“Saat itu, saya memulainya dengan bagaimana pesantren itu benar-benar mewadahi potensi-potensi yang ada dalam diri setiap santri, sehingga kami buka pesantren enterpreneur yang berbasis skill,” ujarnya.
Untuk mengetahui skill para santri, lanjut KH Amin, Ponpes sudah menyiapkan pengajar atau ustaz yang membantu mengarahkan, membimbing, dan mendampingi minat para santri dari beberapa basis keilmuan di Ponpes tersebut.
“Sesuai dengan visi kami, untuk bisa menghantarkan generasi anfa’, dalam artian bagaimana santri pulang bisa memberikan manfaat, sesuai pasion setiap santri. Dengan agama tetap menjadi pondasi pokok. Bukan harus menjadi kiai,” tegasnya.
Ia juga mengatakan, bahwa mengaji tidak harus di forum-forum formal. Menurutnya, dengan menjadi petani, juga bisa bicara tentang pertanian yang juga bisa disambung dengan mengaji seperti tauhid, tasawuf, fiqih.
“Keahlian-keahlian para santri tersebut diharapkan nanti bisa menjadi sarana komunikasi dengan umat,” sambungnya.
“Jadi, jangan sekali-kali siapapun mengajar agama secara transaksional, Nggak boleh. Saya selalu pesankan ke anak-anak, karena mengajar itu harus dengan ikhlas. Untuk bisa itu, maka harus memiliki keahlian, kalau tidak akan berat nantinya,” tekannya lagi.
Ponpes Fathul Ulum, memiliki sekitar 300 santri dari berbagai daerah dan latar belakang. Dalam pengelolaan pertanian, peternakan dan perikanan, santri diharuskan mandiri dengan sistem bagi hasil. Nantinya, para santri bisa membiayai dirinya sendiri dari skill yang dimiliki.
Pengajaran tentang pengelolaan uang, juga diajarkan di Ponpes Fathul Ulum. Konsepnya, agar para santri belajar dan melatih dirinya dalam mempergunakan uang sesuai kebutuhan, bukan keinginan.
“Untuk makan para santri pun kami tidak mempergunakan micin (penyedap rasa) atau bahan-bahan kimia dari pabrik sama sekali. Semua hasil dari kebun. Dan pengelolaan pertanian, peternakan, perikanan juga tidak mempergunakan bahan-bahan kimia, semuanya alami,” terangnya.
Dikatakannya, program terdekat yang juga sudah terselenggara adalah pengembangan pupuk dengan membuat pengajian di masyarakat lewat koperasi yang berorientasi untuk mengajak masyarakat.
“Kalau di Ponpes dijadikan edukasi dan sebagai tempat belajar untuk siapapun tentang bertani dan berternak yang baik. Yang sehat, dan ramah lingkungan,” urainya.