JOMBANG, KabarJombang.com – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penyelenggaraan fasilitasi pesantren di Kabupaten Jombang, tak luput dari sorotan pengamat. Bahkan, Raperda ini dinilai tidak tepat dibahas saat ini dan hanya boros anggaran.
Hal ini diungkapkan pengamat sekaligus pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus Surabaya, Dr A Sholikhin Ruslie. Menurutnya, tidak tepatnya pembahasan raperda fasilitasi pesantren lantaran manfaatnya tidak dirasakan tidak dalam waktu dekat.
“Menurut saya, persoalan mendesak saat ini adalah pembahasan RUU Cipta Kerja dari Pemerintah Pusat. Di dalam RUU tersebut, jelas mengatur tentang ketenagakerjaan, termasuk tentang pesantren,” tuturnya pada KabarJombang.com, Jumat (11/9/2020).
Menurutnya, pembahasan Raperda tentang Fasilitasi Pesantren tersebut, lebih elok dibahas setelah RUU Cipta Kerja selesai. Dan jika Raperda tersebut dibahas saat ini, menurutnya, jelas nantinya akan menambah beban anggaran.
“Secara normatif perundang-undangan tidak bisa mengalahkan perundang-undangan di atasnya. Secara pasti, jika Raperda Pesantren tidak sesuai dengan RUU Cipta Kerja, maka akan dilakukan perubahan. Dan tentu menambah anggaran lagi,” jelasnya.
Dibebernya, untuk satu kali pembuatan Perda, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 400 juta. “Jika Perda ini tidak sesuai dengan aturan di atasnya, tentu akan dikeluarkan biaya tambahan untuk perubahan tersebut. Disinilah letak pemborosan anggaran,” ungkap Sholikhin Ruslie.
Pihaknya menandaskan, jauh sebelum Perda ini akan dibuat, Kabapaten Jombang sudah baik-baik saja dengan berbagai pesantrennya. “Dari dulu Jombang kan banyak pesantrennya dan aman-aman saja. Nggak ada masalah. Untuk urgensi tentang itu pun saya nilai tidak ada manfaatnya,” paparnya.
Dia juga menilai, Perda Fasilitisasi Pesantren tersebut hanyalah sebuah permainan politik partai (parpol) yang mempunyai basis pesantren di Kabupaten Jombang.
“Saya kira, ini hanyalah permainan politik partai yang basisnya memang mempunyai pesantren di Jombang, untuk memunculkan image bahwa siapa yang dulu berjasa dalam Perda ini,” ujar Sholikhin Ruslie.
Bahkan, pihaknya menyarankan agar lebih dulu membahas Perda yang belum jelas. “Masih banyak kok yang masih belum ada Perbupnya, dan hal-hal mendesak lain yang harusnya diprioritas untuk dibahas dulu,” pungkasnya.