PETERONGAN, KabarJombang.com – Tak segeranya diberlakukan pembelajaran tatap muka di sekolah, dikritisi M Syarif Hidayatullah, Wakil Ketua Komisi D DPRD Jombang. Pihaknya menilai pembelajaran daring atau online, kurang optimal.
Meski ada fasilitas pembelian kuota internet, pria yang akrab disapa Gus Sentot ini mengatakan, kegiatan belajar mengajar (KBM) daring tidak sekualitas dibanding KBM tatap muka. Apalagi, lanjut dia, menyangkut soal akhlak.
“Orangtua itu gak nggak mungkin sanggup mengajari akhlak anak, karena akhlak tauladan dan itu diperoleh dari guru,” ungkapnya saat ditemui di kediamannya, di lingkungan Ponpes Darul Ulum, Rejoso, Peterongan, Jombang, Kamis (20/8/2020).
Pihaknya berharap Pemkab atau Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Jombang, tidak tebang pilih dalam membuat kebijakan. Gus Sentot “mencium” ada indikasi tebang pilih dalam hal ini. Dikatakannya, kalau di Jombang ada Kampung Tangguh, Pasar Tangguh, Wisata Tangguh, Ponpes Tangguh. Lalu, mengapa tidak ada istilah Sekolah Tangguh.
“Kan yang nggak ada sampai detik ini adalah sekolah tangguh. Mengapa ini tidak ada. Saya berharap, ada kepedulian dari Pemkab atau Gugus Tugas. Perlu adanya keseragaman termasuk seluruh masyarakat soal protokol kesehatan. Menurut saya, ini kuncinya,” katanya.
Gus Sentot juga mengimbau, agar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jombang turun ke lapangan, agar secara nyata melihat kondisi tempat berlabel “Tangguh” tersebut. Hal ini, lanjutnya, karena IDI merupakan organisasi profesi yang paling mengerti urusan kesehatan.
“Tambah nemen itu, masak ada jaga jarak di wisata atau pasar tangguh. Monggolah jangan tebang pilih. Masyarakat butuh keadilan. Dengan IDI yang turun ke lapangan, setidaknya organisasi profesi kesehatan ini, bisa merekom ke Gugus Tugas atau Pemkab,” tandasnya.
Ketua DPC Partai Demokrat Jombang ini juga menyarankan, kalau saja sekolah dibuka untuk KBM tatap muka, baik IDI maupun Pemkab bisa menerjunkan tim dokter, untuk keliling ke sekolah-sekolah.
“Itu kan tinggal pemetaan saja. Di tingkat Kecamatan, ada Puskesmas atau Pustu. Di tingkat desa juga ada Polindes. Tim kesehatan ini ditugaskan untuk memantau pelaksanaan protokol kesehatan,” sambungnya.
Kalau bicara soal kesehatan itu penting, kata Gus Sentot, semuanya menjadi penting, termasuk ilmu juga sangat penting. Pihaknya berkeyakinan, pihak sekolah akan lebih tertib menerapkan protokol kesehatan ketimbang di pasar atau wisata atau tempat yang sudah dilabeli “Tangguh” tersebut. Di sekolah, lanjutnya, ada UKS (unit kesehatan sekolah) yang bisa digalakkan lagi.
“Kan bisa saja, kader UKS ini diberi pelatihan protokol kesehatan, karena mereka sudah memiliki pengetahuan dasar soal kesehatan. Nah, dari pelatihan itu, bisa diterapkan pada setiap siswa yang hendak masuk sekolah,” bebernya.
Sebab itu, pihaknya mengusulkan dibentuknya “Sekolah Tangguh” di semua tingkatan. Sebab, KBM daring, dinilainya tidak efektif dan tidak efisien. Pihaknya khawatir, kualitas pendidikan juga akan menurun.
“Meski saya tidak tahu tolak ukurnya darimana. Tapi yang kita lihat apa yang sedang terjadi di lapangan, ternyata sangat banyak masyarakat resah dengan KBM daring. Kalau kita atau warga sekolah ini siaga, siap, sigap dan tanggap. Tidak ada salahnya kan dibentuk itu,” tandasnya.
Untuk formulanya, jelas Gus Sentot, bisa mengacu pada SE Gubernur atau Kepala Disdik Provinsi Jatim, di mana KBM berlangsung selama 4 jam, jumlah siswa sebanyak 50 persen. Atau bisa dibuat sistem masuk sekolah secara bergilir.
“Atau missalkan lagi, tiga hari KBM tatap muka di sekolah, tiga hari sistem daring. Ini juga kan dalam rangka mengurangi penyebaran virus juga. Soalnya, masuk atau tidak, sama-sama bayar SPP loh,” ungkapnya.