JOGOROTO, KabarJombang.com – “Pagupon omahe doro, melok nippon tambah sengsoro”. Kidungan khas yang seakan tak pernah lekang oleh waktu. Di era kekinian, kidungan ini pun masih kerap terdengar telinga ketika para millenial merasa beban pekerjaan mereka terasa berat dan tingkat stres yang dialami kian meninggi.
Namun siapa sangka, kidung jawa yang biasa dilontarkan para sobat ambyar ini merupakan satu dari ratusan karya dari budayawan nasional. Seniman teater terkenal dari Jawa Timur yang lahir dan besar di Desa Kaliwungu Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang.
Sosok fenomenal yang terkenal akan kidungan-kidungan khas Jawa Timur yang mampu membakar semangat rakyat untuk melawan penjajah kala itu. Gondo Durasim, satu nama yang terdengar aneh di kalangan anak muda era modern. Namun siapa sangka, Gondo Durasim atau yang lebih dikenal dengan Cak Durasim ini, bisa disebut sebagai pejuang kemerdekaan melalui jalur kesenian.
“Pada era pendudukan Jepang melalui kesenian ludruk, serta kidungan ciptaannya ini, mampu membakar semangat perjuangan melawan penjajah. Kidungan pagupon omahe doro, itu dilontarkan kali pertama di Desa Kedawong Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang” terang Dian Sukarno pemerhati sejarah asal Jombang, Jawa Timur. Semasa hidupnya, cak Durasim menurut Dian Sukarno, kerap berinteraksi dengan tokoh-tokoh perjuangan saat itu.
Dr. Soetomo dan sejumlah tokoh nasional lainnya, sering menggelar pertemuan mengenai nasib bangsa kala itu. Melalui diskusi-diskusi yang sering ia lakukan bersama para pejuang inilah yang menjadikan cak Durasim lebih mantap untuk menetap hingga akhir hayatnya di Surabaya. Perihal kematiannya pun masih menjadi kontroversi. Sejumlah pendapat yang selama ini beredar menyebut, cak Durasim meninggal usai ditangkap penjajah.
Namun hal ini dibantah oleh Dian Sukarno. Guru seni asal Desa Sumbermulyo, kecamatan Jogoroto, Jombang ini menyebut, pasca cak Durasim ditangkap oleh polisi militer Jepang saat itu, justru menjadi awal perkenalan cak Durasim dengan para tokoh pejuang yang lain. “Benar memang cak Durasim ditangkap polisi militer Jepang kala itu, namun bukan meninggal di penjara. Melainkan selepas dari penjara, beliau malah kerap menggelar diskusi dengan para tokoh pejuang yang lain,” urai Dian Sukarno panjang lebar sebelum menutup pembicaraan, selasa (4/8/2020).
Sejak itu, cak Durasim .akin kritis memperjuangkan penindasan rakyat melalui kesenian ludruk hingga akhir hayatnya. Tidak ada data pasti tentang kelahiran pejuang satu ini. Namun, kematian tanggal 7 Agustus 1944 adalah buah dari keberaniannya menyuarakan tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.