KESAMBEN, KabarJombang.com – Peraturan desa (Perdes) Watudakon, Kecamatan Kesamben Nomor 6 tahun 2019 menuai polemik.
Pasalnya, dalam persetujuan atas Rancangan Peraturan Desa tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (P-APBDes) tahun 2019, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Watudakon, Samiran, menolak menandatangani persetujuan kesepakatan bersama. Sehingga, hal itu dinilai cacat secara administrasi maupun secara hukum.
Hal ini ditegaskan Ketua LSM Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ), Joko Fattah Rokhim.
“Perdes nomor 6 tahun 2019, itu harus ada musyawarah, karena ini menyangkut anggaran. Jika tidak ada musyawarah, berarti menyalahi aturan yang ada,” beber Joko Fattah Rokhim, Kamis (31/10/2019).
Dijelaskan Joko Fattah Rokhim, sebelum menyetujui kesepakatan perubahan anggaran, harus ada musyawarah antara pihak desa dengan BPD.
Jika BPD tidak diajak musyawarah, sambung Fattah, itu berarti menyalahi mekanisme dan aturan yang ada. Sebab, hal yang menyangkut Perdes, draf aturan itu harus disodorkan ke BPD, dan di situ BPD mempelajari itu semua.
Jika sudah selesai dan disetujui oleh BPD, maka baru ada kesepakatan bersama. “Salah, jika BPD tidak diajak musyawarah. Karena ini menyangkut Perdes dan Perubahan Anggaran,” tegasnya.
Masih kata Fattah, jika BPD tidak diajak musyawarah, maka ada indikasi tidak benar.
“Apalagi di situ tidak ditandatangani Ketua BPD. Itu sudah cacat secara administrasi dan hukum. Dan anggaran itu kalau sudah diajukan di tahun 2019, itu sudah cacat semua,” tandasnya.
Sementara itu Ketua BPD Watudakon, Samiran, membenarkan dirinya tidak menandatangani persetujuan bersama tentang P-APBDes.
“Saya tidak mau menandatangani itu, karena tidak pernah sama sekali diajak musyawarah,” kilahnya.
Jurnalis: Beny Hendro
Editor: Sutono Abdillah