JOMBANG, KabarJombang.com – Kakek Ajijan Harsoyo, diusianya yang tak lagi muda masih menggantungkan hidupnya dari menjadi pengamen jalanan di Kabupaten Jombang.
Dengan gitar kentrungnya, kakek berusia 83 tahun ini mengamen di traffic light atau lampu lalu lintas. Karena tak ingin merepotkan anak dimasa tuanya.
Setiap pagi kakek Ajijan menyusuri jalan di Jombang Kota ditemani gitar ketrung yang sama tuanya dengan dirinya untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah, sebagai bekal hidupnya.
Tak disangka ternyata bakat memetik gawai tersebut sudah dimiliknya sejak dulu dan sempat mendirikan kelompok bermusik “bunga seroja” yang saat itu di tahun 1970 hingga 1980an.
“Untuk kebutuhan hidup, biar tidak merepotkan anak, dan saya ingin memenuhi kebutuhan hidup saya sendiri. Dari dulu memang suka bermusik, dulu buat kelompok musik namanya “bunga seroja”,” tutur kakek berkacamata dan betopi ini pada KabarJombang.com, Rabu (11/8/2021).
Setiap hari kegiatan bermusik dibawah traffic light saat menandakan kendaraan harus berhenti dirinya mulai beraksi dengan tembang-tembang lawas, yang dia mulai berangkat sejak pukul 07.00 WIB hingga rasa lelah menghampirinya.
“Gak mesti, tapi kebiasaan jam 07.00 WIB sudah berangkat, pulangnya ya sampai capek baru pulang. Kalau masalah uang ya berapapun disyukuri, Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu,” ungkap Ajijan.
Diusia senjanya Mbah Ajijan mempunyai cerita yang hingga saat ini tidak dilupakannya saat dirinya sempat menjadi peserta transmigrasi ke Aceh oleh Pemerintah dan harus bersentuhan dengan peristiwa Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saat itu.
Berbekal jatah dua hektar lahan untuk satu KK, Mbah Ajijan rela melepas masa bermusiknya dengan “bunga seroja” dan memilih untuk mengikuti program transmigrasi tersebut dengan harapan menata perekonomiannya lebih baik lagi sebelum kembali ke kota kelahirannya yakni Jombang karena dihadapkan oleh pilihan dalam peristiwa GAM.
“Sekitar tahun 1980an itu saya dan keluarga ikut transmigrasi ke Aceh, saya bubarkan “bunga seroja” dan mengurus lahan disana, hanya saja waktu itu ada peristiwa GAM yang mengharuskan saya memilih untuk kembali ke Jombang. Dan saya putuskan untuk turun ke jalan seperti ini karena saya sudah tidak lagi muda,” jelasnya.
Sekitar tahun 1999 Mbah Ajijan memutuskan untuk kembali bermusik untuk dirinya sendiri dengan bakat yang dipunya demi mengumpulkan pundi rupiah memenuhi kebutuhannya sendiri.
“Selama masih kuat, saya akan begini. Pokoknya saya tidak mau merepotkan anak-anak saya yang sudah berkeluarga,” kata Mbah Ajijan memungkasi.