Misteri Kacang Sembunyi

Cak Besut
  • Whatsapp

Libur natal dan tahun baru ini, mengoreskan kenangan yang tak mungkin dilupakan Lek Sumo. Sebuah kenangan yang akan menjadi cerita anak cucu Lek Sumo, bahkan tiga sejawatnya, Cak Besut, Man Gondo dan Rusmini.

Ceritanya pagi itu, Lek Sumo seperti biasa singgah ke kedai kopi Rusmini. Di bale bambu tempat favoritnya, telah menunggu Cak Besut dan Man Gondo. Rusmini sendiri nampak sibuk meladeni para pembeli yang pagi itu cukup ramai.

“Teko ndi ae Lek ? tumben awan cakut ketok,” tegur Man Gondo.
“Biasa, anak-anak preian dadi ngemong sek,” jawab Man Gondo sekenanya. Cak Besut sendiri nampak santai menikmati kopi khas Rusmini. Usai menyeruput kopi pekat nya itu, dia mengajak kedua karib nya untuk bertamu ke rumah Babah Liang. Satu-satunya warga etnis kulit putih di kampung mereka.

“Ayo nang Babah Liang ngucapno selamat natal,” ajak Cak Besut.
“Loh oleh ta, jare haram,” timpal Man Gondo.
“Halah, ngucapno Selamat Natal gak bakal ngelong akidah, lek riko nganggep iku gak seiman yo anggep ae iku dulure awak dewe, podo makhluke pengeran, podo sak negorone. Ojo duwur-duwur bahas halal haram, mundak kesaplok pesawat penceng lambe riko kapok loh,” sergah Cak Besut. Belum sempat Man Gondo membalas, Cak Besut kembali melanjutkan omelannya.
“Ngene loh, ngaji iku ojo teko medsos, angger ngeshare kutipan ayat suci, lek ditakoni jawabe mung sampaikan walau satu ayat. ngaji iku golek guru, yai, ulama seng temen, ojo ngaji liwat yutub, liwat fesbuk, akhire dulure dewe dikafir-kafirno, surgo wes dikapling anggite rumah subsidi ta?,” sungut Cak Besut.

Lek Sumo yang mendengar omelan Cak Besut pada Man Gondo, hanya tertawa kecil. Sementara Man Gondo hanya cengar cengir tanpa mampu membalas omongan karibnya ini. Rusmini yang mendengar percakapan ketiga kawan ini, langsung ikut menimpali. Dia berencana ikut bersilahturahmi ke rumah Babah Liang. Singkat cerita, usai menutup kedai kopi Rusmini, mereka berempat berjalan bebarengan menuju rumah Babah Liang.

“Nuwun sewu bah,” teriak Man Gondo. Tampak dari dalam rumah, si empunya keluar dan membukakan pintu untuk empat sekawan ini.
Ayoo mlebu tak pikir sopo, tumben rame-rame enek opo iki,” jawab Babah Liang dengan bahasanya yang tak berbeda dengan bahasa warga sekitar. Babah Liang boleh dibilang satu-satunya warga etnis mata sipit di kampung Cak Besut. Namun Babah Liang sudah puluhan tahun tinggal di daerah itu. Dia membuka toko kelontong terbesar di kampung ini. Babah Liang juga dikenal sebagai warga keturunan yang pandai bergaul dan berjiwa sosial yang tinggi. Hampir tidak ada jarak, diantara warga dan Babah Liang. Meski berbeda agama dan keyakinan, tapi Babah Liang juga selalu mendatangi rumah-rumah warga, ketika sebagian besar di kampung nya ini merayakan hari raya Idul Fitri.

“Selamat natal bah, tumben sepi, kemana kerabat dan anak-anak, biasanya kan kalau hari natal kumpul bah,” cerocos Rusmini. Bergantian, ketiga karibnya mengucapkan selamat natal kepada Babah Liang. Keempatnya pun masuk ke ruang tamu setelah dipersilahkan oleh si empunya rumah.
“Anak-anak masih pada kerja, mungkin minggu depan baru ambil cuti, sekalian liburan tahun baru,” jawab Babah Liang singkat.

Meja tamu Babah Liang sudah terisi penuh toples jajanan. Namun, hal itu tak membuat Lek Sumo memalingkan pandangannya pada toples bening yang berisi kacang mente. Meski toples ini berada di ruang keluarga. Tepatnya berada disamping kursi santai depan televisi, namun tatapan nanar Lek Sumo seakan tidak bisa berpaling dari benda itu.

Babah Liang yang mempersilahkan tamunya mencicipi hidangan diatas meja, sontak kaget ketika dengan lugasnya Lek Sumo bertanya tentang keberadaan toples berisi kacang yang terkenal kelezatannya itu.

“Bah, kacang mente ne kok gak melok disuguhno se, wong yo kari separuh, mbarekan loh sampean tedas ta mangan iku,” tanya Lek Sumo tanpa basa basi.
“Loh gelem ta, lek gelem jupuk en tapi…” kata Babah Liang. Belum selesai, Babah Liang berbicara, Lek Sumo sudah mengambil toples berisi kacang mente incarannya. Dengan cepat ia melahap kacang mente dalam toples itu.
“Gelem ta, ojo garai kolesterol riko kumat,” ucap Lek Sumo menawari Man Gondo dan Cak Besut, namun seakan enggan berbagi.

Hampir separuh lebih Lek Sumo melahap kacang mente tersebut sendirian, sambil kelimanya bercengkrama. Raut muka Babah Liang yang berubah sejak Lek Sumo memakan kacang mente bisa terbaca Cak Besut.
“Opok o Bah, enek opo karo mente ne ?,” tanya Cak Besut.
“Gak, gak opo-opo kok, wes entek no Lek mesisan,” jawab Babah Liang sambil menahan tawa.
“Opo o Bah, jatah e putu ne sampean ta, lah maeng jare gak opo-opo, wes kadung iki bah,” jawab Lek Sumo sambil terus mengunyah.
“Tapi enak iki bah, sampean goreng dewe ta bah, opo tuku dadi,” tanya Lek Sumo.
“He.he.he enak ta, aku maeng kate ngomong tapi awakmu myosor ae, iku ngunu asline kacang sembunyi, alias sisane cokelat silperkuin. Awakmu kabeh yo ngerti aku lak gak duwe untu se, dadi cokelate tak muti, kacang e tak lompok no nang toples iku, lah seng jare mu enak iku yo bekas mut-mut an ku,” jawab Babah Liang sambil tertawa lepas.

Mendengar jawaban polos, Babah Liang, baik Cak Besut, Man Gondo dan Rusmini langsung tertawa terpingkal-terpingkal. Sementara, ekspresi wajah Lek Sumo sudah tidak mampu tergambarkan lagi. Mente yang ia telan seakan tercekat ditenggorokannya. Mau ia muntahkan, takut menyinggung perasaan Babah Liang. Dipaksa ditelan pun sudah tak mampu masuk tenggorokan karena terbayang bagaimana rasanya makan bekas Babah Liang.

Jare Cak Besut
Kulak ketan Nang Magetan
Balik-balik malah oleh lengo gas
Ancen enak kacang mut-mutan
Iso gawe seneb e wong gragas

*Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Iklan Bank Jombang 2024

TIMELINE BERITA

  • Whatsapp

Berita Terkait