Jejak dan Saksi Sejarah Sayyid Sulaiman Menyebarkan Islam di Tanah Jawa

Ket. foto : Makam Mbah Sayyid Sulaiman yang berada di Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung, Jombang.
  • Whatsapp

MOJOAGUNG, KabarJombang.com – Makam Sayyid Sulaiman masih menjadi salah satu jujukan para peziarah untuk mengenal lebih dekat dengan salah satu tokoh penyebar Agama Islam di tanah Jawa itu.

Jejak peninggalan Mbah Sayyid Sulaiman bukan hanya makam beliau yang berada di Dusun Rejoslamet, Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung. Dalam menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa, jejak peninggalan yang bisa dirasakan hasilnya sampai hari ini adalah masih berdirinya pondok Pesantren.

Baca Juga

Pesantren itulah yang kemudian menjadi salah satu peninggalan yang tak rapuh dimakan zaman, hingga hari ini. Di Jawa Timur (Jatim) bahkan khususnya Kabupaten Jombang, begitu banyak Pondok Pesantren.

Mungkin masyarakat bisa sedikit berkelakar bahwa Jatim merupakan salah satu provinsi, dimana begitu banyak Pondok Pesantren yang tersebar di setiap daerah. Perjuangan Mbah Sayyid dalam mendirikan pesantren terekam jelas kala lembaga pendidikan yang ia dirikan masih kokoh sampai hari ini.

Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, adalah salah satu saksi sejarah Mbah Sayyid dalam menyebarkan agama Islam dan turun temurun menurunkan pewaris perjuangan atau alim ulama, yang kemudian jadi pemangku beberapa pondok besar.

Seperti di Pondok Pesantren Sidoresmo dan Pondok Pesantren Al-Muhibbin Surabaya, sampai Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan.

Menikahi Putri Bangsawan

Kabarjombang.com coba merangkum dari berbagai sumber, Mbah Sayyid sendiri melahirkan beberapa keturunan yang kemudian jejak sejarahnya masih bisa ditemukan. Dari hasil pernikahannya dengan istri pertama di Krapyak Pekalongan, beliau dikaruniai empat orang anak. Yakni Hasan, Abdul Wahab, Muhammad Baqir dan Ali Akbar.

Ketika itu, pada masa perantauannya di Nusantara, Mbah Sayyid menikahi putri Maulana Sultan Hasanuddin, seorang Putri bangsawan keturunan Rasulullah, bernama Syarifah Khadijah, cucu dari Raden Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Masa perjuangan hingga mempunyai pengaruh besar ketika menyebarkan agama Islam pada waktu itu, membuat khawatir pemerintahan kolonial Belanda yang pada saat itu masih mendiami bumi Nusantara. Sehingga, saat menginjak dewasa, Sayyid Sulaiman pun diasingkan.

Diasingkan oleh pemerintah kolonial, kemudian tak membuat Mbah Sayyid gentar. Dirinya lalu tinggal di Krapyak, Pekalongan, Jawa Tengah dan di sanalah ia kemudian menikah dan melahirkan keturunan beberapa orang putra.

Empat di antaranya laki-laki, yakni Hasan, Abdul Wahhab, Muhammad Baqir, dan Ali Akbar. Dari Pekalongan, Mbah Sayid Sulaiman lalu berkelana lagi. Solo (Surakarta) waktu itu menjadi tempat tujuan.

Untuk diketahui, Mbah Sayyid Sulaiman bin Abdurrahman Basyaiban merupakan tokoh penyebar agama Islam di Jawa Timur yang juga masih keturunan ke-27 dari Rasulullah Muhammad SAW.

Pria Keturunan Hadramaut

Menurut Juru Kunci Makam Sayyid Sulaiman, Muchidun, ia mengatakan bahwa tokoh yang menyebarkan agama Islam di Jatim itu dulunya merupakan seorang anak dari pria Arab bernama Abdurrahman.

Dirinya merupakan seorang Sayyid, keturunan Rasulullah, yang memiliki gelar Basyaiban. Gelar Basyaiban itu sendiri merupakan gelar warga habib keturunan Sayid Abu Bakar Syaiban.

“Ulama terkemuka di Tarim, Hadramaut. Dikenal alim dan juga sakti,” ucapnya pada Minggu (31/7/2022).

Sementara itu, ayah dari Sayyid Sulaiman, yaitu Abdurrahman sendiri, masih tergolong cicit dari Sayid Abu Bakar Basyaiban. Dirinya merupakan putra sulung dari Sayyid Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Basyaiban.

Abdurrahman muda yang pada pertaruhan hidupnya itu dan melahirkan generasi paling berpengaruh itu, lahir pada abad ke-16 Masehi di Tarim, Yaman Selatan tepatnya sebuah perkampungan sejuk di hamparan Hadramaut, yakni gudangnya para wali yang dikenal masyhur.

Abdurrahman lalu memulai perjalanannya ke Nusantara dan menginjakkan kaki di Pulau Jawa tepatnya di Cirebon, Jawa Barat. Ia memulai perjalanannya dari Yaman menuju Nusantara dengan menggunakan kapal.

“Pada zaman itu memang banyak orang Arab bermigrasi ke Indonesia. Tujuan utamanya dagang sama berdakwah,” tukasnya.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait