JOMBANG, (kabarjombang.com) – Pengakuan mantan Anggota Dewan Kabupaten Jombang periode 2009 – 2014 hingga Anggota Dewan periode 2014 – 2019 sendiri membuktikan jika reses fiktif bukan lagi isapan jempol. Alih-alih besaran dana reses tidak mencukupi untuk melakukan serap aspirasi, namun hal tersebut justru menjadi bumerang bagi para anggota dewan sendiri.
Kasus ini pun diakui LInK (Lingkar Indonesia untuk Keadilan) yang telah mendapat atensi dari aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Berapa pun besaran dana reses, tidak bisa dijadikan dalih oleh siapapun melakukan tindakan melawan hukum. Manipulasi data itu melawan hukum. Jika ada dugaan kerugian uang negara, maka itu bisa dianggap korupsi,” tegas Aan Anshori, Direktur LInK, Sabtu (9/4/2016).
Aan menyebut, pihaknya telah menginformasikan dugaan reses fiktif DPRD Jombang baik ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim maupun lembaga anti rasuah KPK. Menurut pria yang juga menjadi koordinator Gusdurian Jatim serta LPBH NU ini memastikan, KPK telah memberi atensi atas permasalahan dugaan reses fiktif serta gratifikasi yang berseliweran di DPRD Kabupaten Jombang.
“Aku hanya memperingatkan kepada anggota DPRD Jombang agar berhati-hati dalam masalah ini,” tambah Aan.
Pria yang memiliki jaringan nasional cukup luas ini mengatakan, kepatuhan melaporkan harta kekayaan di lingkungan DPRD Jombang juga sangat rendah. Dua orang unsur pimpinan DPRD Jombang, menurutnya, melaporkan LHKPN terakhir pada tahun 2003. Hal inilah yang nantinya jadi pintu masuk untuk mengungkap segala ketidakberesan yang ada di tubuh DPRD Jombang.
Di akhir keterangannya ditekankan, betapa susahnya membersihkan virus korupsi kalau pucuk pimpinannya tidak tegak lurus.
Ketua DPRD Jombang periode 2014 – 2019, Joko Triono ketika dikonfirmasi minggu (10/4/2016) enggan berkomentar. Pesan singkat yang dikirim ke ponselnya tidak berbalas. (di)
Baca Juga: Dugaan Reses Fiktif, Penyimpangan Kunker hingga Mengalirnya Uang Panas ke Kantong Para Wakil Rakyat