Terkendala Dapodik, Siswa SMPN 2 Ploso Jombang Terancam Dikeluarkan

Papan nama SMPN 2 Ploso, Jombang. (Istimewa).
  • Whatsapp

PLOSO, KabarJombang.com-Salah seorang wali murid SMP Negeri 2 Ploso, Jombang, mengaku anaknya tidak masuk dalam data penerimaan siswa baru. Demikian ini karena terkendala dengan sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada saat pendaftaran.

Adalah Mohamad Budiono salah seorang wali murid yang mendapat penjelasan dari Kepala SMPN 2 Ploso, Jombang, jika anaknya akan dikeluarkan dari sekolah karena sudah melebihi kuota siswa.

Baca Juga

Dikatakan Kepala SMPN 2 Ploso, sesuai aturan dari pusat harusnya 32 murid per kelas. Sedangkan di kelas yang sekarang ditempati V anaknya jumlah muridnya sebanyak 33.

“Maka secara sistem harus dikeluarkan satu. Padahal anak saya sudah dapat seragam, dapat buku paket, juga sudah membayar iuran untuk kegiatan Pramuka,”ujar Mohamad Budiono kepada KabarJombang, Jumat (26/7/2024).

Dikatakan Budiono, kepala sekolah beralasan, anaknya terancam tidak bisa masuk di SMPN 2 Ploso. Hal ini karena tidak memdapat PIN dan sistem dari pusat sudah terkunci.

Selanjutnya, Budiono menuntut ke pihak SMPN 2 Ploso terkait itu. Menurutnya, dengan alasan apapun pihak sekolah dilarang keras mengeluarkan secara sepihak warga sekitar tempat domisili sekolahan.

Budi panggilan akbrabnya juga memohon agar anaknya bisa diterima kembali di sekolahan terdekat yaitu SMPN 2 Ploso yang beralamatkan di Desa Jatigedong, Ploso, Jombang tersebut. Karena menurutnya penerimaan siswa dari penduduk sekitar juga merupakan bagian dari kegiatan CSR di tempat domisili sekolahan.

Menurut Budiono, selain anaknya juga ada siswa lainnya yang bernasib sama seperti anaknya. Yakni A dan I.

Kepala SMPN 2 Ploso saat dikonfirmasi mengungkapkan, ketidakbenaran informasi yang diberikan Budiono tersebut. Winarko berusaha menjelaskan kepada KabarJombang.com  Jumat (27/7/2024).

Menurut Winarko, kejadian berawal dari, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 yang dilakukan secara online. SMPN 2 Ploso memiliki pagu sebanyak 160 siswa. Ketika di tahap pertama kuota tersebut sudah terpenuhi.

Kemudian ada masyarakat sekitar sekolah, datang ke sekolah dan mengeluh karena tidak punya PIN sehingga anaknya tidak bisa mendaftar. Setelah diselediki lebih dalam ternyata berkas administrasinya tidak lengkap.

“Di antaranya akta kelahirannya yang asli tidak ada, hanya fotocopyan yang diupload, lalu tidak melengkapi foto, dan ada yang Kartu Keluarga (KK) dan aktanya tidak cocok,” ujar Winarko, Kepala SMPN 2 Ploso.

Dikatakan Winarko, terkait itu pihaknya memberi waktu selama sebulan untuk melakukan verivikasi. Akan tetapi sampai selesai tidak ada pembenahan, yang akhirnya membuat anak tersebut tidak bisa diverifikasi dan tidak mendapatkan Personal Identification Number (PIN).

“Faktor yang menjadikan anak tersebut tidak bisa mendapatkan PIN adalah karena berkas akta kelahiran, yang diunggah merupakan fotocopyan dan tidak asli. Karena sesuai dengan peraturan di Petunjuk Teknis (Juknis), semua yang diunggah harus merupakan berkas asli,” ungkapnya.

“Aktanya yang asli, katanya dulu sempat hilang, kemudian dicari lagi dan ketemu, akan tetapi proses seleksi sudah berjalan. Artinya kalau sudah proses seleksi anak tersebut tidak bisa masuk. Kemudian waktu itu orang tua siswa datang ke sekolah dengan membawa surat permohonan dari kepala desa supaya anak tersebut bisa bersekolah di SMPN 2 Ploso,” lanjutnya.

Tapi lanjut Winarko, pihak sekolah tidak bisa menjanjikan untuk bisa masuk, dikarenakan sistemnya yang online dan sekolah tidak punya kewenangan akan hal itu.

“Saya tidak bisa menjanjikan karena sistemnya kan online, tapi sekolah juga kan sebagai bagian dari masyarakat, masa ya tega langsung nolak. Oleh karena itu masih kami tampung dulu anak tersebut, dengan tetap mengupayakan supaya bisa masuk dapodik, tapi kami tidak bisa menjanjikan,” ucap Winarko.

“Maka dari itu dalam proses kami mengupayakan, saya meminta supaya hal tersebut tidak heboh, kami lihat dulu hasil progresnya sejauh mana. Saya juga sudah menyampaikan kepada orang tuanya tetapi memang sampai dengan saat ini terakhir dicoba oleh operatornya ternyata belum juga bisa,” imbuhnya.

Upaya yang sedang dilakukan pihak sekolah saat ini adalah mengkomunikasikanya dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang (Disdikbud). Untuk bisa membuka kunci dapodik dan memasukan anak tersebut.

“Karena ini sudah ada surat permohonan dari kepala desa dan sekolah merupakan bagian dari masyarakat. Kalau ada anak yang tidak sekolah itu kan sedih juga kami. Semoga nanti ada perubahan dan kelonggaran,” harapnya.

Winarko menambahkan, tiga siswa yang terkendala pada masalah dapodik tersebut yang dua di antaranya dengan inisial A dan I sudah berkenan untuk dipindahkan ke sekolah lain.

Akan tetapi siswa dengan inisial V, dikarenakan orang tuanya masih ingin anaknya untuk bersekolah di SMPN 2 Ploso, dengan alasan ekonomi dan dekat dengan rumah. Maka siswa tersebut sampai hari ini masih mengikuti pembelajaran di SMPN 2 Ploso.

“Kami sangat membolehkan siswa tersebut mengikuti pembelajaran di SMPN 2 Ploso dan sampai hari ini pun ia masih bersekolah. Tapi kami tidak bisa menjanjikan, dan kalau datanya tidak masuk dalam dapodik nantinya akan bermasalah pada rapot yang tidak bisa muncul. Jadi anak tersebut hak pendidikanya tidak kami halangi dan mohon ini dimengerti,” jelasnya.

Pada intinya pihaknya sangat senang apabila anak tersebut ingin sekolah dan pihaknya tidak ada niat untuk menolak dan menghalang-nggalangi anak tersebut untuk bersekolah. Menurutnya siswa berinisial V tersebut sampai hari ini masih mengikuti pembelajaran di SMPN 2 Ploso.

“Prosesnya terbuka semua, kesalahanya cuma 1, yakni akta kelahiran anak tersebut tidak asli dan tidak bisa verifikasi. Sudah dikasih waktu 1 bulan dan belum juga diverifikasi. Pada waktu proses seleksi sudah berjalan hampir selesai, kemudian wali murid tersebut datang ke sekolah dengan membawa surat permohonan dari desa,” terangnya.

Winarko mengatakan, tidak ada motif apapun selain ingin membantu masyarakat sekitar. Dikarenakan disitu ada juga faktor surat permohonan yang disertai dengan keterangan kurang mampu dari desa dan demi bisa sekolahnya anak tersebut.

“Saya dari awal memang pertimbanganya seperti itu. Tetapi karena faktor ekonomi keluarga dan demi bisa sekolahnya anak tersebut. Saya tidak ada motif apapun selain membantu masyarakat sekitar,” katanya.

“Semoga nanti ada perubahan dan kelonggaran, berarti ini kan berkaitan dengan sistem yang ada di Kementerian,”katanya.

Menurutnya dengan selesainya PPDB, maka sekolah tidak bisa menentukan diterima apa tidaknya siswa tersebut. Sekolah cuma bisa mennggu dari sistem dapodiknya. Anak tersebut kalau masih ingin bersekolah di SMPN 2 Ploso dipersilahkan pihak sekolah, dan masih diupayakan untuk bisa masuk di dapodik.

Kemudian untuk masalah iuran kegiatan Pramuka, Winarko mengungkapkan iuran tersebut bukan dari sekolah akan tetapi iuran yang sifatnya dikoordinir kelas untuk keperluan makan.

“Lalu yang masalah seragam, itu merupakan seragam gratis, bukan beli. Saya belum pernah mengharuskan anak itu beli seragam, kan setiap anak mendapat seragam berupa kain biru putih secara gratis,” urainya.

“Kalau buku paket, itu merupakan pinjaman dari perpustakaan sekolah dan tidak ada yang beli. Anak-anak belajar apa tidak ada bukunya,” sambungnya.

“Dan kami tidak pernah mengeluarkan, karena permohonan tersebut masih berproses dan hanya saja masih terkendala di dapodiknya tersebut. Karena kalau anak tersebut tidak sekolah kami juga akan merasa terbebani,” pungkasnya.

 

 

Berita Terkait