PLANDAAN, (kabarjombang.com) – Minimnya sarana dan prasarana penunjang masih saja terus mewarnai potret kelam dunia pendidikan. Di Kabupaten Jombang, tepatnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pojokklitih 3, Kecamatan Plandaan, para guru dan murid harus berjibaku dengan derasnya air sungai untuk bisa mencapai sekolah mereka.
Selain menempuh medan yang membahayakan, mereka masih diharuskan berjalan kaki selama kurang lebih 1,5 jam menyusuri hutan untuk bisa sampai di sekolah tempat mereka belajar mengajar.
Namun, semangat para guru dan murid SDN Pojokklitih 3 Plandaan memang patut diacungi jempol. Jika musim penghujan seperti saat ini, bisa dibayangkan bagaimana rumitnya jalur yang harus mereka tempuh setiap hari menuju lokasi sekolah mereka yang ada di Dusun Nampu Desa Klitih Kecamatan Plandaan. Meski begitu, baik guru maupun murid tetap saja bersemangat dan tidak kenal putus asa.
“Motor dititipkan di penitipan di Dusun Tondowesi Desa Pule Kecamatan Jatikalen Kabupaten Nganjuk. Dilanjutkan jalan kaki melalui jalur sejauh 4 kilometer. Kalau jalur luar antara 15-30 kilometer. Karena jalur ini jalur pintas,” ujar Kepala SDN Pojokklitih 3 Plandaan, Suwadi kepada wartawan, Jumat (4/3/2016).
Kepala Sekolah yang masih satu tahun bertugas di SDN Pojokklitih 3 Plandaan tersebut mengaku, jika pada musim penghujan, tantangan bertambah. Baik guru maupun murid harus bersabar menunggu surutnya air.
“Kalau jam pulang sekolah hujan lebat pasti air sungainya meluap dengan ketinggian setinggi dada orang dewasa. Mau tidak mau harus menunggu surut antara 2-3 jam agar bisa menyebrang ketika mau pulang. Saya aja dulu pernah mau hanyut gara-gara kaki tertimpa batu. Beruntung masih bisa diselamatkan rekan guru lainnya,” cerita Suwadi.
Hal senada juga dikatakan oleh Laila Maulidah (34). Guru kelas V yang mulai mengajar di SDN Pojokklitih 3 sejak tahun 2004 lalu ini menceritakan jika pada musim penghujan, ada guru yang selalu membawa tali tampar untuk alat bantu menyebrang. “Kalau musim hujan bapak-bapak sedia tali tampar. Nantinya tali dibuat pegangan ketika menyebrang,” ujarnya.
Laila menjelaskan, rute sehari-hari yang harus dilewati yakni pos pertama di Dusun / Desa Pule Kecamatan Jatikalen Kabupaten Nganjuk. “Di pos pertama satu guru dengan lainnya saling menunggu. Setelah itu perjalanan dilanjutkan bersama-sama ke pos dua Dusun Tondowesi Desa Pule. Dalam perjalanan harus menyebrang sungai Beng tiga kali. Selanjutnya istirahat di pos tiga laskar kendem Dusun Nampu Desa Klitih. Setelah itu menuju ke sekolah,” jelas Laili.
Sementara itu, Dina Puspitasari (12) siswi kelas VI bersama 15 temannya yang lain berharap agar dibangun jembatan antara Dusun Nampu Jombang dengan Dusun Kedungringin Nganjuk agar perjalanan menjadi mudah.
“Kalau jalan yang biasa dilalui sungainya banjir, terpaksa tidak masuk sekolah. Saya berharap agar dibangun jembatan penyeberangan antara Dusun Nampu Jombang dengan Dusun Kedungringin Nganjuk,” harapnya.
Sekedar untuk diketahui, murid SDN Pojokklitih 3 Plandaan ini mulai kelas I sampai kelas VI berjumlah 19 siswa. Seorang Kepsek, 4 guru PNS, 3 GTT, dan seorang penjaga sekolah. (di/karjo)