Peristiwa

Warga Diwek Jombang Ini Temukan Kejanggalan pada Tanah yang Dibelinya, Tiba-tiba Muncul Sertifikat atas Nama Orang Lain

DIWEK, KabarJombang.com – Seorang warga asal Diwek, Kabupaten Jombang, Dr. H. Nurul Yaqin, mengungkapkan kejanggalan terkait tanah yang telah dibelinya beberapa tahun lalu. H. Nurul terkejut saat mengetahui bahwa tanah yang telah dibelinya di Desa Kedawong, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang dan secara fisik pun sudah dikuasainya juga, tiba-tiba tanpa sepengetahuan diri dan keluarganya berpindah tangan ke orang lain yang juga mengaku sebagai pembelinya. Tanah yang sebagiannya sudah ia urug tersebut, asal mulanya rusak dan berlubang-lubang karena bekas dibuat batu bata.

Ketika ditemui di rumahnya, H. Nurul sambil menunjukkan berkas-berkasnya mengatakan bahwa tanah yang dia beli pada tahun 2015 tersebut dengan luas kurang lebih 400 meter persegi diatas-namakan istrinya. Pada waktu pembelian tanah tersebut masih berstatus Letter C milik Almarhum H. Mansur.

Karena Almarhum tidak mempunyai anak, maka para Ahli Warisnya yang beralamat di Desa Pasarlegi, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamogan yaitu Kisman, Sipuk, Anisa, Marmah, dan Siti Rukayah dibantu oleh H. Nurul melalui seorang Pengacara Syahbiyan untuk mendapatkan Penetapan Ahli Waris di Pengadilan Agama Lamongan dan berhasil, sehingga keluarlah Penetapan Ahli Waris No. 0172/Pdt.P/2014/PA.Lmg pada tanggal 19 Maret 2015.

“Ninik Widayani, istri almarhum H. Anwar keponakan sekaligus sebagai anak angkat almarhum H. Mansur adalah sebagai Kuasa Jualnya. Ninik Widayani dengan Surat Kuasa Jual dari Ahli Waris H. Mansur tersebut tanggal 16 November 2015, melaksanakan proses jual beli tanah antara para ahli waris H. Mansur dan istri pada tanggal 20 November 2015 dan dengan melalui jasa Notaris/PPAT Masruchin, SH, Mhum,” ujarnya saat diwawancarai pada Selasa (6/5/2025)

Di Jombang mereka mengurus administrasi & mengajukan pembuatan Sertifikat Hak Milik tanah (SHM) ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Jombang yang tercatat dengan Nomor Berkas Permohonan 28461/2015. Kemudian tanah tersebut diukur oleh Petugas BPN Jombang yaitu oleh Sdr. Yoga & seorang temannya pada awal tahun 2016.

Karena pada waktu itu H. Nurul Yaqin sedang Tugas Belajar S3 Beasiswa Luar Negeri, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemenristekdikti, di USA, maka mereka serahkan 100% proses pembuatan SHM tersebut kepada Notaris/PPAT tersebut di atas.

Setiap setahun sekali ketika ia pulang ke tanah air libur kuliah, ia menemui Notaris/PPAT menanyakan SHM atas nama istrinya apakah sudah keluar atau belum. Ternyata belum juga keluar, dan Notaris/PPAT juga mengatakan sudah berkali-kali berkirim surat ke Pimpinan BPN Jombang pada waktu itu untuk menanyakan Peta Bidangnya, namun tidak pernah ada balasan.

“Anehnya, dalam kurun waktu penantian yang lama itu, tiba-tiba muncul SHM tanah tersebut atas nama orang lain, yaitu Sugiono dan Siti Halimah, yang juga warga satu desa dengan H. Nurul,” ungkapnya.

Sugiono yang aslinya adalah warga pendatang menggugat kami di Pengadilan Negeri Jombang pada tahun 2019. Pada waktu itu H. Nurul sedang di Indonesia, tapi sedang fokus pada penelitian dan penulisan disertasinya.

“Bagi kami gugatan tersebut seperti serangan mendadak ujar H. Nurul, dan kami kalah termasuk dalam upaya hukum berikutnya yang berujung pada eksekusi pada 19 Desember 2024,” Ujar H. Nurul.

“Selanjutnya, kami merasa diserang mendadak karena objek/tanah tersebut sudah diukur oleh Petugas BPN Jombang secara baik dan benar, para ahli waris juga hadir dan disaksikan oleh Almarhum Ghozali, Kades Kedawong, Kecamatn Diwek, kabupaten Jombang pada masa itu,” lanjutnya.

Tidak puas sampai disitu, Pengacaranya menemukan adanya kejanggalan yang perlu dibongkar dalam pembuatan SHM atas nama Sugiono dan Halimah tersebut. Pengacara tersebut mencurigai adanya cacat prosedur dalam pembuatan SHM tersebut, salah satu di antaranya ialah Jual-beli Sugiono-Halimah dan 5 ahli waris tersebut (yaitu Kisman, Sipuk, Anisa, Marmah, dan Siti Rukayah) terjadi pada tahun 2017, sedangkan Sipuk (salah satu Ahli Waris) sudah meninggal dunia pada tanggal 9 Juni 2016 sebagaimana yang tertulis di batu nisannya.

“Waktu yang kami dikalahkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jombang tersebut kami juga sudah memasukkan foto batu nisan kuburan Sipuk dan Surat Keterangan Kematian Sipuk dengan nomor: 470/362/413.311.12/2019 yang dikeluarkan oleh Kades Pasarlegi, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan yang menerangkan bahwa Sipuk meninggal pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2016.

Sedangkan Pengugat (Sugiono dan Siti Halimah) menggunakan Surat Keterangan Kematian Sipuk Nomor: 470/596/413.311.12/2017 yang menerangkan bahwa Sipuk meninggal pada hari Kamis tanggal 8 September 2017. Menurutnya hal tersebut tidak sinkron antara tanggal dan harinya yang juga dikeluarkan oleh Kades Pasarlegi.

Namun telah diterangkan kembali oleh Kades tersebut dengan Surat Keterangan Nomor: 470/04/413.311.12/2022 bahwa tanggal dan tahun kematian Sipuk di Surat Keterangan yang digunakan oleh Sugiono tersebut tidak benar, dan yang benar adalah Sipuk meninggal dunia pada hari Kamis Kliwon tanggal 9 Juni 2016 sebagaimana yang telah diterangkan pada Surat Keterangan Kematian Sipuk Nomor: 470/362/413.311.12/2019.

H. Nurul mengatakan bahwa pihaknya sebagai pembeli pertama yang beriktikat baik telah menjadi korban. Jika Sugiono juga merasa menjadi korban, seharusnya dia bersama pihaknya menuntut pihak Ahli Waris tersebut karena sudah menjual tanah yang sama sebanyak dua kali.

Tapi anehnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jombang pada tahun 2019, Sugiono malah bekerjasama dengan dua orang Ahli Waris yaitu Anisa (ibunya Yahman) dan Siti Rukayah sebagai saksi-saksi di pihak Sugiono. Selanjutnya dia mengatakan, sebenarnya Anisa dan Siti Rukayah pernah terima duit tanah dari pihak H. Nurul yang diserahkan langsung oleh Kuasa Jualnya di rumah kami pada hari Senin (malam), tanggal 2 November 2015.

H. Nurul mengatakan, sebelum sidang kesaksian dimulai, 2 orang saksi tersebut yaitu Anisa dan Siti Rukayah menghadap hakim dan minta agar mereka tidak disumpah namun tidak dikabulkan.

“Ternyata di persidangan tersebut Anisa berbohong dengan mengaku tidak pernah terima duit dan tidak kenal dengan kami. Demikian juga halnya dengan Yahman anaknya Anisa, di luar sidang, ketika di Balai Desa Pasarlegi, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan dengan disaksikan oleh Sekdes dan Kadesnya, sambil menjabat tangan saya, dia bersumpah Mati Kalau dia terima duit dari kami,” terangnya.

“Nah, ternyata Allah SWT menunjukkan sumpah palsunya itu, yaitu tidak seberapa lama dia pun mati karena dia sebelumnya memang sudah pernah terima duit tanah dari kami yang diserahkan langsung di rumah kami oleh Kuasa Jual Ahli Waris pada hari Rabu (malam), tanggal 4 November 2015,” ungkapya.

H. Nurul mengatakan bahwa sekarang Kisman, Sipuk, Anisa, Marmah, Siti Rukayah, dan Yahman sudah meninggal dunia. Beberapa tahun lalu bersama istri dan anaknya ia berkunjung ke rumah almarhum Kisman dan ketemu salah satu anak laki-lakinya yang bernama Suhud.

Mereka disambut dengan baik dan di rumah itu pula H. Nurul menunjukkan kepada Suhud tanda-tangan bapaknya (Kisman) di Surat Persetujuan & Kuasa Jual Ahli Waris tertanggal 16 Nopember 2015, dan pada waktu itu juga Suhud mengatakan ya, itu benar tanda tangan bapaknya.

“Mengapa sih bapak sampean kok menjual lagi ke Sugiono tanah yang sudah kami beli dan sudah diukur oleh BPN Jombang, bayangkan bagaimana nasib bapak sampean di alam kubur sana, tapi kami akan maafkan bapak sampean jika tanah tersebut kembali kepada kami,” heranya.

Kepada H. Nurul anak almarhum Kisman itu menjawab bahwa dia merasa bapaknya hanya diperalat oleh Yahman, bahkan bapaknya tidak mau diberi oleh Yahman uang dari jual beli tanah tersebut kepada Sugiono. Wallahu ‘alam.

Selanjutnya mengenai kematian Yahman, anak almarhum Kisman itu juga berkomentar “Mas Yahman sumpah mati ya mati tenanan.” Jadi tersirat dari perkataan Suhud tesebut, diduga almarhum Yahman teman Sugiono itu adalah dalang dari semua kejadian ini.

Selain itu H. Nurul juga menemukan bukti/keganjilan lagi di Akte Jual Beli Sugiono & Siti Halimah, Nomor: 423/2017 tanggal 23 Oktober 2017 yang dikeluarkan oleh seorang Notaris/PPAT yang beralamat di Jombang, yang di dalamnya mengatakan bahwa Surat Kuasa Ahli Waris kepada Kisman yang dibuat dibawah tangan untuk tujuan transaksi ditanda tangani oleh Ahli Waris yang 5 orang itu pada tanggal 2 Oktober 2017 padahal Sipuk sudah meninggal dunia pada tanggal 9 Juni 2016.

Bahkan jika dicermati lagi, Surat Keterangan Kematian Sipuk Nomor: 470/596/413.311.12/2017 (yang digunakan oleh Sugiono dan Siti Halimah pada gugatannya tahun 2019 di Pengadilan Negeri Jombang), yang menerangkan bahwa Sipuk meninggal dunia pada hari Kamis tanggal 8 September 2017 adalah secara tidak langsung sudah merupakan pengakuan bahwa sebenarnya Jual-Beli mereka terjadi pada saat Sipuk sudah meninggal dunia.

“Berarti jual belinya cacat prosedur. Apalagi jika dibanding dengan tahun kematian Sipuk yang sebenarnya yaitu 9 Juni 2016. Pertanyaannya sekarang, jempol atau tanda tangan siapa kah pada nama Sipuk yang ada pada Surat Kuasa Jual yang digunakan Kisman untuk Akte Jual Beli Nomor: 423/2017 itu?,” tanyanya.

Alhamdulillah kepalsuan semakin terungkap setelah 2 orang saksi di Akte Jual Beli (AJB) Nomor: 423/2017 tersebut berhasil kami temui. Saksi pertama (mantan Staf Notaris/PPAT mereka tahun 2017) mengatakan tidak tahu menahu adanya Akte Jual Beli tersebut, tidak kenal dengan Sugiono & Halimah dan mengatakan tanda tangannya dipalsu.

Saksi kedua (juga mantan Staf Bagian Draf AJB Notaris/PPAT mereka tahun 2017) mengatakan bahwa Akte Jual Beli tersebut sebenarnya dibawa pulang oleh Sugiono (take home) yang berarti penanda-tanganan Akte Jual Beli mereka sebenarnya tidak dilaksanakan di depan Notaris/PPAT, yang berarti juga tidak sesuai prosedur.

H. Nurul menegaskan, bergerak dari kecurigaan itulah pihaknya terus mengumpulkan bukti-bukti baru untuk menggugat Sugiono dan Siti Halimah atas objek/tanah yang sama namun dalam substansi yang berbeda. Karena ia berprinsip kebenaran dan keadilan dalam hal ini harus ditegakkan dan kami tetap akan berjalan jujur-jujur saja.

“Dalam usaha mencari dan mengumpulkan bukti baru, disamping kami sudah mendapatkan Surat Keterangan Kematian Sipuk yang sebenarnya dan lain-lainnya seperti disebut di atas, H. Nurul selanjutnya mengatakan, kami juga mendapatkan copy SHM No. 296 yang dikeluarkan oleh BPN Jombang pada tanggal 6 Juli 2017 (sudah kami cek kebenarannya di BPN Jombang) atas nama Sipuk, Anisa, Marmah, Siti Rukayah, dan Kisman untuk tanah yang padahal sudah kami beli pada tahun 2015 dan sudah diukur oleh BPN Jombang pada awal tahun 2016 dengan Nomor Berkas Permohonan 28461/2015,” jelasnya.

SHM No. 296 tersebut ditandatangani oleh Kepala BPN Jombang pada waktu itu bernama: Ribut Hari Cahyono. H. Nurul dan istrinya mengatakan, kami yang berdiam di batas Barat tanah tersebut dan tetangga disekitarnya pun tidak pernah tahu dan menyaksikan adanya pengukuran untuk SHM No. 296 tersebut.

“Disini ditemukan kejanggalan lagi yaitu kenapa tanpa adanya ukur ulang oleh BPN Jombang kok bisa muncul SHM No. 296 atas nama penjual yang 5 orang ahli waris tersebut. Diduga ada oknum yang bermain yang mana hasil pengukuran yang dilakukan oleh Sdr. Yoga (petugas ukur BPN Jombang) atas permohonan istri saya dengan Nomor Berkas Permohonan 28461/2015 telah dibajak untuk menerbitkan SHM No. 296, yang kemudian dijual lagi kepada Sugiono dan Halimah,” ucapnya.

Namun dengan Jual-beli yang juga cacat prosedur karena Sipuk sudah meninggal dunia dan ditambah lagi dengan pengakuan 2 mantan staf Notaris/PPAT mereka sebagaimana yang disebutkan di atas.

Dan ketika H. Nurul mengecek Berkas Permohonannya nomor 28461/2015 di BPN Jombang, ternyata berkas tersebut tidak ditemukan, dan Pimpinan BPN Jombang yang sekarang mengatakan berkas tersebut masih sedang dicari.

“Mereka mengatakan sebenarnya Sugiono sudah tahu tanah tersebut mereka beli karena pada hari Jum’at pagi tanggal 15 April 2016 Sugiono datang ke rumah mereka dan mengatakan bahwa dia (Sugiono) tidak akan mengganggu tanah yang sudah mereka beli tersebut,” kata H. Nurul.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Sugiono datang pada Jum’at pagi itu karena dia kecewa gagal untuk menjual tanah yang didiami oleh Ninik Widayani di Desa Kedawong, persis di timur tanah yang sudah kami beli tersebut.

“Ia merasa kecewa kepada kami karena mungkin dia menganggap kami telah memberikan informasi kepada calon pembelinya dengan informasi yang tidak sesuai dengan keinginannya sehingga calon pembelinya itu mundur,” bebernya.

Penemuan-penemuan bukti baru tersebut yang kemudian menjadi dasar ia menggugat di Pengadilan Negeri Jombang kepada Sugiono dan Halimah serta para ahli waris H. Mansur di Lamongan.

Dr. H. Nurul Yaqin, Doktor tamatan University of Massachuetts, Amherst, Amerika Serikat ini, mengharapkan dan berpesan agar oknum-oknum yang terlibat dalam kasus dan perkara tanah tersebut di atas, segera sadar dan memperbaiki kesalahan yang berdampak merugikan orang lain.

“Ingatlah pada waktu kalian dulu masih kuliah, dosen-dosen kalian mencetak kalian menjadi sarjana adalah agar kalian antara lain bisa bekerja dan menjalankan tugas secara profesional tidak mudah diintervensi oleh siapapun dalam bentuk apapun,” pesanya.

Ia juga mengharapkan agar proses hukum selanjutnya bisa berjalan dengan adil, pihak BPN Jombang bertanggung jawab dan bisa menemukan kembali berkasnya dengan Nomor Berkas Permohonan 28461/2015 serta melanjutkan proses pembuatan SHM atas namanya sebagaimana yang telah diajukan melalui Notaris/PPATnya sejak tahun 2015.

Saat ini wartawan Kabar Jombang masih berupaya untuk mengkonfirmasi pihak-pihak terkait yang ada dalam kasus tersebut.

Leave a Comment
Share
Published by
Kevin Nizar