Ratusan Pasien ODGJ, Ini Tehnik Penyembuhan di Griya Cinta Kasih

Aktivitas para pasien sakit jiwa di Yayasan Griya Cinta Kasih. (Foto: Anggraini Dwi Sa'idah)
  • Whatsapp

JOGOROTO, Kabarjombang.com – Yayasan Griya Cinta Kasih  (GCK) di Dusun Subentoro, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Jogoroto, Jombang ikut terdampak pandemi Covid-19. Pasalnya, kucuran dana dan perawatan ratusan pasien sakit jiwa menjadi terbatas.

Dalam penanganan tehnik penyembuhan dan perawatan pasien, Kepala Yayasan Griya Cinta Kasih, Jami’in (59)  memaparkan, selama berdirinya yayasan hingga sekarang, tidak pernah ada dokter atau anggota medis ikut terlibat dalam proses penyembuhan dan perawatan pasien.

Baca Juga

Semua dihandle sendiri bersama keluarganya tanpa ada pihak-pihak lain.

“Saya dan keluarga dalam merawat pasien-pasien dengan cara mengembalikan ingatan-ingatannya yang dulu. Karena orang yang sakit jiwa itu sebenarnya orang yang memiliki keinginan dan kemauan yang tidak disadari dengan rasa keimanan dan tidak bisa menerima kenyataan,” kata Jami’in saat ditemui tim KabarJombang.com diruangannya, Kamis (6/8/2020).

Menurut Jami’in, umumnya kasus pasien penderita sakit jiwa di Yayasan Griya Cinta Kasih disebabkan karena desakan ekonomi, percintaan, dan narkoba.

Jami’in menegaskan, di Yayasan Griya Cinta Kasih ‘tidak mengobati pasien tetapi mengembalikan ingatan mereka dulu’,

“Mereka sebelumnya bisa bekerja, salat, bermasyarakat, dan saling membantu antar sesame, “ujarnya.

Lebih lanjut Jami’in menjelaskan, teknik penyembuhan pasien sakit jiwa dari mulai pertama masuk adalah dengan menumbuhkan dan menanamkan rasa kasih sayang, humanis, tidak dikucilkan, diperhatikan. Karena itu, katanya, adalah kunci agar pasien tidak mengalami pemberontakan.

Yang juga perlu diperhatikan dari upaya penyembuhan para pasien adalah dari sisi kerohanian, cara pendekatan, baru dilakukan komunikasi antar pasien.

“Pasti mereka itu mempunyai kebaikan, tidak mungkin ada orang yang tidak mempunyai kebaikan dalam dirinya,” ujarnya.

Selain merawat ODGJ (Orang dalam Gangguan Jiwa), di Yayasan Griya Cinta Kasih juga merawat pasien-pasien yang sembuh.

Bahkan menikah hingga berkeluarga. Dan pasien yang sembuh  bukan berarti dia akan diam saja tetapi dengan mereka sembuh.

“Mereka akan bisa merawat dirinya sendiri, dan bisa memberikan makan untuk dirinya sendiri,”terangnya.

Yayasan yang berdiri sejak tahun 2005 itu mendapatkan lisensi dari pemerintah tahun 2008. Mulai membatasi dan menyeleksi  masukknya pasien sakit jiwa, yang sebelumnya pernah membebaskan siapapun untuk bisa masuk.

Dan saat ini lebih mengutamakan orang-orang yang ada di ejalanan yang tidak memiliki keluarga (gdlandangan, anak jalanan, orangtua).

Pasien-pasien tersebut diperoleh dari Dinsos, yang setiap masuknya sekitar lima orang perharinya sebelum pandemi Covid-19. Sementara untuk pasien yang sudah dinyatakan sembuh dan diperbolehkan keluar juga banyak.

Di masa pandemic Covid-19 ini, Jami’in mengeluh kerap sekali ia merasa kesulitan perihal perawatan para pasien sakit jiwa. Namun, ia terus beroptimis dan berupaya semaksimal mungkin untuk bisa menyembuhkan dan mengembalikan ingatan para pasien penderita sakit jiwa.

“Bung Karno pun pernah berkata bahwa Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya. Jadi, saya meyakini bahwa ini sakit jiwa bukan raga, dalam artian bahwa makanan dari jiwa adalah kerohanian,” tegasnya.

Karena keoptimisan dan sifat humanis Jami’in yang tinggi, ia juga pernah mendapatkan penghargaan dari presiden, serta mendapat penghargaan pahlawan Indonesia dari MNC.

Namun, sayangnya di tempat GCK ini tidak adanya protokol kesehatan yang diterapkan pada setiap pasien.

“Karena saya percaya bahwa Covid-19 ini tidak bisa dicegah dengan apapun kecuali dengan berdoa dan bersedekah. Bahwa virus yang membuat Allah tinggal kita sendiri tawakkal tidak kepada Allah,” tandasnya.

 

 

 

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait