JOMBANG, KabarJombang.com – Polemik Bantuan sosial (Bansos) Sembako atau BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang disalurkan melalui agen mandiri dan agen ‘tunjukan’ supplier terntu di Kabupaten Jombang, akhirnya ditanggapi Kepala Dinas Sosial (Dinsos) setempat, M Saleh.
Menurutnya, pedoman umum (Pedum) bantuan Sembako masih menjadi polemik nasional dan masih banyak titik lemah yang masih belum dilaksanakan oleh beberapa daerah. Karenanya, kata M Saleh, perlu adanya pendampingan di tingkap daerah, terkait kebijakan daerah dan kearifan lokal terhadap komoditi yang telah ditentukan, sehingga tiap daerah berbeda.
“Penyempurnaan teknis di lapangan terkait penyaluran juga terus kami upayakan,” ungkap M Saleh kepada KabarJombang.com, Senin (28/9/2020).
M Saleh menjelaskan, agen E-Warung harus menyediakan suplier, distributor yang qualified, padat modal, dan padat teknologi. Seperti komoditi beras, kata dia, harus bekerjasama dengan Bulog sebagai standarisasi pangan.
Sedangkan untuk agen mandiri, menurutnya, tidak masalah. Namun, harus ada suplier yang benar-benar mampu bertanggung jawab, karena pengadaan pada program ini, dilakukan secara kolosal.
“Nggak masalah jadi agen mandiri, tapi harus cari suplier yang bertanggung jawab. Dan yang terpenting harus sudah berkoordinasi dengan Tikor dan Korwil daerah tersebut,” tegasnya.
Untuk persoalan agen, lanjutnya, seharusnya bisa diselesaikan di tingkat kecamatan, tingkat desa, dan berkordinasi dengan kepala desa serta pihak bank. “Sehingga bisa dikaji ini agen mandiri yang seperti apa. Tanggungjawabnya nanti ke siapa. Kan di situ ada Tikor. Kita di sini ada sistem dan aturan yang terpenting tidak ada permainan harga dan tekankan 6T,” terang M Saleh.
Pihaknya menyayangkan, munculnya polemik pada agen atau e-warung belakangan ini. Pasalnya, saat sosialisasi sudah tercapai kesepakatan agar terakomodir dengan baik. Sehingga KPM tidak sampai terciderai oleh harga dan komoditi yang diberikan.
Pengadaan komoditi oleh penjual sekitar dengan tujuan pemberdayaan ekonomi lokal, menurutnya, harus terkordinir namun tidak boleh sembarangan. Terutama bagi agen mandiri. Karena harus ada koordinasi di tingkat wilayah. Hal ini, menyangkut kesanggupan untuk keberlanjutan atau kontinyu serta pertanggung jawaban.
“Sedangkan suplier yang sudah disetujui dan dikoordinasikan, pertanggung jawabannya jelas. Suplier harus siap rugi, komoditi rusak ajukan retur. Jika komiditi berbeda dari bulan kemarin, harus lapor,” tegasnya terkait masalah komoditi buruk yang diterima KPM (keluarga penerima manfaat).
Menindaklanjuti hal ini, masih kata Kadinsos, akan ada ada peraturan atau regulasi baru yang lebih mengikat terkait program Bansos Pangan ini. Regulasi ini diterbitkan Kemensos pada akhir tahun 2020.
“Regulasi itu, seperti harus ada suplier yang telah terverifikasi dan adanya pengaturan keuntungan. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki pedum (pedoman umum) yang cakupannya terlalu luas,” paparnya.
Sementara untuk komoditi yang ada di Kabupaten Jombang, telah diatur dan ditetapkan dengan berbagai pertimbangan. Dan sampai saat ini, Dinsos Jombang berupaya untuk mengevaluasi lebih lanjut.
“Intinya ya saya berharap e-warung dapat tunduk pada aturan dan melayani KPM dengan baik, serta kami juga akan mengevaluasi terkait suplier. Sehingga tercipta kondisi yang baik terkait pelayanan,” pungkasnya.