JIAD Jatim Kutuk Pengerusakan dan Pembakaran Masjid Ahmadiyyah di Kalbar

GUSDURian Jombang : Rekonsilisasi, Jalan Terang di Balik Bayang-bayang Peristiwa Kelam G30S/PKI
Aktivis GUSDURian Jonbang dan Koordinator JIAD Jawa Timur, Aan Anshori.KabarJombang.com/Istimewa
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Aan Anshori Koordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur, mengutuk keras perusakan dan pembakaran properti milik Ahmadiyyah yang dilakukan massa intoleran di Desa Balai Harapan, Tempunak, Sintang Kalimantan Barat (Kalbar), Jumat (3/9/2021).

Pihaknya mendesak agar Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI agar tidak ragu melakukan tindakan hukum tegas terhadap para pelaku kekerasan dan pembakaran. Selain itu, Jokowi harus juga memastikan praktik seperti ini tidak terjadi lagi pada kelompok-kelompok minoritas di negara ini.

Baca Juga

“Dengan segenap penyesalan mendalam, JIAD senantiasa bersyukur tidak jatuh korban jiwa berkat kesigapan aparat keamanan dan para pihak,” ungkap pria yang tergabung di GusDurian Jombang ini.

Aan menyayangkan aparat keamanan terlihat tidak maksimal melakukan penegakan hukum dan malah cenderung melakukan pembiaran. Seharusnya mereka bisa mencegah pengrusakan dan pembakaran tersebut tidak terjadi.

“Ketidakmaksimalan tersebut menurut kami, sangat mungkin juga disebabkan oleh konstruksi hukum yang selama ini masih cenderung memposisikan Ahmadiyyah sebagai aliran sesat. Hal ini secara konstitusional sungguh menggelikan,” tambahnya.

Lebih lanjut kata Aan, salah satu regulasi yang perlu segera dicabut oleh Rezim Jokowi karena bertentangan dengan konstitusi adalah SKB Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3/2008; Nomor: Kep-033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199/2008, tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau anggota Pengurus JAI dan Warga Masyarakat.

“Bukan hal yang sulit bagi Presiden Jokowi memerintahkan Gus Yaqut (Menag), Pak Tito (Mendagri) dan Pak Burhanudin (Jaksa Agung) untuk merevisi/mencabut regulasi tersebut. Presiden Jokowi juga tidak perlu takut meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencabut Fatwa Nomor: 11/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Aliran Ahmadiyah. Sebab kekerasan terhadap Ahmadiyyah kerapkali menggunakan fatwa ini sebagai pembenaran aksinya. Saat fatwa ini ditetapkan pada 28 Juli 2005, KH. Ma’ruf Amin, yang saat ini menjadi wakil presiden, merupakan ketua Sidang Komisi C Bidang Fatwa, bersama Drs. Hasanuddin, M.Ag. sebagai sekretarisnya,” bebernya.

“JIAD meyakini Jokowi bisa dengan mudah meminta wakil presiden KH. Ma’ruf Amin untuk berunding dengan MUI, NU, Muhammadiyyah, dan organisasi Islam lainnya agar menyelaraskan fatwa supaya lebih sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi, dalam hal ini dengan cara mencabut fatwa kesesatan Ahmadiyyah di Indonesia,” pungkas pria yang kerap di sapa Gus Aan ini.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait