JOMBANG, KabarJombang.com – Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) belakangan ini menghiasi beranda dunia maya. Terlebih di Kabupaten Jombang, yang akhir-akhir ini marak terjadi.
Seperti yang beberapa waktu lalu terjadi, dan telah diberitakan di Kabar Jombang. Yakni kasus dugaan penusukan anggota polisi di Jombang, lantaran diduga istri ketahuan selingkuh dengan dokter. Serta sebelumnya juga ada kejadian serupa yakni, oknum polwan bakar anggota Polres Jombang, karena habiskan uang belanja untuk judi online.
Dari beberapa kejadian tersebut, psikolog asal Jombang, bernama Siti Arifah, memberikan tanggapan, (12/7/2024). Ia sangat menyayangkan atas peristiwa yang ditimbulkan dari ketidakharmonisan hubungan suami-isteri tersebut.
“Sangat ironis, Rumah yang dianggap sebagai tempat pelindung yang aman dan nyaman. Kini tak lagi berfungsi, karena dipenuhi dengan penghinaan, kekerasan, atau bahkan sampai penganiayaan,” ungkap dosen Bimbingan Konseling Undar tersebut.
Ia mengungkapkan, faktor utama terjadinya KDRT adalah social budaya, dimana budaya patriarkhi dan ketimpangan relasi kuasa serta ketimpangan gender telah berakar dalam kehidupan masyarakat.
“Siklus kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga berawal dari konflik, kemudian menimbulkan kekerasan, baik kekerasan fisik, psikis, maupun seksual. Kemudian masuk pada fase meminta maaf, pada fase ini pasangan akan melakukan apapun untuk meminta maaf dan merasa bersalah atas apa yang sudah dilakukan,” jelasnya.
“Kemudian masuk pada pengejaran kembali, fase ini adalah masa dimana biasanya pasangan sudah mulai memaafkan dan mencoba melupakan apa yang sudah terjadi. Pada fase ini biasanya banyak sikap manis yang ditujukan oleh pasangan,” bebernya.
“Selanjutnya masuk pada fase bulan madu, fase ini biasanya kembali pada fase seperti saat awal-awal menikah, penuh bujuk rayu, melakukan apapun demi pasangan. Jika terjadi konflik lagi dalam rumah tangga tersebut akan mengalami siklus yang diawal dimulai dengan konflik dan berakhir dengan fase bulan madu,” tambahnya.
Lebih lanjut, perempuan yang saat ini sedang menjalani Studi S3 Bimbingan Konseling di Universitas Negeri Malang tersebut, menjelaskan, bahwa fenomena KDRT adalah fenomena universal yang dapat terjadi tanpa memandang usia, profesi, tingkat ekonomi maupun pendidikan dari individu yang dialami baik pelaku maupun korban.
Lantas hal tersebut, nyambung dengan kejadian beberapa waktu lalu yang menimpa Anggota kepolisian di Jombang. Meskipun mereka sudah tercukupi secara ekonomi, akan tetapi ternyata menurut psikolog dari Universitas Darul Ulum Jombang tersebut KDRT tidak hanya disebabkan oleh masalah ekonomi saja, akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhi.
Kemudian perempuan yang juga aktif di organisasi PC Muslimat NU tersebut. Memberikan tips dan triknya kepada Pasangan suami istri (pasutri) supaya terhindar dari situasi yang berpotensi mengakibatkan KDRT.
Salah satunya adalah membangun kemesraan dengan pasangan. Menurutnya, terkadang orang berpandangan bahwa membangun kemesraan dengan pasangan itu hal yang kurang penting, padahal kedekatan antara suami istri itu penting banget buat kesehatan hubungan jangka panjang.
“Ternyata masih banyak pasangan yang menganggap, seolah romantis itu hanya untuk yang pacaran saja, padahal kedekatan antara suami istri itu penting banget buat kesehatan hubungan jangka panjang. Tapi, rasanya setelah menikah bahkan punya anak, susah banget bisa quality time berdua. Yang awalnya hubungan jadi kurang manis sampai bisa jadi konflik,” tuturnya.
Menurut wanita yang juga aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) tersebut, pernikahan ibarat sebuah sekolah bagi sepasang suami istri. Belajar saling beradaptasi dengan perbedaan, serta bekerjasama menjaga keseimbangan antara kemauan, pikiran, perasaan, dan tindakan.
Ia juga menjelaskan terkait, tanda-tanda awal yang dapat diidentifikasi sebagai potensi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Menurutnya salah satu tanda yang bisa disadari sejak awal adalah korban sulit menjadi diri sendiri, karena adanya kontrol dari pasangannya. Dan biasanya mengucapkan kalimat-kalimat manipulatif atau melakukan sesuatu yang membuat korban mau tidak mau harus menurutinya.
Dosen Psikologi S2 Undar tersebut menyampaikan, bentuk dukungan yang bisa diberikan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga secara psikologis adalah dengan melakukan pendampingan konseling kepada para korban.
Peran keluarga dalam hal ini menjadi sangat penting untuk memberikan dukungan kepada korban. Melalui pemberian rasa kasih sayang, kehangatan dan bentuk kepedulian terhadap korban demi pulihnya mental setelah terjadinya KDRT.
Menurutnya komunikasi yang sehat dalam mencegah konflik di antara pasangan suami istri juga merupakan salah satu kunci untuk membangun ikatan emosional yang kuat. Mengatasi konflik dengan bijaksana, dan menciptakan hubungan yang sehat dan bahagia.
Psikolog tersebut juga mengatakan, pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat dalam menanggulangi kasus KDRT. Karena hal tersebut bisa menjadikan pasutri memiliki sikap yang terbuka dalam keluarga.
Selain itu menurutnya, kerjasama yang baik di antara keluarga tersebut juga bisa membangun kesadaran bahwa tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan dan KDRT bukan solusi menyelesaikan masalah.
Terakhir Ari, sapaan akrabnya berpesan kepada para pasangan suami istri di luar sana supaya kehidupan rumah tangganya bisa baik-baik saja dan terhindar dari adanya KDRT.
“Tidak hanya kesehatan fisik yang butuh di check up, tapi pernikahan juga butuh, yaitu dengan melakukan marriege check up. Yang meliputi, evaluasi pernikahan, mencari masalah atau penyakit dalam pernikahan, sampai mencari cara buat menyelesaikan masalahnya bareng pasangan, yang bisa dibantu psikolog atau konselor pernikahan,” pungkasnya.