JOMBANG, KabarJombang.com – Gelombang keluhan dari masyarakat soal kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) akhirnya mendorong DPRD Kabupaten Jombang untuk mengkaji ulang kebijakan perpajakan daerah. Wakil Rakyat tersebut kini tengah mendorong revisi atas Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jombang, Kartiyono, menyebut evaluasi ini sudah masuk dalam daftar Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Perubahan tahun ini.
“Sudah banyak suara dari masyarakat yang merasa terbebani. Maka perubahan perda ini jadi prioritas, walau waktunya bersamaan dengan pembahasan Raperda Perubahan APBD 2025,” ujar Kartiyono, saat dikonfirmasi pada Jumat (4/7/2025).
Menurut politisi asal PKB yang akrab disapa Mas Yon ini, persoalan utama ada pada sistem penentuan tarif PBB-P2 yang sebelumnya mengandalkan pendekatan zonasi tunggal. Artinya, obyek tanah dalam satu zona dikenai tarif serupa, tanpa mempertimbangkan fungsi atau produktivitas lahannya.
“Sistem seperti ini jelas tidak adil. Warga yang tinggal di area tidak strategis justru harus membayar setara dengan yang berada di lokasi komersial,” ungkapnya.
Untuk menjawab ketimpangan ini, DPRD mendorong Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) melakukan pendataan ulang yang lebih spesifik. Pendataan melibatkan pemerintah desa dan memetakan jenis penggunaan lahan secara aktual apakah untuk rumah tinggal, lahan produktif, atau aktivitas usaha.
“Dengan begitu, besaran pajak bisa disesuaikan per obyek, bukan disamaratakan lagi dalam satu zona,” jelas Mas Yon.
Langkah ini berdampak langsung pada penyesuaian Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Hasil verifikasi terbaru menunjukkan beberapa wilayah justru mengalami penurunan NJOP, sehingga beban pajak warga ikut turun.
“Contohnya di Desa Janti, Mojoagung. NJOP yang awalnya Rp 1 juta turun menjadi Rp 700 ribu setelah dicek ulang. Ini tentu meringankan beban masyarakat,” tuturnya.
DPRD menargetkan pembahasan perubahan perda rampung akhir tahun 2025, agar peraturan baru bisa diberlakukan mulai 2026. Harapannya, reformasi kebijakan pajak ini mampu menciptakan sistem yang lebih adil dan responsif terhadap kondisi riil masyarakat.