Oleh : Wijayanto
Mahasiswa Doktor Ilmu Pertanian Direktorat Program Pascasarjana UMM
Apa itu PMK?
Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit virus ternak yang parah dan sangat menular yang memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Penyakit ini menyerang sapi, babi, domba, kambing dan ruminansia berkuku belah lainnya.
Indonesia sudah dinyatakan bebas PMK sejak 30 tahun terakhir dan ditemukan kembali di akhir april 2022. Diberitakan di sejumlah media, PMK setidaknya telah ditemukan di dua provinsi, yaitu Aceh dan Jawa Timur. Di Aceh ditemukan di dua kabupaten, yaitu Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Sementara di Jawa Timur didapati di empat kabupaten, mencakup Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dan Mojokerto, hingga saat ini PMK telah menyebar ke beberapa wilayah lainnya.
PMK ditandai dengan demam dan luka seperti melepuh di lidah dan bibir, di mulut, di puting susu dan di antara kuku. Penyakit ini menyebabkan kerugian produksi yang parah, dan sementara sebagian besar hewan yang terkena bisa pulih kembali. Menurut Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), kerugian akibat wabah penyakit mulut dan kuku atau PMK diperkirakan mencapai Rp 9,9 triliun per tahun. Kerugian itu akibat penurunan produksi ternak, hambatan perdagangan, dan biaya pengendalian penyakit dengan obat-obatan, vaksinasi, biosekuriti, dan lainnya.
Organisme yang menyebabkan PMK adalah aphthovirus dari famili Picornaviridae. Terdapat tujuh strain (A, O, C, SAT1, SAT2, SAT3, dan Asia1) yang endemik di berbagai negara di dunia. Setiap strain membutuhkan vaksin khusus untuk memberikan kekebalan pada hewan yang divaksinasi. PMK adalah penyakit yang terdaftar di WOAH (World Organisation for Animal Health) dan harus dilaporkan ke Organisasi jika ditemukan gejala PMK.
Transmisi dan penyebaran
PMK ditemukan di semua ekskresi dan sekresi dari hewan yang terinfeksi. Khususnya, hewan-hewan ini mengeluarkan sejumlah besar virus di udara, yang dapat menginfeksi hewan lain melalui jalur pernapasan atau mulut. Virus mungkin ada dalam susu dan air mani hingga 4 hari sebelum hewan menunjukkan tanda-tanda klinis penyakit.
Pentingnya pengetahuan PMK terkait dengan kemudahan penyebaran virus melalui salah satu atau semua hal berikut:
- hewan yang terinfeksi yang baru dimasukkan ke dalam kawanan (membawa virus dalam air liur, susu, air mani, dll.);
- kandang/bangunan terkontaminasi atau kendaraan pengangkut hewan terkontaminasi;
- bahan yang terkontaminasi seperti jerami, pakan, air, susu atau feses;
- pakaian, alas kaki, atau peralatan yang terkontaminasi;
- daging yang terinfeksi virus atau produk hewan lain yang terkontaminasi (jika diberikan kepada hewan saat mentah atau dimasak dengan tidak benar);
- aerosol yang terinfeksi (penyebaran virus dari properti yang terinfeksi melalui aliran udara).
Hewan yang telah pulih dari infeksi kadang-kadang dapat membawa virus dan memulai wabah baru penyakit.
Tanda-tanda klinis
Tingkat keparahan gejala klinis akan tergantung pada strain virus, dosis paparan, usia dan spesies hewan dan kekebalan inang. Morbiditas atau tingkat kejadian penyakit dapat mencapai 100% pada populasi yang rentan. Kematian umumnya rendah pada hewan dewasa (1-5%), tetapi lebih tinggi pada anak sapi muda, domba dan anak babi (20% atau lebih tinggi). Masa inkubasi adalah 2-14 hari.
Tanda-tanda klinis dapat berkisar dari ringan atau tidak terlihat hingga parah, lebih parah pada sapi dan babi yang dipelihara secara intensif daripada pada domba dan kambing. Tanda klinis yang khas adalah munculnya lepuh (atau vesikel) pada hidung, lidah atau bibir, di dalam rongga mulut, di antara jari-jari kaki, di atas kuku, pada puting susu dan pada titik-titik tekanan pada kulit. Lepuh yang pecah dapat menyebabkan kepincangan yang ekstrem dan keengganan untuk bergerak atau makan. Biasanya, lepuh sembuh dalam 7 hari (terkadang lebih lama), tetapi komplikasi, seperti infeksi bakteri sekunder pada lepuh terbuka, juga dapat terjadi.
Gejala lain yang sering terjadi adalah demam, depresi, hipersalivasi, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, keterlambatan pertumbuhan dan penurunan produksi susu, yang dapat bertahan bahkan setelah pemulihan. Hewan yang terkena penyakit kronis dilaporkan mengalami penurunan produksi susu secara keseluruhan sebesar 80%. Kematian dapat terjadi sebelum timbulnya lepuh akibat miokarditis multifokal. Myositis juga dapat terjadi di tempat lain.
Pencegahan dan pengendalian
Pelaksanaan strategi pengendalian PMK bervariasi dari satu negara ke negara lain dan tergantung pada situasi epidemiologi penyakit. Secara umum, penting bagi pemilik ternak dan produsen untuk menjaga praktik biosekuriti yang baik untuk mencegah masuknya dan penyebaran virus.
Pencegahan Penularan dan Penyebaran Virus PMK :
Biosekuriti Barang
Disposal yakni pemusnahan barang – barang yang terkontaminasi
Dekontaminasi yaitu semua barang yang masuk kandang perlu disanitasi dengan melakukan desinfeksi, fumigasi, atau disinari lampu ultra violet.
Biosekuriti Kandang
Melakukan desinfeksi kandang dan peralatan secara berkala setelah selesai digunakan
Melakukan desinfeksi lingkungan sekitar kandang secara berkala dan Dekontaminasi yakni dengan cara mencuci kandang, peralatan, kendaraan, dan bahan-bahan lain yang memungkinkan bisa menularkan PMK dengan deterjen atau disinfektan.
Biosekuriti pada Karyawan Peternakan
Karyawan wajib masuk ke ruang semprot disinfektan
Karyawan yang masuk kadang harus ganti baju lengkap dengan seragam (catlepack), sepatu boot, dan masker
Biosekuriti Tamu Kunjungan
Tamu yang masuk ke kandang harus ganti baju lengkap dengan seragam lengkap (catlepack khusus), sepatu boot, dan masker.
Tamu masuk ke kandang melalui biosecurity spraying dan harus melakukan celup kaki dan cuci tangan di tempat disinfektan kandang
Biosekuriti kendaraan
Security perlu menyemprot Ban dan bagian bawah kendaraan dengan menggunakan larutan disinfektan atau melalui bak dipping kendaraan.
Biosekuriti Ternak
Setiap ternak yang baru masuk ke lokasi peternakan perlu ditempatkan terlebih dulu di kandang karantika/isolasi selama 14 hari dan dilakukan pengamatan yang intensif terhadap gejala penyakit.
Jika terdapat gejala klinis penyakit, maka segera pisahkan dan dimasukkan ke kandang isolasi dan ditangani lebih lanjut oleh petugas kesehatan hewan dan dilaporkan pada dinas peternakan setempat.
Perlindungan pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans.
Pemotongan hewan terinfeksi, hewan baru sembuh, dan hewan – hewan yang kemungkinan kontak dengan agen PMK.
Musnahkan bangkai, sampah, serta seluruh produk hewan pada area yang terinfeksi.
Pelarangan pemasukan ternak baru dari daerah tertular
Untuk peternakan yang dekat daerah tertular maka ada anjuran untuk melaksanakan Vaksin virus aktif yang mengandung adjuvant
Kekebalan 6 bulan setelah dua kali pemberian vaksin, sebagian tergantung pada antigen yang berhubungan antara vaksin dan strain yang sedang mewabah.
Penggunaan vaksinasi
Tergantung pada situasi PMK, strategi vaksinasi dapat dirancang untuk mencapai cakupan massal atau ditargetkan pada sub-populasi atau zona hewan tertentu. Program vaksinasi yang dilakukan pada populasi sasaran harus memenuhi beberapa kriteria kritis, terutama:
- cakupan harus setidaknya 80%;
- program kampanye vaksin harus diselesaikan dalam waktu sesingkat mungkin;
- vaksinasi harus dijadwalkan untuk ternak yang bunting agar anak yang dilahirkan nantinya kebal;
- vaksin harus diberikan dalam dosis yang benar dan dengan rute yang benar;
Vaksin yang digunakan harus memenuhi standar potensi dan keamanan WOAH, dan galur dalam vaksin harus sesuai dengan antigen yang beredar di lapangan. Penting untuk menggunakan vaksin virus yang tidak aktif, karena virus yang tidak aktif tidak memiliki kemampuan untuk berkembang biak pada hewan yang divaksinasi. Penggunaan vaksin virus hidup tidak dapat diterima karena bahaya menjadi virulensi. Vaksinasi dapat memainkan peran dalam strategi pengendalian yang efektif untuk PMK, tetapi keputusan apakah akan menggunakan vaksinasi atau tidak terletak pada otoritas nasional yaitu di Kementrian pertanian.
Pengobatan dan Pengendalian Ternak
Bagi ternak yang telah terinfeksi virus, maka ada beberapa metode alternative pengobatan dan pengendalian dengan cara berikut ini
a. Pengobatan pada sapi yang terinfeksi
- Melakukan pemotongan jaringan tubuh hewan yang terinfeksi.
- Kaki yang sudah terinfeksi bisa diterapi dengan chloramphenicol atau larutan cuprisulfat.
- Melakukan Injeksi intravena preparat sulfadimidine
- Hewan yang terserang penyakit harus karantina yakni dipisahkan dari hewan yang sehat selama masa pengobatan
b. Pencegahan pada sapi yang sehat
- Hewan yang tidak terinfeksi harus ditempatkan dalam kandang yang kering dan dibiarkan bebas jalan-jalan.
- Berikan pakan yang cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh hewan yang sehat
- Pada kaki hewan ternak yang sehat diolesi larutan Cuprisulfat 5% setiap hari selama satu minggu, kemudian setelah itu terapi dilakukan seminggu sekali sebagai cara yang efektif untuk pencegahan PMK pada ternak sapi.
c. Pembuatan Disinfektan Efektif
- Pada dasarnya virus PMK tidak tahan pada keadaan asam dan basa. Oleh karena itu disinfektan yang dapat digunakan antara lain:
Sodium hidoxida (soda api) | 2% | 20 gr/l air |
Sodium karbonat (soda cuci/soda abu) | 4% | 40 gr/l air |
Asam sitrat | 0,2% | 2 gr/l air |
Asam asetat (asam cuka) | 2% | 20 gr/l air |
Sodium hypoklorat (pemutih pakaian bayclin, proklin) | 3% | 57 ml/l air |
- Cara pembuatan disinfektan yang efektif untuk pmk: campurkan larutan bayclin (pemutih pakaian lainnya) sebanyak 57 ml ke dalam 1 liter air.
- Disinfektan ini dapat digunakan untuk kandang, peralatan peternakan, kendaraan, sepatu boot, dll.