JOMBANG, KabarJombang.com – Langkah Kejaksaan Negeri Jombang yang tidak segera menahan mantan Ketua KONI Jombang, Tito Kadarisman, tersangka kasus dugaan penyelewengan dana hibah KONI menjadi tanda tanya besar sejumlah kalangan.
Salah satunya diungkapkan oleh Praktisi Hukum yang juga Dosen salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Sholikin Ruslie.
Dia menilai, tidak ditahannya Tito karena alasan kooperatif merupakan suatu kecerobohan penyidik. Bahkan hal ini sangat
menciderai rasa keadilan publik.
“Mengingat banyak kasus yang lebih kecil dari kasus tersebut dan tersangkanya kooperatif tetap saja ditahan. Jadi bahasa kelakarnya kooperatifnya yang sprti apa?,” ungkap Sholikin, melalui ponselnya, Selasa (5/1/2021).
Sholikin menuturkan, menahan maupun tidak menahan memang kewenangan penyidik maupun JPU. Hanya saja, kata dia, korupsi merupakan extraordinary crimes (kejahatan luar biasa). Sehingga, sebagai penyidik polisi maupun jaksa juga harus menggunakan kewenangan extra, bukan kewenangan yang biasa-biasa saja.
“Demi untuk memenuhi rasa keadilan,” timpalnya.
Secara yuridis, menurut Sholikin, ada tiga alasan penahanan, yang pertama ancaman lebih dari 5 tahun, kemudian kekhawatiran menghilangkan barang bukti dan melarikan diri.
“Ketiga hal tersebut, merupakan penilaian subyektif dan sifatnya alternatif sehigga tidak harus akumulatif,” tandasnya.
Dalam kasus dugaan penyelewangan dana hibah KONI ini, jika alasan tidak melakukan penahanan karena kooperatif, sehingga diartikan kekhawatiran melarikan diri tidak ada. Namun dua aspek yang lainnya justru diabaikan.
“Yaitu ancaman lebih dari 5 tahun dan kemungkinan memghilangkan barang bukti saya kira sangat mungkin terjadi,” tukasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh, Aktivis Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK), Aan Anshori.
Dia mengaku cukup mengapresiasi keberanian Kejari yang telah mengambil langkah kongkrit dalam upaya menyelesaikan kasus dugaan korupsi ditubuh KONI Jombang, maupun respon tersangka yang dinilai cukup kooperatif.
Hanya saja, dalam perkara ini, Kejaksaan Negeri Jombang dinilai perlu melihat dan mempertimbangkan lagi apa yang dirasakan oleh publik. Meski dalam hal penahanan tersangka atau tidak semua sudah diatur dalam hukum yang berlaku.
Dia pun mencontohkan, dalam perkara dana hibah KONI itu, ada sesuatu yang tidak adil sangat nampak dilihat oleh publik.
“Misalkan kasus pencurian ayam kenapa langsung ditahan sementara kasus korupasi tidak ? setahu saya kasus korupsi ini kan ancamanya bisa 5 tahun saya kira kejaksaan perlu mempertimbangkan bahwa penahanan itu bisa menunjukkan marwah Kejari itu sendiri,” bebernya.
“Dan bisa saya katakan ketika kejaksaan tidak berani melakukan penahanan, padahal itu kejahatan luar biasa menurut saya kejaksaan justru tidak mampu melindungi marwahnya sendiri,” imbuhnya.
Sementara Aan Anshori juga menilai, dalam upaya penanganan kasus KONI ini, Kejari Jombang terlalu terburu-buru memastikan tidak ada tersangka baru. Sebab, dalam perkara korupsi kejahatan itu tidak bisa dilakukan sendiri namun justru ada bagian-bagian penting lainya.
Aan Anshori meminta Kejari Jombang mampu melihat kasus korupsi dana hibah KONI ini dalam kacamata yang lebih besar lagi. Mulai dari aliran dananya kemana saja termasuk siapa saja yang menjadi bagian penting itu.
“Dan saya kira Kejari lebih tahu, Jejari tidak perlu mengatakan tidak ada atau belum ada tersangka baru,” tandasnya.
Aktivis LinK ini juga meminta Tito Kadarisman lebih kooperatif lagi agar mempermudah Kejaksaan membuat penananganan kasus ini lebih terang lagi.
“Waktunya bagi tersangka untuk buka-bukaan kemana saja aliran anggaran itu, merembet kemana saja,” harapnya.
“Saya juga mendorong Kejari untuk untuk semakin membuat ini terang,
mulai dari dijerat pasal berapa, jumlah kerugian negara berapa, selalu diumumkan ke publik agar semakin terang,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, kasus dugaan penyelewengan dana hibah KONI Jombang, naik ke tingkat penyidikan sejak Senin (21/9/2020) lalu. Mantan Ketua KONI Jombang, Tito Kadarisman telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Jombang.
Penetapan tersangka telah dilakukan pada 8 Desember 2020 lalu. Namun, hingga saat ini Kejari masih belum melakukan penahanan.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jombang, M Salahuddin beralasan, selama ini Tito selalu kooperatif dalam setiap upaya pemeriksaan. Mulai dari pemanggilan hingga memberikan keterangan data-data yang diperlukan oleh penyidik.
“Tidak ditahan karena dia kooperatif, setiap pemanggilan selalu kooperatif datang, data-data yang kita perlukan dia kooperatif memberikan keterangan,” terangnya.