SURABAYA, CNN INDONESIA – Tiga polisi terdakwa tragedy Kanjuruhan Malang, mengikuti sidang secara langsung di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Mereka memberikan kesaksian untuk dua terdakwa Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno.
Terdakwa pertama yang diperiksa adalah Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Ada sejumlah hal yang terungkap dari kesaksiannya.
Pertama, tak ada larangan penggunaan gas air mata saat pertandingan. Hal itu bahkan tak dibahas dalam rapat koordinasi (rakor) persiapan sebelum hari H.
“Saat rapat internal 15 September 2022, yang hadir internal Polres Malang sendiri. Tidak ada [pembahasan aturan larangan gas air mata],” kata Wahyu, saat menjawab pertanyaan jaksa, Kamis (26/1/2023 ).
Hal yang sama juga terjadi pada rakor bersama Panpel Arema FC dan Security Officer pada 28 September 2022. Di rapat itu, kata Wahyu, tak pernah disampaikan aturan keselamatan dan pengamanan oleh Panpel, yang memuat larangan penggunaan gas air mata dalam stadion.
“Tidak pernah [Panpel dan Security Officer sampaikan larangan gas air mata],” ucapnya.
Tak hanya itu, Wahyu juga mengaku baru mendapatkan notulensi hasil rapat 15 dan 28 September itu pada 3 Oktober 2022, atau tiga hari setelah kerusuhan terjadi.
“Untuk yang buat notulensi bukan kami, bukan saya, tapi kami diajukan tanda tangan itu tanggal 3. Siapa yang buat saya tahu. Kalau kapan dibuatnya saya tidak tahu, diajukan tanggal 3,” ucapnya.
Jaksa kemudian bertanya, apakah Wahyu selaku Kabag Ops mengetahui perihal larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion. Sebagaimana yang ditulis dalam BAP-nya.
Wahyu sempat kebingungan. Pasalnya ia disebut mengetahui larangan gas air mata di stadion, berdasarkan informasi dari Kasat Intel Polres Malang, saat rapat internal digelar.
Dia kemudian mengingat, Kasat Intel Polres Malang bahkan tak hadir di dalam rapat pertama tanggal 15 September 2022.
“Kasat Intel tidak hadir [rapat tanggal 15 September 2022]. Jadi untuk penyampaian Kasat Intel [soal larangan gas air mata] setelah salat Zuhur atau Asar [di luar rapat],” katanya.
Wahyu juga mengaku sempat meminta bantuan pasukan ke Polda Jatim dan jajaran polres penyangga. Dalam surat permohonannya dia juga tak memuat perihal larangan gas air mata.
“Surat meminta bantuan pasukan itu menerangkan beberapa perlengkapan untuk Polres penyangga yang digunakan, rompi, jas hujan, baret, pakaian PDL. Untuk Brimob membawa perlengkapan. Tidak ada larangan [membawa gas air mata],” ucapnya.
Singkat cerita, saat kerusuhan terjadi dalam Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu, Wahyu mengaku fokus melakukan evakuasi mobil baraccuda Persebaya di luar stadion.
Ia pun mengklaim tak tahu apa yang terjadi di dalam stadion. Yang ia sempat lihat adalah beberapa penonton mulai turun ke lapangan. Dia juga mengaku tak pernah memberikan komanda apapun ke pasukan di dalam stadion.
Wahyu bahkan mengaku baru tahu kejadian penembakan gas air mata ke arah penonton di tribun Stadion Kanjuruhan, melalui tayangan video, setelah kejadian.
“Saya tahu lewat video setelah kejadian,” ucapnya.
Pernyataan ini kemudian dipertanyakan jaksa dalam sidang tersebut. Pasalnya, Wahyu selaku Kabag Ops semestinya memegang kendali pasukan dan personel pengamanan saat kejadian.
Lagi-lagi Wahyu mengaku tak tahu. Sebab dia mengaku fokus menangani kerusuhan di luar stadion, menyelamatkan awak Persebaya dan berusaha membebaskan mobil baraccuda yang dikepung penonton.
“Saat setelah evakuasi baraccuda saya ketemu Kapolres, saya sampaikan, perintah beliau cuma satu beliau hanya perintah evakuasi korban,” tutur Wahyu.