JOMBANG, KabarJombang.com – Nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang terpilih terseret kasus gratifikasi hakim Mahkamah Agung (MA).
Sebagai informasi, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wahyu Dwi Oktafianto mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh karena menerima gratifikasi Rp 659 juta terkait pengurusan perkata di MA.
Dalam dakwaannya, Gazalba diduga telah menerima gratifikasi bersama-sama pengacara yang bernama Ahmad Riyad yang berkantor di Wonokromo, Surabaya.
Diketahui, uang yang diterima berasal dari terdakwa yang tengah mengurus kasasi di MA yakni JF. JF sendiri merupakan anggota DPRD Jombang terpilih di Pemilihan Legislatif (Pileg) Pemilu 2024 lalu.
“Terdakwa bersama Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 650.000.000,” ucap Jaksa Wahyu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, melansir Kompas.com, Selasa (7/5/2024).
Disebut, perbuatan yang dilakukan dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas terdakwa.
Lebih lanjut, perkara itu berawal saat JF terjerat kasus pidana soal pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan JF sendiri disebut sebagai pemilik UD tersebut.
Kasus JF sendiri sudah masuk di Pengadilan Negeri (PN) Jombang dan ia divonis satu tahun penjara. Hukuman tersebut juga dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada tingkat banding.
Kalah di pengadilan tingkat dua, JF lalu minta bantuan kepada salah satu kepala desa di Jombang MH untuk mencarikan jalur pengurusan perkara di tingkat Kasasi pada MA.
MH lalu bergerak dan membawa JF bertemu salah satu pengasuh Pondok Pesantren di Sidoarjo yakni Agoes Ali Masyhuri pada 14 Juli 2021. Dari sanalah Kiai Agoes menghubungkan JF ke pengacara Ahmad Riyad.
Usai ditemuin JF dan MH lewat jembatan Kiai Agoes, Ahmad Riyad kemudian memeriksa perkara di MA. Disana ia mendapati kasasi JF ditangani oleh Hakim Agung Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh.
Setelah itu, barulah pengacara ini menjembatani pengurusan perkara JF dengan Gazalba Saleh.
“Dengan menyediakan uang sejumlah Rp 500.000.000 untuk diberikan kepada terdakwa (Gazalba), setelah itu Ahmad Riyad menghubungi terdakwa,” ungkap jaksa Wahyu.
Lalu pada Akhir Juli 2022, JF menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Ahmad Riyad di kantor hukumnya, yang berlokasi di Wonokromo, Surabaya. Riyad kemudian menemui Gazalba di Sheraton Surabaya Hotel & Towers, Kota Surabaya, pada 30 Juli 2022 guna menyampaikan permintaan JF supaya diputus bebas oleh majelis kasasi.
Setelah pertemuan itu, di kantor MA Jakarta Pusat, Gazalba meminta asistennya untuk membuatkan resume perkata JF bernomor 3679 K/PID/SUS-LH/2022 dengan putusan “Kabul Terdakwa” meskipun berkat perkata belum masuk ke ruangan terdakwa.
Resume inilah yang kemudian menjadi dasar Gazalba membuat lembar pendapat hakim atau advise blaad. Musyawarah pengucapan putusan perkara JF digelar pada 6 September 2022 di MA dan majelis kasasi mengabulkan permohonan terdakwa dan dinyatakan bebas atau dakwaan tidak terbukti.
Lebih lanjut, masih di bulan September 2022 pengacara Riyad menyerahkan uang lagi sejumlah 18.000 dollar Singapura atau Rp 200 juta kepada Gazalba di Bandara Juanda, Surabaya.
Uang tersebut adalah bagian dari Rp 500 juta yang dibayarkan JF beberapa waktu sebelumnya. Di bulan yang sama juga Riyad meminta Rp 150 juta kepada JF dan permintaan itu dipenuhi.
Jaksa KPK menduga secara keseluruhan Gazalba bersama Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 650 juta. Uang yang sudah diterima dan tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari kerja maka tergolong dalam gratifikasi.
Gazalba dan Riyad diduga melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.