JOMBANG, KabarJombang.com – SBH, pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang tersangka pencabulan terhadap belasan santrinya mengaku khilaf.
Kiai cabul di Jombang ini sudah melakukan perbuatan bejatnya tersebut sejak dua tahun lalu.
“Saya khilaf,” kata pelaku dihadapan polisi saat konfrensi pers di Mapolres Jombang, Senin (15/2/2021).
Kiai berusia 49 tahun ini mengaku melakukan pencabulan terhadap 15 santriwatinya, bahkan satu orang pernah disetubuhinya.
“Tidak hanya pencabulan, tapi pelaku juga sudah sampai melakukan persetubuhan kepada santriwati yang sudah diincarnya karena nafsu,” kata Kasatreskrim AKP Christian Kosasih.
Pelaku melancarkan aksinya pada saat keadaan sepi dan dirasa aman untuk menghampiri korban.
“Pelaku yang mendatangi korban saat keadaan sepi dan aman, pelaku masuk ke ruangan korban yang dalam keadaan sepi,” ungkapnya.
Berdasarkan keterangan pelaku, SBH melakukan pencabulan di asrama santriwati di Ponpes miliknya pada waktu setelah Isya.
“Pelaku mengaku selain cabul juga sampai ada yang disetubuhi saat Isya atau habis Isya menyelinap masuk ke ruangan asrama santriwati dan melakukan aksinya,” tandas Cristian.
Kasus ini terungkap dari laporan orang tua salah satu korban pada tanggal 8 dan 9 Februari lalu. Mereka mengaku mendapat aduan putrinya, soal aksi bejat yang dilakukan pimpinan ponpes di Kecamatan Ngoro tersebut.
Orang tua korban itu mendapati gelagat putrinya yang berubah murung dari biasanya. Karena curiga mereka mencoba menanyai anaknya dan terungkaplah kasus ini
“Ada dua laporan yang pertama tanggal 8 dan kedua tanggal 9 Februari, orang tua korban sendiri yang melapor,” kata Cristian.
Kapolres menuturkan, sejauh ini sudah ada enam santriwati yang mengaku menjadi korban kebiadaban nafsu sang kiai. Mereka semua merupakan santri tersangka.
Kata dia, aksi bejat pelaku dilakukan disejumlah tempat. Diantaranya asrama putri di pesantren setempat.
Polisi juga meyita dua buah HP dan sejumlah pakaian dalam milik para korban sebagai barang bukti.
Atas perbuatannya, tersangka akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.