JOMBANG, KabarJombang.com – Cegah kekerasan seksual di perguruan tinggi, 10 Kampus di Jombang sepakat membuat Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).
Survei Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menyatakan, kekerasan seksual terbanyak terjadi di perguruan tinggi.
Catatan survei Kemendikbud Ristek per Juli 2023 menunjukkan, terjadi 65 kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. Ana Abdilllah, Direktur WCC Jombang mengatakan dalam rangka meningkatkan kualitas Layanan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) pada perguruan tinggi di Kabupaten Jombang dibutuhkan diskusi mendalam.
“Perlu diskusi mendalam dengan seluruh civitas akademika yang ada di kampus untuk mendukung pemenuhan hak mahasiswa terhadap akses layanan HKSR di perguruan tinggi,” ucapnya saat dikonfirmasi pada Selasa (28/5/2024).
Untuk memenuhi hal tersebut, 10 kampus di Kabupaten Jombang sepakat membentuk Satgas PPKS di satuan pendidikan.
Hal itu muncul setelah WCC Jombang menggelar Focus Grup Discussion (FGD) soal Implementasi Permendikbud No. 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Tinggi, di Hotel Green Red Syariah pada Selasa (28/5/2024).
10 kampus tersebut yakni Unhasy Tebuireng, STIKES Icme, STIE PGRI Dewantara, STIKES Bahrul Ulum, Universitas PGRI, Unwaha, Unipdu, STIKES Pemkab, STIT UW, dan Undar Jombang.
Dari 10 kampus tersebut, 9 kampus sudah mempunyai Satgas PPKS yang sudah aktif. Hanya satu kampus yakni STIT UW yang belum membentuk Satgas PPKS tersebut.
“Untuk Standar Operasional Procedure (SOP) pencegahan dan penanganan baru dua kampus yang sudah punya SOP nya, yakni Universitas PGRI dan Unipdu Jombang,” katanya.
Sementara kampus yang mempunyai psikolog dan pendamping hukum ada 4 kampus, STIKES Bahrul Ulum, Unwaha, Unipdu Jombang, dan Undar. Hanya kampus Unwaha yang belum maksimal.
Menurut Ana, penting bagi setiap kampus di Jombang memiliki Satgas PPKS. Hal itu merupakan upaya membangun mekanisme responsif penanganan kasus kekerasan seksual sebagaimana mandat Undang-undang No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasal 79 pada ayat (4) ditegaskan bahwa upaya pencegahan tindak pidana kekerasan seksual dilakukan pada satuan pendidikan.
“Termasuk terpenuhinya akses perlindungan secara komprehensif bagi peserta didik yang menjadi korban kekerasan seksual dalam lingkup perguruan tinggi,” jelasnya.
“Yakni bagaimana perguruan tinggi memperkuat peran dalam upaya mencegah terjadinya kasus maupun mencegah terjadinya permasalahan pada peserta didik dan membangun ruang aman untuk memastikan adanya jaminan hak anak untuk terbebas dari segala bentuk diskriminasi, termasuk tindak pidana kekerasan seksual,” ungkapnya menambahkan.
Ana mengatakan, agenda ini tidak akan berhenti dalam satu kali pertemuan saja. Nantinya akan ada workshop berkelanjutan di berbagai tempat. “Nantinya akan ada workshop, untuk menyuarakan pentingnya memenuhi akses perlindungan secara komprehensif bagi peserta didik yang menjadi korban kekerasan seksual,” pungkas Ana.
Sebagai informasi, menurut keterangan dari Inspektur II Kemendikbud Ristek, Sutoyo, ia menyebutkan kasus yang ditangani oleh Kemendikbud, kekerasan seksual menjadi kasus yang paling sering terjadi di dunia pendidikan yakni sebanyak 115 kasus. Di mana menjadi kasus paling banyak terjadi di Perguruan Tinggi.
Dari total 200 kasus yang ditangani isu terbanyak adalah kekerasan seksual dan paling banyak terjadi di Perguruan Tinggi.