Warga Jatirowo Ploso Jombang, Sulap Limbah Jadi Kerajinan Furniture Bernilai Tinggi

Pengrajin limbah, Puji Astutik (Tutik) warga Desa Jatigedong, Kecamatan Ploso, Jombang. (Anggraini).
  • Whatsapp

PLOSO, KabarJombang.com- Sebagian orang, limbah drum kreb atau tong kardus dianggap sebagai barang yang tidak memiliki nilai lebih. Sehingga tidak banyak dilirik untuk dimanfaatkan. Namun, hal ini berbeda dengan salah satu warga Jatirowo, Jombang.

Di tangan seorang perempuan bernama Puji Astutik (38) yang sering dipanggil Tutik asal Dusun Jatirowo, Desa Jatigedong, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang ini. Berbagai jenis limbah mampu disulapnya menjadi barang yang bernilai tinggi.

Baca Juga

Dalam pembuatan stool (kursi/bangku), nampak di luar hingga dalam rumah Tutik berbagai bahan limbah dapat didapati. Seperti triplek, tong kardus, spon dan berbagai kain disamping jahitan Tutik.

Sementara di belakang rumah Tutik juga nampak berbagai potongan kayu tersusun. Dimana beberapa karyawan Tutik juga terlihat sibuk memotong kayu, hingga membungkus stool.

Kerajinan limbah tersebut disulapnya menjadi barang-barang furniture. Tutik memulainya sejak awal pandemi Covid-19, sekitar bulan April 2020 silam.

Untuk jenis limbah yang ia produksi hingga menjadi barang bernilai tinggi. Yakni drum kreb atau tong kardus, papan triplek dari bekasnya palet, untuk kaki kayu stool dari limbah gendang yang diambilnya dari Blitar, plastik pembungkus stool. Sedangkan, untuk produk  pelengkap yang harus ia beli baru yakni spon dan kain.

Sebelumnya, perempuan beranak dua ini menceritakan,  jika kerajinan stool tersebut merupakan hasil isengnya. Demikian ini karena sukar melihat limbah yang hanya dimanfaatkan sebagai tempat sampah dan tempat duduk oleh warga setempat.

“Sebelum saya menekuni kerajinan stool ini, saya jahit tas kain hingga memiliki penjahit delapan orang. Tapi karena pandemi Covid-19 orderan tas saya sepi, akhirnya saya beralih ke masker,” kata Tutik saat ditemui di kediamannya, Minggu (3/5/2021).

“Tapi tidak bertahan lama juga, akhirnya saya melihat kok banyak limbah drum kardus yang dibuat orang-orang itu untuk tempat sampah dan tempat duduk-duduk. Jadi, saya coba mengolahnya menjadi lemari terus kursi, dan itu cuma iseng aja dulu,” sambungnya.

Dampak dari isengnya dan inisiatifnya tersebut, Tutik diguyur pesanan dan request dari orang tua teman-teman anaknya. Yang ia bandrol seharga Rp 25 ribu, namun harga juga bisa berubah tergantung tingkat kesulitan dalam pembuatannya.

Perkembangan produk stool Tutik pun tidak instan, karena ia juga membutuhkan ide dan inovasi agar produknya tersebut bisa bertahan untuk dilirik serta diminati pasar.

Dalam memasarkan produknya hingga mengalami perkembangan sepesat ini, diakui Tutik melalui mulut ke mulut, media sosial pribadi. Hingga memberanikan diri untuk memasarkannya ke market place.

Pembeli dan pelanggan produk-produk Tutik pun tidak tanggung-tanggung. Ia tidak menyangka bisa menarik para pelanggan mulai dari lokal Jombang hingga luar pulau yakni Gorontalo, Makasar dan Riau.

“Jenis limbah yang saya produksi dan jual dari drum kreb yaitu stool bulat, stool kotak, stool panjang, kursi, dan ada juga bantal tapi dari limbah spon. Selain itu, pembeli juga bisa request mau pesan apa,” ungkapnya.

Lambat laun produk stool Tutik pun ia beri label ‘Nano Stool’ yang merupakan singkatan dari nama kedua anaknya. Sebagai ciri khas dan memudahkan konsumen untuk membeli serta mencari produknya.

Selain itu, meski dengan bahan dasar limbah tong kardus. Tutik berani menjamin serta beradu jika kualitas dan kekuatan dari produk stool yang ia garap tersebut berkualitas.

“Tong kardus ini tidak bisa dipotong dengan pisau, harus pakai gergaji mesin. Soalnya kualitas drumnya ini kualitas ekspor yang saya ambil dari limbah CJI situ. Musuhnya ya cuma air saja, kalau kekuatannya diatas 100 Kg itu masih kuat,” katanya.

Dalam pengerjaannya pun Tutik bekerjasama dengan beberapa kerabat juga keluarganya. Dan untuk produk stool yang saat ini ramai dipesan masyarakat adalah produk stool kaki kayu dan stenlis.

Disetiap harinya Tutik bersama keluarga mampu menghasilkan 15 hingga 20 jenis stool. Harga per stool dijual Tutik Rp 135 ribu, untuk meja Rp 130 ribu hingga Rp 170 ribu.

“Ya alhamdulillah sejak pandemi Covid-19 ini penjualan meningkat. Orderan yang paling besar itu ya hari ini tadi sebanyak 200 stool. Dan dalam permintaan satu minggu berjalan ini omzet yang saya dapat bisa mencapai sekitar Rp 30 juta. Tapi kalau hari-hari biasa omzet yang saya dapat per bulannya itu sekitar Rp 5 juta,” ungkapnya.

 

 

 

 

 

 

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait