JOMBANG, KabarJombang.com – Galakkan belajar menulis kepada siswa, SMPN 2 Sumobito bertekad cetak generasi melek literasi dan tidak gagap komunikasi.
Hal itu nampak menjadi nyata, ketika sebuah pembelajaran unik disajikan oleh para guru kepada muridnya. Pembelajaran rutin yang jarang ditemui ini, bukan hanya memaparkan konseptual belajar, namun mampu mengawal para siswa agar bisa dan mampu secara teknis di lapangan.
Contoh nyata ialah, terciptanya tulisan tangan asli para siswa yang dikumpulkan menjadi satu hingga menjadi sebuah majalah yang dinamai sebagai ‘Majalah Spedu’.
Cita Jadi Nyata
Mahfudin, Sebagai Pembina Majalah Spedu SMPN 2 Sumobito, Jombang, menuturkan bahwa Majalah Spedu hadir dengan motto ‘Spirit of Dream’.
“Jadi majalah Spedu itu punya motto untuk menyemangati anak-anak itu Spirit of Dream. Artinya, bahwa setiap anak-anak itu punya cita-cita, tetapi seringkali, cita-cita keinginan itu terkendala oleh motivasi mereka sendiri,” ucapnya pada wartawan pada Rabu (31/8/2022).
Oleh sebab itu, Spirit of Dream ini merupakan motto untuk anak-anak, bahwa apa yang dulunya mereka merasa tidak bisa, seperti ketika ditanya menulis, jawaban dari mereka selalu tidak bisa. Dan ketika mereka disuruh menyampaikan sesuatu, tapi jawabannya juga tidak bisa. Dengan motto ini pihaknya ingin menunjukkan kepada anak-anak bahwa sebenarnya mereka bisa.
“Sehingga dari majalah ini, nanti nya anak-anak bisa tau, ternyata bukti nyata apa yang mereka inginkan itu bisa tercapai. Sehingga kita mengambil Spirit of Dreams ini,” katanya.
Tunas yang Dirawat
Ketika tahun ajaran baru, pihaknya merekrut anak-anak yang berkeinginan untuk masuk di bidang jurnalistik. Setelah itu, kemudian pihaknya memberi orientasi jurnalistik, dimana di dalamnya siswa akan diberi informasi. Seperti jurnalistik itu seperti apa, memberi tau kegiatan sekolah, motivasi, hasil karya anak yang kemudian di rangkumkan di majalah.
“Kita ajarkan bagaimana menulis yang komunikatif, karena tulisan majalah dan buku itu kan berbeda-beda. Sehingga kita sampaikan bahwa majalah itu sebenarnya bahasa lisan yang ditulis dan menjadi komunikatif. Kemudian, setelah mereka kita ajarkan menulis, mereka kita hadapkan pada kegiatan sekolah, kita minta untuk menulis dan tulisan itu kemudian kita diskusikan kira-kira kelemahan nya apa tulisan itu,” ungkapnya.
Setelah itu, para siswa diminta untuk mencari gambar, mencari foto yang sesuai. Lalu ada juga bagian yang mengajarkan untuk desain. Isinya, baimana siswa diajarkan untuk mendesain tulisan, supaya gambar yang diambil lebih komunikatif ke tulisan. Siswa juga diajarkan untuk layout sendiri, jadi di tampilan majalah itu, mulai dari konsep hingga tahap ekskusi di layout sendiri, kemudian ketika dari layout sudah fix baru file dikirim ke percetakan.
“Jadi mulai awal merancang sampai bagian layout kita rancang sendiri bersama anak-anak sehingga kedepannya ketika SMA, kuliah mereka sudah punya kemampuan untuk menulis. Karena menulis itu ajaib, orang akan lebih pintar jika menulis,” tukasnya.
Selama ada Majalah Spedu ini, pihaknya sudah mengeluarkan empat edisi. Hanya karena biaya, biasanya pihaknya hanya mencetak majalah satu tahun sekali. Di tengah perbincangan, ia juga berharap dengan adanya publikasi ini, dapat mendorong paling tidak di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jombang memberikan keleluasaan anggaran, agar siswa lebih bisa mengekspresikan potensi nya.
Menggebrak Eksistensi
Agar lebih terstruktur, dalam pengelolaan Majalah Spedu juga terdapat susunan redaksi. Dimana di dalamnya terdapat guru dan juga siswa. Untuk susunan redaksi juga setiap tahun berganti, namun tidak semua. Hanya separuh anggota saja, supaya ada regenerasi pembinaan dari anak-anak sendiri.
“Tujuan besar dengan digalakkannya literasi sejak dini di SMPN 2 Sumobito ini, untuk menyampaikan visi-misi sekolah secara lebih luas ke masyarakat terutama ke wali murid. Kedua, menunjukkan ke masyarakat bahwa SMPN 2 Sumobito itu ada. Artinya ada itu eksistensi nya terlihat, lewat majalah,
Di majalah itu kan ada gambar ada narasi, agar masyarakat tahu bahwa SMPN 2 Sumobito itu kegiatannya banyak dan punya tujuan jelas yang mungkin semua nya belum diketahui oleh masyarakat. Ketiga, dunia itu akan mati kalau tidak ada anak-anak yang pandai menulis,” katanya menyambungkan.
Bibit Baru, dengan Regenerasi
“Setiap tahun ajaran baru, tim redaksi Majalah Spedu juga melakukan rekrutmen. Mulai dari kelas 7, lalu yang kelas 8 mungkin ada yang baru, kelas 9 tetap, itu kemudian kita bina lagi untuk menulis dengan harapan kedepan mereka para siswa ini pandai menulis seperti para jurnalis,” ujarnya melanjutkan.
Pembelajaran menulis yang diberikan pun setiap jenjang kelas berbeda. Mulai dari kelas 7 diajarkan untuk menulis kegiatan informatif seputar kegiatan sekolah, kemudian kelas 8 menulis tentang berita investigasi, seperti contohnya bertanya kepada bapak ibu guru, ke masyarakat sekitar. Setelah itu, kelas 9 mereka sudah diajarkan untuk ngedit tulisan bahasa sehingga berjenjang.
“Untuk mentor sendiri diambil dari sekolah, yakni bapak ibu guru. Pihaknya juga menyampaikan hal lain yang ingin dituju yakni, mengikuti lomba jurnalistik yang memang belum pernah diikuti. Karena pernah dengar kalau di daerah lain itu ada kompetisi jurnalistik antar pelajar. Jadi itu hal lain kedepan yang akan coba kita ikuti. Kalau seandainya di Jombang ada, itu bisa memacu semangat anak-anak untuk terus giat menulis dan belajar,” harapnya.
Disiplin Jadi Pembeda
Sementara itu, Nazula, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, mengatakan di SMPN 2 Sumobito juga memakai cara unik untuk membentuk karakter para siswa.
“Kalau senin kita ada upacara. Jadi kita mulai hari pembiasaan itu mulai dari hari Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu. Kegiatan pembiasaan itu dimulai dengan penghormatan kepada bendera terlebih dahulu, jadi sebagai orang Indonesia kita harus hormat kepada bendera dan menanamkan jiwa kebangsaan kepada para siswa,” ucapnya di lokasi sekolah kepada wartawan.
Kemudian, para siswa yang dikumpulkan di lapangan juga menyanyikan lagu Indonesia raya untuk membentuk karakter agar mempunyai jiwa nasionalis. Nazula membeberkan, bahwa tujuan pembiasaan ini memang dilakukan setiap hari, agar siswa dilatih untuk tertib dan disiplin. Sehingga, ketika siswa sudah tertib, para guru saat hendak memberikan motivasi dapat lebih mudah.
Pembiasaan ini juga tidak meninggalkan seputar pembelajaran literasi. Konsep penerapan di lapangan juga unik, dimana para siswa yang sudah dikumpulkan tersebut akan diberikan tugas masing-masing secara bergantian per kelas setiap harinya.
“Jadi kita siapkan anak-anak itu per kelas. Karena sudah ada jadwalnya juga. Kelas 7 jadwalnya jam 07.00 – 07.30 WIB, kelas 8, mulai dari jam 07.30 – 08.00 WIB dan kelas 9 dari jam 08.00 – 08.30 WIB. Dari bapak ibu guru juga sudah disiapkan jadwal, jadi yang memberikan motivasi hari ini siapa dan yang mendampingi siapa,” ungkapnya.
Kegiatan bertajuk pembiasaan kepada siswa ini juga tertata rapi, mulai dari penghormatan kepada bendera, menyanyikan lagu Indonesia raya, membaca Pancasila, membaca juz amma, membaca doa belajar dan surah Al-Insyirah, membaca Literasi, motivasi. “Jadi seperti menyanyikan lagu Indonesia raya semua itu anak-anak yang bertugas, sedangkan bapak ibu guru memberikan motivasi setelah itu,” sambungannya.
Konsep pembacaan literasi di lapangan juga semua dilakukan oleh para siswa. Saat itu yang dibacakan adalah buku cerita, kemudian ada juga yang membaca buku tentang dasar negara.
“Jadi sehari sebelumnya, semua sudah disiapkan. Kelas berapa yang akan bertugas, nanti meminjam buku di perpustakaan. Jadi anak-anak yang bertugas nanti membacakan buku di hadapan teman-teman atau memberikan motivasi kepada sesama teman, di rangkum kemudian disampaikan kepada seluruh teman-teman nya di lapangan,” pungkasnya.(Anggit)