JOMBANG, KabarJombang.com – Penyidikan kasus gagang sapu yang membuat mata anak kelas 4 Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Jombang alami glaukoma resmi dihentikan. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Kabupaten Jombang bakal kawal kasus tersebut.
Seperti diketahui, anak kelas 4 SD yang matanya alami glaukoma usai terkena pecahan gagang sapu di sekolah kasusnya kini dihentikan karena tidak adanya bukti.
Hal itu juga selaras dengan status guru diniyah yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka, dan statusnya kini dicabut. Perwakilan Komnas PA Jombang Fitrotussalamah, saat dikonfirmasi membenarkan bahwa pihaknya saat ini ikut mengawal kasus tersebut.
Ia mengatakan, ibu korban mengadu ke Komnas PA Jawa Timur terkait kasus ini dan kemudian diteruskan ke Komnas PA Jombang. Pihaknya mengaku memang mengetahui kasus ini sejak awal, namun karena sampai hari ini kasus dirasa ada yang mengganjal, pihaknya pun ikut turun mengawal.
“Kami sudah bertemu dengan ibu korban juga,” ucapnya saat dikonfirmasi pada Senin (10/6/2024).
Menurutnya ada beberapa kejanggalan dari kasus tersebut, dimana ada dua laporan yang dibuat ibu korban ke pihak kepolisian.
“Laporan awal belum selesai diselidiki tapi sudah dikeluarkan SP3, kemudian pelaporan kedua ini dengan cepat proses penyelidikan dan juga kasus dihentikan karena kurangnya barang bukti,” ungkapnya.
Dalam hal ini, dengan keluarnya surat SP3 pada 31 Mei lalu sejak diputuskan adanya tersangka pada tanggal 18 Mei dirasa sangat cepat. “Kami ingin membantu korban anak untuk mencari keadilan,” katanya.
Pihaknya mengaku sudah bertemu dengan ibu korban, pihaknya memutuskan untuk meminta audiensi dengan pihak Polres Jombang bersama ibu korban juga didampingi juga oleh Komnas PA Jombang dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jombang.
“Kami meminta audiensi dengan pihak kepolisian dengan tujuan ingin bertanya mengapa kok kasus ini dihentikan,” katanya.
Kemudian pihaknya juga akan mengajukan praperadilan sehingga kasus ini diharapkan bisa dibuka dan diselediki kembali. Dan korban anak bisa mendapatkan keadilan dan pihak sekolah bisa bertanggung jawab.
Ia menegaskan, jika pihak korban tidak menuntut guru Diniyah sebagai tersangka. Melainkan menuntut sekolah dan yayasan untuk bertanggung jawab atas kasus yang menimpa anak korban.
“Saat ini kami membantu dan mendampingi korban dalam proses hukum dan dalam prosesnya psikologis anak dan orang tua. Memang saat ini anak korban mengalami trauma,” pungkasnya.