JOMBANG, KabarJombang.com – Salah satu pimpinan perusahaan consumer goods yang memproduksi berbagai macam produk kebutuhan sehari-hari di Ploso, Kabupaten Jombang, diduga melakukan penyekapan serta memeras mantan karyawannya sendiri.
Selain itu, pimpinan perusahaan PT Ultra Prima Abadi (UPA) Ploso, Kabupaten Jombang itu, juga melakukan indikasi main hakim sendiri dan perampasan sertifikat tanah milik mantan karyawannya berinisial FTP, warga Megaluh.
Akibat tindakan tersebut, mantan karyawan PT UPA, FTP melaporkan pihak perusahaan ke Polres Jombang.
Ketua DPC F-Sarbumusi, Luthfi Mulyono menyayangkan tindakan main hakim sendiri, serta perampasan barang milik mantan karyawan PT UPA sebagai jaminan, atas tindakan dugaan pencurian lima karton makanan ringan.
“Yang mempunyai kewenangan absolut menyatakan orang itu bersalah atau tidak itu Pengadilan. Ini ada masyarakat sipil, HRD perusahaan melakukan proses ilegal, yaitu menginterogasi, menyekap hingga merampas barang milik mantan karyawannya, sebagai jaminan. Ini yang tidak bisa dibenarkan,” kata Lutfi, Jumat (4/11/2022).
Menurutnya, terkait benar atau tidak mantan karyawan PT UPA ini mengambil barang tanpa izin, seharusnya ada proses hukum. Seperti pihak perusahaan melaporkan kejadian tersebut ke Polisi.
“Proses ini yang tidak diambil oleh pihak perusahaan, mereka lebih memilih melakukan main hukum sendiri. Menginterogasi sendiri, menyekap,” tegas dia.
Apalagi diungkapkan Luthfi di dalam proses interogasi selama 24 jam yang dilakukan pihak perusahaan, ada oknum TNI.
“Faktanya dari empat karton menjadi 40 karton. Dari Rp 4 juta menjadi Rp 162 juta, dibagi lima orang. Ini sudah menandakan timbul ketakutan yang luar biasa, apalagi menggunakan oknum TNI (fisik),” katanya.
Proses ilegal ini yang membuat Sarbumusi berang, lantaran pihak perusahaan melakukan main hakim sendiri dibandingkan lapor ke Polisi.
“Kita bukan membela atau membenarkan tindakan mantan karyawan itu tapi proses ilegalnya itu. Jika tindakan perusahaan ini dibenarkan, terus apa gunanya hukum di negeri ini. Kalau mau PHK ya pecat saja, atau bisa lapor Polisi. Tidak malah main hakim sendiri,” tuturnya.
Seharusnya, pihak perusahaan harus bersikap adil terhadap mantan karyawannya yang diduga mengambil makanan ringan.
“Kalau dia salah berapa kesalahannya yang harus ditanggung, jika ambil lima karton ya kenakan itungan lima karton. Tapi perusahaan melakukan pidana fatal dengan melakukan penyekapan, perampasan maupun interogasi sendiri. Apalagi faktanya sertifikat ditahan oleh perusahaan,” kata Luthfi memungkasi.
Sementara mantan karyawan PT UPA, berinisial FTP tidak menampik jika dirinya hanya mengambil lima karton makanan ringan merk Tango, yang dijualnya ke sopir perusahaan setempat.
“Iya saya memang salah sudah ambil barang. Tapi hanya lima karton, akan tetapi yang harus saya akui sebanyak 1800 karton saat proses interogasi. Dengan nominal Rp 40 juta, terus terang saya tidak mampu,” kata warga Megaluh ini.
Pria berusia 23 tahun ini mengungkapkan, dalam proses interogasi yang diduga dilakukan pihak perusahaan PT UPA itu, ia mendapatkan tekanan agar mengakui mengambil barang sejumlah 1800 karton, dan juga kekerasan fisik berupa tamparan yang diduga dilakukan oknum TNI.
“Interogasinya selama 24 jam, saat itu ada penekanan dan kekerasan. Jika tidak mau tanda tangan mengakui ambil barang dengan jumlah yang sudah ditentukan, serta tidak ada jaminan (sertifikat tanah) maka saya tidak boleh pulang,” tandas FTP.
Terpisah, HRD PT UPA Ayub Setiawan membantah jika ada unsur kekerasan maupun penyekapan terhadap mantan karyawannya tersebut.
“Tidak ada sich penyekapan dan perampasan itu,” katanya saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Jumat (4/11/2022).
Terkait penahanan sertifikat sebagai jaminan, Ayub mengungkapkan jika hal itu sudah disetujui semua pihak.
Ia bersikukuh jika mantan karyawannya berinisial FTP tersebut, mengambil barang lebih dari lima karton.
“Kalau lima karton, itu kan yang diakui tanpa bukti. Jadi tidak bisa membuktikan jika hanya lima karton yang diambil. Sementara kita berdasarkan data yang hilang banyak,” ungkap Ayub menegaskan.
Pihak perusahaan PT UPA Ploso Jombang, dikatakan Ayub sudah beritikad baik kepada mantan karyawannya, dengan menawarkan tanpa ganti rugi dan sertifikat akan dikembalikan. Namun, di kemudian hari pihak mantan karyawannya berubah pikiran.
“Sempat sudah setuju, dengan tawaran kita tanpa ganti rugi dan sertifikat akan dikembalikan. Tapi gak tau kenapa kok berubah,” tuturnya.
Ayub juga membantah jika ada unsur kekerasan yang dilakukan pihak perusahan PT Ultra Prima Abadi di Desa Daditunggal, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang.
“Tidak ada kekerasan, jika benar ada silakan tunjukkan visumnya,” kata Ayub memungkasi