Desa Jombatan Kabupaten Jombang memiliki tujuh dusun yakni Jombatan 1, Jombatan 2, Jombatan 3, Sapon, Candisari, Tambakrejo, dan dusun Pulokunci.
Dam Karet Indah (DKI) menjadi salah satu tempat favorit para pemancing di wilayah Kota Santri. Apalagi di saat puasa Ramadhan lokasi ini menjadi jujugan para muda mudi untuk nongkrong sambil menunggu buka puasa.
Dibalik nama Desa Jombatan ini ternyata mengisahkan berbagai cerita sejarah di dalamnya. Seperti yang dijelaskan oleh seorang pemerhati Sejarah Jombang, Dian Sukarno.
Sebelumnya ia mendapatkan cerita tentang Desa Jombatan dari seorang Carik Jatiduwur bernama Assyari.
“Jadi sebelumnya saya mendapatkan cerita Desa Jombatan ini awalnya dari Almarhum Mbah Carik Assyari dari Jatiduwur sekitar tahun 2007, saya lupa persisnya,” ujar Dian kepada KabarJombang.com, Sabtu (13/2/2021).
Diceritakannya bahwa Desa Jombatan ini berkaitan dengan kisah cerita yang ada di Desa Jatiduwur meski memiliki sejarah berbeda.
Dahulu Ki Ageng Jatiduwur yang merupakan seorang tabib dan seniman besar memiliki peran penyelamatan Prabu Jayanegara ke Bedander (sekarang sumber Gondang Kabuh) untuk membantu bekal Dipa Gajah Mada.
“Nah dari proses penyelamatan tersebut Ki Ageng Jatiduwur ini merupakan seorang loyalis Kerajaan Singosari sejak zaman Kertanegara, ia sudah loyal,” katanya.
Dengan perjalanan waktu, topeng Jatiduwur yang diduga peninggalan dari Majapahit tersebut, kemungkinan ada garis atau kisah perjalanan dengan Ki Ageng Jatiduwur.
Berkaitan dengan Desa Jombatan, jauh sebelum membantu bekal Dipa untuk penyelamatan ke Bedander Ki Ageng Jatiduwur ini memiliki seorang istri yang konon rupanya cantik nan molek, ia bernama Nyai Ageng Jatiduwur.
“Dan sebelum zaman Majapahit ketika ekspedisi Mongol waktu itu membawa pasukan sangat besar, yang dipimpin oleh tiga Senopati,” paparnya.
Pada saat itu pasukan Mongol ini melewati desa yang saat ini bernama Desa Jombatan. Dan kenapa beranama Jombatan? karena dahulu, tepatnya di brantas kuno konon luasnya lima kali lipat dari brantas yang sekarang.
“Jombatan dulu itu fungsinya untuk keluar masuk kapal dan untuk ngatur tata kapal yang sekarang disebut portal, tapi portal maritim. Sehingga, Desa Jombatan sekarang juga luas,” katanya.
Pada saat itu Nyi Ageng Jatiduwur sedang mendekati kawasan Jombatan tersebut karena ada kegiatan. Kemudian, saat tentara Mongol mengetahui kecantikan dan kemolekan Nyi Ageng Jatiduwur tersebut, ia ingin menjadikannya seorang istri.
“Dan Ki Jatiduwur dengan lapang dada merelakan Nyi Ageng Jatiduwur untuk dijadikan permaisuri tentara Mongol. Kejadian itu terjadi dipintu masuk portal maritim, Jombatan itu,” jelasnya.
Untuk menandai dengan satu sisi rasa kegalauan Ki Ageng Jatiduwur yang melepaskan istrinya dan menandai sifat kecongkakan tentara Mongol tersebut. Maka Ki Ageng Jatiduwur memberikan nama portal atau fungsi Jombatan di daerah itu dengan nama Jombatan.
“Brantas dulu lima kali lipat dari brantas sekarang, berarti titik Jombatannya dimana ya Wallahualam soalnya ini cerita tutur, dari mulut ke mulut yang menjadi ingatan kolektif. Dan saya juga bukan ahli spiritualis, persisnya dimana ini butuh penelitian yang panjang dan biaya besar dimana titik brantas kuno,” tandasnya.