JOMBANG, KabarJombang.com – Keinginannya bekerja di sebuah perusahaan tak kunjung terkabul, bukan lantas membuat Eka Widya (22) perempuan asal Desa Krembangan, Kecaman Gudo, Kabupaten Jombang ini, terus menanti panggilan tak pasti dari surat lamaran yang ditebar sebelumnya.
Seraya berharap ada panggilan lalu diterima, ia harus berjuang demi membantu ekonomi orang tuanya, dengan berjualan semampu modal yang dimilikinya. Ia membuka lapak di Jalan Dr Soetomo, kawasan PKL eks Alun-alun Jombang. Mengikuti geliat pedagang yang mulai membuka lapaknya sore hingga malam.
Namun, kondisinya tidak seperti PKL lain. Ia membuka lapak hanya dengan menggelar tikar di trotoar jalan, sisi selatan pintu masuk dari arah timur. Yang dijual juga tidak mewah, ia mengaku hanya mampu berdagang otak-otak, kerupuk, dan tisu. Alasannya, tidak memiliki modal cukup untuk berdagang lainnya.
“Kerupuk ini, saya goreng dan kemas sendiri. Lalu saya jual di sini. Kalau yang lain, kulakan,” kata Eka saat menawarkan dagangan di lapaknya yang hanya memanfaatkan terangnya lampu jalan.
Mirisnya lagi, perempuan muda ini berangkat dan pulang berjualan dari rumahnya sampai Jombang Kota, dengan mengayuh sepeda ontel. Itupun kondisinya tak seperti sepeda kekinian yang tren.
Dengan jarak tempuh 13-an kilometer plus, dan gambaran untung atau laba tak begitu banyak didapat, ia tetap ikhlas melakoninya, meski Eka tak menampik jika capek menggelayutinya.
“Punyanya sepeda ontel. Kalau sepeda motor cuma satu, itupun dipakai bapak. Nggak apa dijalani saja. Dagangan saya laris, sudah seneng banget, untuk membantu ekonomi keluarga,” kata lulusan salah satu SMA swasta di Jombang tahun 2017 ini.
Sekitar pukul 23.00 WIB, Eka mulai mengayuh sepeda anginnya untuk pulang ke Krembangan. Jika dagangannya masih tersisa, ia bawa pulang. Sembari tak lepas berdoa sepanjang perjalanan
agar dagangannya habis esok hari.
“Takut juga kalau pulang, karena di jalanan ke selatan sepi orang. Biasanya, juga dipapak (dijemput dan dikuti) bapak,” katanya.
Eka mengaku, mulai berjualan sejak pukul 09.00 WIB. Namun, berdagangnya di pasar dan hanya otak-otak yang dijualnya. Siang hari, ia berisitirahat sebentar, kemudian sorenya mulai mengayuh sepeda angin usangnya ke Jombang Kota.
Sepanjang pandemi Covid-19, Eka Widya mengaku sangat terdampak. Ia tak lagi bisa berjualan di kegiatan pengajian, karena terhenti oleh kebijakan larangan berkumpul. “Biasanya ramai kalau jualan di pengajian-pengajian. Tapi karena Covid, ya jadinya jualan seadanya begini,” ungkapnya.
Eka juga mengaku, harapannya bisa diterima bekerja di perusahaan, masih kuat hingga saat ini. Meski di sisi lain, banyak perusahaan yang merumahkan karyawannya akibat terdampak pandemi Covid-19.
“Apapun posisinya. Setidaknya, sesuai lamaran kerja yang sudah saya taruh. Tapi, sepanjang belum dipanggil, saya tetap harus bekerja, yang penting halal dan bisa membantu ekonomi orang tua,” pungkasnya.