PETERONGAN, KabarJombang.com – Sungai yang tercemari limbah sisa produksi tahu, juga dikeluhkan pihak Yayasan Darul Ulum, Rejoso, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang. Diketahui, sungai yang tercemar limbah tahu tersebut berada di pinggir jalan yang membelah Ponpes Darul Ulum.
Ribuan santri pesantren Darul Ulum pun tiap hari disuguhi aroma anyir limbah tahu. Apalagi di saat proses belajar mengajar berlangsung, bau menyengat itu sangat dikeluhkan.
Ketua Yayasan Pesantren Tinggi Darul Ulum, Gus Zu’em Widjaja As’ad mengaku heran, limbah tahu yang mengalir ke sungai, sudah sangat meresahkan masyarakat sekitarnya. Selama ini, kata Gus Zu’em, sudah banyak keluhan masyarakat terkait hal itu. Namun, hal tersebut tidak membuat pihak terkait cepat turun tangan.
“Saya juga heran, mereka (pemilik pabrik tahu) itu punya kekuatan apa kok kayaknya kebal hukum. Harusnya setiap usaha kan paling tidak, ada aturan, Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) misalnya. Untuk yayasan kami kan ada santri, juga mengganggu aktifitas belajar karena bau yang menyengat. Dan kalau sampai banjir, mesti santri di sini mengalami gatal-gatal,” tutur Gus Zu’em pada KabarJombang.com, Rabu (18/11/2020).
Gus Zu’em juga menyampaikan, jika memang tidak ada solusi mengenai pencemaran sungai tersebut, pihaknya meminta adanya tindakan secara ekstrim, yakni menutup aliran sungai.
“Tapi ini kalau memang tidak ditemukan jalan keluar. Tapi saya kurang tahu, apakah air sungaii ini digunakan untuk saluran irigasi. Kalau bisa ditutup ya sudah sebelah sana tutup saja, biar limbahnya tidak sampai sini,” jelasnya.
Gus Zu’em menyatakan, jika membuang limbah sama halnya dengan membuang hajat. Menurutnya, ada laknat yang akan diucapkan dari yang terkena dampak. Dan laknat itulah, memiliki keterkaitan dengan tidak adanya keberkahan.
“Dalam ajaran Islam ini saya umpamakan, ya mohon maaf seperti halnya orang buang hajat. Seumpama buang air kecil, kalau tidak disiram bersih. Setelahnya ada orang lain masuk dan mencium bau tidak sedap, pasti orang itu marah, pasti dikata-katain atau dilaknat. Sama halnya limbah ini yang menganggu banyak orang, pasti laknat itu ada, dan usahanya jadi tidak berkah,” terangnya.
Selain itu, Gus Zu’em mempertanyakan penegakan hukum bagi pembuang limbah tahu ke sungai. Karena tindakan tersebut, kata Gus Zu’em, sudah merusak lingkungan dan mengganggu masyarakat.
“Sudah pernah saya sampaikan ke pemerintah. Saat ini, sudah tidak lagi rangkulan atau ajakan lagi. Harusnya, penegakan hukum sudah harus diterapkan. Mereka sebenarnya sadar kalau membuang ke sungai itu berdampak tidak baik. Tapi kalau tidak ada tindakan hukum, mereka akan tetap melakukannya,” ungkapnya.
Gus Zu’em juga sempat meminta dinas terkait menangani pencemaran sungai tersebut. Kala itu, permintaannya atas dasar Ponpes Darul Ulum hendak kedatangan Wakil Presiden RI.
“Pernah waktu itu, ada acara yang dihadiri Wakil Presiden. Ibaratnya, masa iya kondisi sungai seperti itu akan dilihatkan. Akhirnya sebelum acara berlangsung, ada pengerukan sungai oleh terkait,” ceritanya.