NGORO, KabarJombang.com – Terkait tudingan program BPNT di Desa Badang, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang yang dianggap manyalahi aturan. Buntutnya agen mandiri bernama Wasis mendapat ancaman.
Kepala Desa Badang, Solikhudin membeberkan, penunjukkan supplier untuk memudahkan dalam proses pengontrolan dan koordinasi sembako agar tidak ditemukan barang yang buruk dan busuk.
Menurutnya, jika membicarakan pedoman program sembako dari Kemensos cakupannya akan luas atau nasional. Hal ini tergantung atau dikembalikan kepada kebijakan wilayah masing-masing.
Memang, katanya, dipedoman program sembako agen mandiri itu boleh dan KPM kan belanjanya juga bebas untuk membeli di agen yang sudah ditetapkan. Namun, untuk mengontrol dan koordinasinya sulit.
“Kalau ada barang yang buruk dan busuk yang tanggungjawab siapa kan gitu,”ungkap Solikhudin kepada KabarJombang.com, Kamis (24/9/2020).
Hal ini juga sebagai sarana kebijakan pihak Kabupaten untuk memudahkan pemantauan. Sehingga semua telah disiapkan baik tikor maupun satgas pangannya.
“Waktu terakhir rapat kemarin bersama agen juga, kita ndak memaksa. Cuma dihimbau supaya jangan mandiri lah, supaya ngontrolnya itu gampang,” ujarnya.
Ia juga menegaskan jika harga sembako yang ada di Kecamatan Ngoro lebih murah dibandingkan dengan Kecamatan lain dirasanya akan mengundang polemik nantinya.
Sehingga, pihak Kabupaten mengkoordinir agar harga dan barangnya sama se-Kabupaten Jombang.
Menurutnya, untuk suppliernya memang sudah ditata. Seperti dibagian Timur, Barat, Selatan itu siapa kan sudah ditata sebenarnya. Bagian beras siapa, telor siapa, kacang hijau siapa dan seterusnya.
“Ya itu kembali lagi agar pihak Kabupaten mudah memantaunya. Jika ada sembako yang rusak seperti beras ya tinggal menghubungi supolier si A, si B itu aja untuk diperbaiki,” jelasnya.
Pelaksanaan evaluasi dikatakannya memang berjalan setiap bulan sekali dengan mengumpulkan agen dan suppliernya.
Di Ngoro ada sebanyak 22 agen namun hanya dua agen yang bersih kukuh tetap mandiri sehingga pihaknya juga mengaku pernah memanggil Wasis salah satu agen dari tiga agen yang ada di Desa Badang untuk menjadi agen seperti pada umumnya.
“Kalau bisa menyalurkan atau menjual seperti biasanya, baik-baik saja lah. Namun, Wasis menolaknya dan bersih kukuh untuk mandiri. Dan agen mandiri itu bukan wewenang saya, karena itu wewenangnya bank atau pihak penyalur. Saya bilang ke Pak Wasis kalau njenengan mandiri ya urusannya njenengan tapi kalau KPM kan urusan saya, warga saya, dan saya yang ngatur,” ungkapnya.
“Sebenarnya kalau ngomongin salah bener ya ndak lah, kita cuma berunding saja, kalau seandainya kita ikut sama aturan dan arahan Kabupaten ya baik-baik saja saya kemarin-kemarinnya,” imbuhnya.
Bersih kukuhnya Wasis untuk tetap menjadi agen mandiri memang tidak ada sanksi yang terikat. Dan untuk agen-agen yang membeli disupplier tetap disarankannya untuk menjual barang yang bergaransi.
Sementara kasus seperti Wasis ini tidak bisa dipertanggungjawabkan, sulitnya dalam pelaporan, dan sulit untuk memantau dimana barang yang diperolehnya untuk dijual ke para KPM.
Dikatakannya lebih lanjut, penunjukkan supplier dalam keterangan tertulis ataupun lisan tidak diketahui Solikhudin dan bukan bagian dari rananya.
Karena supplier tersebut langsung penunjukkan dari Kabupaten yang mempunyai korwil, supplier, satgas pangan, tikor tingkat kecamatan.
“Kita kan hanya berada pada posisi tingkat Desa yang membawahi agen-agen itu aja, kalau kondisif akan baik-baik aja lah, aman-aman aja, dan nurut-nurut aja seperti 20 agen lainnya,” katanya.
Dan yang ditakutkan Kabupaten adalah barang yang dibeli para KPM itu buruk. Sehingga supplier itu harus resmi dan harus tanggungjawab yang dibarengi dengan perjanjian.
“Barang buruk dikembalikan, barang lebih dikembalikan. Sebenernya agen itu dienakan, gak modal tidak apa-apa. Karena setelah barang dikirim, setelah disalurkan baru totalan,” singkatnya.
Agen mandiri tetap diperbolehkannya untuk berdiri, namun untuk KPMnya lebih disarankannya ke agen yang suppliernya jelas dan sesuai prosedur.
Karena jika ada timbangan yang kurang pihaknya bisa komplain ke supplier yang ditunjuk dan untuk agen mandiri seperti Wasis sulit untuk dideteksi suppliernya darimana saja.
“Jadi tidak ada maksa-maksa, hanya saran saja,” pungkasnya.
Dari beberapa supplier, di Kecamatan Ngoro di Perak, Jombang. Dengan satu suppliernya membawahi dua kecamatan, dengan total KPM di Desa Badang, sebanyak 769 KPM dan tiga agen.
“Kalau agen gak sesuai dengan prosedur kebijakan Kabupaten, apa gak kasihan sama kepala desanya ditegur terus,” imbuhnya lagi.
Namun, terkait diperbolehkannya agen mandiri di Desa Ngoro, ternyata Kades Badang, Solikhudin tidak bisa memberikan keterangan secara gamblang karena bukan wewenangnya dan disarankan untuk menanyakan hal tersebut ke pihak Kades Ngoro. Karena kebijakan di Desa Badang, tersebut tidak bisa diganggu gugat.