NGORO, KabarJombang.com – Sejumlah kalangan, tampaknya mulai tergerak mengurangi pemakaian plastik sebagai wadah penganan. Banyak pihak mulai melirik besek sebagai penggantinya. Upaya mengurangi sampah plastik inilah, menjadi berkah tersendiri bagi warga Dusun Patuk, Desa Kertorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang.
Mayoritas warga Dusun Patuk, bekerja sebagai pengrajin besek berbahan bambu apus. Aktivitas kerajinan ini dilakoni warga setempat tidak baru-baru ini. Namun, sejak turun temurun dari pendahulunya. Tak heran, jika dusun ini dikenal sebagai pusat besek.
Di sela-sela kesibukannya menganyam potongan bambu yang sudah tipis berukuran sama, Jumaiah (35) membenarkan warga Dusun Patuk banyak bekerja sebagai pengrajin besek. Namun masing-masing orang, mengerjakan besek dengan jenis berbeda.
“Kalau saya ini pengrajin besek jenis sesajen. Di sana, tetangga saya membuat besek untuk wadah makanan atau catering,” katanya ketika ditemui KabarJombang.com, Jumat (14/8/2020)
Jumaiah mengaku bergelut di dunia kerajinan bambu apus ini sejak usianya masih belia. Menurutnya, pekerjaan yang sudah 30 tahun dia tekuni ini merupakan turun temurun dari orang tuanya.
“Kalau bambunya dikirim dari Kecamatan Kasembon, Malang. Dan kalau jadi, disetor ke pengepul. Akan dikirim ke Bali,” tuturnya.
Sementara Sunarsih (70), tetangga Jumaiah, juga demikian. Ia menjadi pengrajin besek sejak kecil. Nenek ini mengaku tak pernah bosan dengan kegiatan memproduksi besek. Dari kegiatan inilah, ia mengaku mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan rumah tangga.
Meski di usia senja, Sunarsih tampak masih cekatan menipiskan bambu apus yang sudah dipotong sesuai ukurannya sebagai bahan besek. Hanya saja, ia bekerja dengan duduk di sofa yang sudah tidak memiliki kerangka. “Biar kuat duduknya,” katanya sambil menghaluskan bambu dengan pisau di tangan.
Dikatakannya, proses pembuatan besek dimulai dari pembelahan bambu, kemudian dikeringkan, setelah itu bisa dianyam. Dalam dua hari, lanjutnya, mampu menghasilkan besek sekitar 100 biji. Sedangkan pengiriman ke pengepul, tidak menentu. “Biasanya kalau sudah dapat 300 biji. Kadang bisa lebih kalau permintaan banyak,” katanya.
Untuk harga besek sesajen buatan Jumaiah dan Sunarsih, per 300 biji dibandrol sekitar Rp 110 ribu. Uang tersebut dia dapat, saat barang sudah disetor ke pengepul.
“Kalau dihitung-hitung, penghasilannya memang tidak menjanjikan. Tapi saya tetap bersyukur. Mudah-mudahan makin banyak permintaan,” pungkasnya.