PETERONGAN, KabarJombang.com – Hasil rapid test-nya non-reaktif namun diminta menjalani isolasi atau karantina, begitulah yang kini dialami Luluk Khamro’ah (51) warga Desa/ Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, sehari-harinya sebagai pedagang daging di Pasar Peterongan.
Dia, pada Kamis (25/6/2020) siang, diminta berkumpul di Puskesmas Peterongan pada Jumat (26/5/2020) seraya membawa bekal pakaian dan peralatan sehari-hari, untuk menjalani isolasi atau karantina di GOR (gelanggang olahraga) Tenis Indoor, Jombang.
Suratno (57) suami Luluk Khamro’ah mengaku keheranan, lantaran hasil rapid test istrinya non-reaktif namun diminta isolasi massal. “Saat kami tanya, petugas puskesmas menjawab ada kesalahan. Dan petugas menyebut jika seluruh peserta rapid test di Pasar Peterongan waktu itu, hasilnya reaktif semua,” kata Suratno, Kamis (25/6/2020).
Sebagai informasi, rapid test massal pada pedagang Pasar Peterongan, digelar Dinas Kesehatan (Dinkes) Jombang pada Selasa (16/6/2020) lalu.
Ia juga sempat menanyakan adanya perubahan hasil rapid test istrinya, dari non reaktif menjadi reaktif. Namun upayanya ini sia-sia lantaran petugas tidak menunjukkannya. Permintaan Suratno ke petugas puskesmas agar istrinya menjalani isolasi mandiri pun juga sama. Petugas bersikeras agar Luluk Khamro’ah dikarantina di GOR Jombang.
“Saat kami tanya, mana hasil rapid test istri kami reaktif, tidak ditunjukkan. Hanya diberitahu secara lisan. Janggalnya lagi, seharusnya yang dikaratina berjumlah enam orang. Tapi nyatanya yang berangkat cuma empat orang. Kata petugas, yang lain menyusul. Namun, nyatanya tidak (disusul),” bebernya.
Sang Anak Terpukul, Merasa Dikucilkan
Kondisi tersebut, tak hanya Suratno yang mengaku terpukul. Hal sama juga dialami sang anak. Menurut Suratno, anaknya kini kerap mengurung diri di rumah, sebab dia menjadi sasaran pertanyaan dari teman-teman sebayanya lewat media sosial (Medsos) Facebook maupun WhatsApp.
Sementara dirinya, lanjut Suratno, mulai dijauhi tetangga dan sejumlah teman-temannya. Karena kabar jika istrinya terkena Corona, katanya, sudah merebak. “Padahal ini masih hasil rapid test, dan non-reaktif lagi. Tapi karena dikarantina, masyarakat mulai men-cap jika istri saya kena Corona,” katanya.
Dia berharap, pemerintah dalam hal ini Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 di semua level, tidak gampang memvonis seseorang terinfeksi Covid-19. Karena menurutnya, vonis tersebut sangat berdampak bagi kehidupan keluarganya di tengah masyarakat. Pihak terkait, lanjutnya, harus lebih dulu mengkaji plus minus-nya secara mendalam.
Lebih lagi, kata Suratno, pihak GTPP tidak massif melakukan sosialisasi kepada masyarakat, jika virus Corona bukan aib, dan yang terinfeksi Corona perlu dibantu untuk pemulihan. Sebab menurutnya, hingga kini masyarakat masih memiliki pemikiran dan sikap demikian, seperti yang kini dia alami.
“Meskipun hasilnya belum diketahui apakah positif atau negatif, tapi masyarakat sudah men-cap terkena Corona, karena karantina tersebut. Lalu, apakah pihak terkait mampu memulihkan nama keluarga kami yang sudah kadung dicap Covid-19,” papar Suratno.
Dampak lain, kata Suratno, tertuju pada istrinya yang seorang pedagang. Dikatakannya, hal tersebut akan berdampak pada daya jual dagangan istrinya. Apalagi, katanya, Luluk Khamro’ah kini menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, setelah Suratno di-PHK dari tempatnya bekerja.
“Otomatis, pembeli akan tidak mau berbelanja di tempat kami, karena takut tertular. Kan mereka tidak tahu yang sebenarnya, jika istri saya non-reaktif. Kalau sudah begitu, kita tentu berat menjalani hidup sehari-hari, karena istri saya sekarang menjadi tulang punggung, karena saya baru saja terkena PHK,” pungkasnya.
Sayangnya, Kepala Dinkes Jombang, saat dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp terkait keputusan karantina massal kendati hasil rapid test non-reaktif, yang dialami Luluk Khamro’ah, tidak ada jawaban.
Hingga kini, KabarJombang.com masih berupaya melakukan konfirmasi ke pihaknya dan sejumlah pihak lain.