JOMBANG, (kabarjombang.com) – Meski mendekati batas akhir pengajuan penangguhan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2016, belum ada satupun perusahaan yang mengajukan penangguhan tersebut ke Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Jombang.
Kepala Dinsosnakertrans, Heru Wijayanto mengatakan, batas pengajuan penangguhan UMK 2016 Kabupaten Jombang yakni tanggal 20 Desember 2015. Namun, hingga saat ini belum ada yang mengajukan penangguhan tersebut. Pihaknya juga tidak mengetahui alasan terkait hal tersebut.
“Hingga batas akhir pengajuan yang kurang lima hari ini, belum ada perusahaan yang mengajukan penangguhan. Pada 2014 lalu, ada dua perusahaan yang mengajukan penangguhan, namun ditolak di tingkat Provinsi Jawa Timur karena tidak memenuhi syarat,” ujarnya saat ditemui dikantornya, Selasa (15/12/2015).
Heru menjelaskan, salah satu syarat penangguhan upah adalah laporan keuangan perusahaan meliputi neraca, perhitungan laba/rugi beserta penjelasannya selam dua tahun terakir. “Jika dalam perhitungan tersebut perusahaan yang bersangkutan mendapat keuntungan, maka secara otomatis penangguhan UMKnya akan ditolak,” imbuhnya.
Heru berharap, agar perusahaan yang ada di Kota Santri ini menemukan solusi terbaik agar tidak terjadi efek domino dari penetapan UMK, selain penangguhan upah. Penetapan UMK Jombang tahun 2016, mengacu PP Pengupahan No 78/2015, sebesar Rp 1.940.000, atau naik dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 1.725.000.
Berdasarkan Pasal 90 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat meminta penangguhan. Namun hal tersebut tidak serta merta berlaku. Harus sesuai dengan persyaratan yang diajukan oleh Dinsosnakertrans sesuai dengan pasal 4 ayat 1 Menakertrans 231/2003.
Heru Wijayanto mengatakan, jika perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Jombang melakukan penangguhan 10 hari sebelum berlakunya UMK tersebut. Sedikitnya, ada 8 item persyaratan penangguhan upah yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang mengajukan penangguhan tersebut.
Diantaranya, (1) Surat permohonan penangguhan upah minimum. (2) Naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan Serikat Pekerja atau wakil pekerja perusahaan yang bersangkutan untuk menentukan pelaksanaan UMK. (3) Fotocopy akte pendirian perusahaan. (4) Laporan keuangan perusahaan meliputi neraca perhitungan rugi laba beserta penjelasan penjelasan selama dua tahun terakhir. (5) Perkembangan produksi dan pemasaran 2 tahun terakhir serta rencana produksi dan pemasaran 2 tahun yang akan datang. (6) Data upah menurut jabatan pekerjaan. (7) Jumlah pekerja seluruhnya dan jumlah pekerja yang akan dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum.
Dan item ke 8 yakni Surat pernyataan kesediaan perusahaan untuk melaksanakan UU MK yang baru setelah berakhirnya waktu penangguhan. “Semua syarat tersebut harus sudah dipenuhi oleh perusahaan yang ingin mengajukan penangguhan upah, selanjutnya akan diserahkan kepada Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur yang akan melakukan pengkajian dan penelitian, sehingga hasilnya disusun dalam bentuk rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Timur sebagai bahan pertimbangan Gubernur dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Heru menambahkan, selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian, pengusaha tetap membayar upah yang biasa diterima pekerja. Namun, jika permohonan penangguhan ditolak Gubernur Jawa Timur apakah yang diberikan oleh pengusaha sama dengan UMK yang berlaku terhitung mulai tanggal berlakunya ketentuan UMK yang baru. (ari)