Sambut Panen Kopi, Warga Segunung Wonosalam Gelar Tradisi Wiwit Kopi

Foto : Suasana tradisi Wiwit Kopi Segunung, di Pendopo Balai Ageng Giri Kedaton, Carangwulung, Wonosalam, Jombang. (Kevin Nizar)
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Masyarakat Kampung Adat Segunung, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam, Jombang, baru saja menggelar tradisi bernama Wiwit Kopi Segunung. Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur atas melimpahnya hasil panen kopi di wilayah yang terkenal dengan hawa sejuk dan kopi berkualitasnya tersebut.

Agenda Wiwit Kopi Segunung ini digelar di Pendopo Balai Ageng Giri Kedaton, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam, Jombang, pada Sabtu (27/7/2024).

Baca Juga

Ketua Kampung Adat Segunung, Supi’i, dalam wawancaranya kepada wartawan, menjelaskan bahwa Wiwit Kopi Segunung memiliki makna yang sangat dalam bagi masyarakat setempat.

“Ini bukan hanya sekadar tradisi, tapi juga ungkapan rasa syukur kami kepada Tuhan yang Maha Esa atas rezeki yang melimpah dari hasil panen kopi,” ungkapnya.

Prosesi Wiwit Kopi Segunung diawali dengan doa bersama di kebun kopi, dilanjutkan dengan petik biji kopi bewarna merah. Buah kopi yang sudah dipetik kemudian diarak menuju Pendopo Balai Ageng Giri Kedaton.

“Selain sebagai ungkapan syukur, tradisi ini juga bertujuan mempererat tali silaturahmi antar warga dan melestarikan budaya leluhur,” tambah Supi’i.

Menurutnya, tradisi Wiwit Kopi Segunung ini juga sebagai bentuk melestarikan budaya kepada anak cucu, agar tradisi ini terus berjalan setiap tahunnya dan tidak punah.

“Kami ingin Juga melestarikan budaya, dan memperkenalkan kepada anak cucu kami semua. Bagaimana caranya melestarikan sebuah budaya dan jangan sampai punah, karena ini warisan kita bersama,” jelasnya

“Wiwit Kopi Segunung bukan hanya menjadi momen penting bagi masyarakat Segunung, tetapi juga memiliki potensi untuk menarik wisatawan. Dengan mengangkat kearifan lokal seperti ini, diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan mempromosikan potensi wisata di kecamatan Wonosalam,” lanjutnya.

Tradisi budaya ini diawali dengan prosesi petik merah yakni buah kopi yang sudah matang matang, lalu diikatkan pada tombak baja. Yang dilanjut dengan ‘slametan’ di kebun kopi setempat.

Prosesi ‘slametan’ dipimpin oleh seorang ‘ujub’ yang membacakan doa-doa serta harapan baik kepada Tuhan. Dengan tujuan memberikan rasa syukur serta meminta rezeki dan kelancaran untuk panen kopi yang dilakukan.

Lalu setelah itu, pada tahap terakhir, hasil panen biji kopi tersebut beserta hasil bumi lainya diarak oleh warga setempat menuju Pendopo Balai Ageng Giri Kedaton.

Berita Terkait