JOMBANG, KabarJombang.com- Perkembangan seni tari remo ditingkat Jawa Timur, sangat pesat. Diperkirakan masuk di Jombang sekitar tahun 1942 pada saat zaman Jepang.
Tari Remo ini juga menjadi salah satu bentuk kesenian yang unik. Hal ini karena sejarah penciptaan dan nilai-nilai filosofisnya yang terkandung didalamnya.
Konsep yang disajikan dari tari remo ini meliputi pemeran tarian atau penari, gerakan, busana, dan lain sebagainya.
Seniman Jombang, Dian Sukarno mengatakan, jika perkembangan tari remo di Jombang terdapat tiga aliran yang terdata yakni aliran remo boletan, aliran remo Jombangan, dan aliran remo Putri Pak Tawi.
Aliran remo boletan diciptakan Sastro Bolet Amenan seorang pelawak ludruk asal Arum Dalu Sengon, Jombang, sekitar tahun 1960 hingga 1970-an.
Kemudian aliran remo Jombangan gaya Ali Markasa yang lebih akrobat sampur atau slendangnya yang diberi pemberat. Dan aliran remo putri gaya Pak Tawi.
“Saya menduga bentuk tari remo itu masuk sekitar era 1942 saat zaman Jepang dulu. Karena belum dibuktikan secara ilmiahnya. Dan Jombang itu kan memang asalnya ludruk, remo. Saya menyimpulkan sementara yang terdata itu ada tiga aliran,” terang Dian kepada KabarJombang.com, Sabtu (13/3/2021).
Perbedaan ketiga tarian remo tersebut yaitu jika aliran boletan, tari remo ditampilkan dengan penari laki-laki yang tidak menggunakan baju atau ngligan. Hanya menggunakan celana, jarik, ikat kepala model Bali.
“Pak Bolet itu sukanya yang nyentrik-nyentrik gitu, dengan dua kuncir didepan yang ada diikat kepalanya. Itu juga sebagai simbol jika beliau pengikut Partai Nasional Indonesia (PNI),” ujarnya.
Sementara itu, untuk aliran remo Ali Markasa konsep kostumnya lebih ke Jawa Timuran, seperti pada umumnya. Hanya saja yang membedakan dari gaya gerak dengan tendangan sampurnya yang menjadi akrobatik sampur.
“Sebenarnya kalau tari remo putri gaya Pak Tawi ini yang terdeteksi ada dua yaitu remo putri gaya Pak Tawi dan remo putri gaya Muhadi. Nah, gaya Pak Muhadi ini yang saat ini tidak terlacak, kemudian kabar terakhir yang saya dengar kan Pak Tawi sakit-sakitan,” paparnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, tarian ini tidak hanya dibawakan oleh penari laki-laki, tetapi juga perempuan. Sehingga memunculkan nama tarian baru “Tari Remo Putri”.
Sedangkan, untuk konsep gerakan tariannya tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan. Hanya saja aura tariannya yang berbeda dan untuk penampilan ludruk penarinya masih dominan laki-laki.
Dian juga mengatakan, jika perkembangan tari remo saat ini lebih menonjol di pusat-pusat sanggar tari, komunitas ludruk, maupun ekstrakulikuler seni di sekolah-sekolah.
“Tari remo di Jombang perkembangannya kalau saya lihat masih sebatas di sanggar-snaggar tari, ekstrakulikuler seni di sekolah-sekolah, dan komunitas ludruk ya,” ungkapnya.
Untuk karakteristik utama dari tari remo yakni pada gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Dimana gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki.
Lonceng tersebut akan berbunyi saat penari melangkah atau menghentakkan kaki di panggung. Selain itu, karakteristik yang lain yakni gerakan selendang atau sampur. Dimana gerakan anggukan dan gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin atraktif.