JOMBANG, KabarJombang.com – Bulan Ramadan memang selalu dinantikan oleh masyarakat, khususnya ketika menjelang berbuka puasa, sholat tarawih dan sahur.
Biasanya, ketika menjelang buka ataupun sahur, masyarakat selalu diingatkan dengan bunyi tarqim yang dibunyikan dari toa masjid.
Hal tersebut dilakukan sebagai pengingat bahwa waktu untuk berbuka maupun sahur dan imsak sudah tiba. Namun, pernahkah sejenak mendengar atau bahkan merasakan diingatkan berbuka dengan suara sirine yang datang dari gardu?
Di kabupaten Jombang memang meninggalkan begitu banyak sejarah yang harus dikenali. Salah satunya yakni Gardu Listrik zaman peninggalan Belanda. Bangunan yang berada di area selatan Pendopo Kabupaten Jombang atau dekat Alun-alun tersebut, masih berdiri kokoh dengan kondisi bangunan yang masih utuh.
Dari bangunan terdapat satu pintu tunggal dimaksudkan supaya mencegah orang untuk masuk maupun mendekatinya. Hanya petugas ANIEM saja yang boleh memasukinya apabila ada perbaikan maupun pengecekan. Ini disebabkan karena adanya tegangan yang sangat tinggi yang bisa menewaskan orang yang memegangnya.
Umur bangunan yang diperkirakan berusia 90 tahun lebih itu, merupakan bangunan pemancar suara, berupa sirine yang saat ini bunyinya menandakan waktu berbuka atau imsak bagi masyarakat.
Salah satunya berasal dari penelusur sejarah Jombang, M. Faisol. Ia mengatakan, dulu bangunan ini dibangun oleh sebuah perusahaan, Algemene Nederlandsch Indische Electrisch Maatzcapij (ANIEM) yang merupakan sebuah perusahaan penyedia listrik swasta pada zaman Hindia-Belanda kisaran tahun 1938-1939.
“Bangunan memang dibangun pada zaman Belanda, oleh sebuah perusahaan penyedia listrik waktu itu. Jadi bangunan ini punya dua fungsi, yang pertama untuk penerima aliran listrik PLTA Mendalan Kasembon, aliran listrik dibagikan kepada rumah warga dan instansi pemerintah pada zaman Belanda di Jombang,” katanya pada Jumat (8/4/2022).
Oleh karena itu pada bangunan Gardu Listrik bisa dilihat terdapat pengait dan isolator guna membagi aliran listrik. Sementara fungsi yang kedua yaitu sebagai Sirine atau masyarakat menyebut suling.
Bangunan yang sudah ada sejak zaman Hindia-Belanda ini bukan hanya ada satu di Kota Santri, melainkan ada empat bangunan Gardu Listrik. Namun, hanya ada satu Gardu Listrik yang bisa memancarkan Sirine, yakni hanya di dekat Pendopo saja.
“Jadi ada empat bangunan, hanya gardu saja tanpa sirine salah satunya sudah dirobohkan. Pertama itu ada di sebelah selatan Pendapa Kabupaten Jombang yang ini, kemudian di Jalan R.E Martadinata di dekat Klenteng Hok Liong Kiong Jombang, lalu di Jalan Cak Durasim timur Kebonrojo serta ada satu lagi di dekat masjid kauman Mojoagung sudah dirobohkan,” katanya.
Namun, sejak Belanda kalah perang melawan Jepang waktu itu pada tahun 1942, bangunan ini beralih fungsi. Yang awalnya hanya menjadi pengalir listrik, namun di zaman Jepang digunakan sebagai Sirine adanya serangan udara.
Kini, bangunan tua yang masih kokoh ini tetap berdiri. Di usia tuanya, bangunan Gardu ini terkadang masih berfungsi sebagai penanda waktu datangnya buka puasa maupun imsak.
Karena Belanda sudah pergi jauh. Gardu ini pun diambil alih oleh PLN, meski pada akhirnya tidak lagi difungsikan. Ada beberapa gardu yang masih tersisa, beberapa dirawat dengan baik oleh pemerintah. Namun yang tidak dijaga oleh pemerintah kebanyakan difungsikan sebagai tempat tambal ban, gudang atau bahkan tempat sampah.